Potensi Rugikan Negara 437 Triliun
WALHI Eksekutif Nasional dan WALHI Aceh, WALHI Sumatera Utara, WALHI Riau, WALHI Sumatera Selatan, WALHI Jambi, WALHI Bengkulu, WALHI Lampung, WALHI Babel, WALHI Sumatera Barat, WALHI Kalimantan Tengah, WALHI Kalimantan Timur, WALHI Kalimantan Selatan, WALHI Bali, WALHI NTT, WALHI NTB, WALHI Maluku Utara, dan WALHI Papua melaporkan 47 korporasi perusak lingkungan dan juga terindikasi melakukan korupsi Sumber Daya Alam ke Kejaksaan Agung pada Sabtu (8/3/2025). Kedatangan tim WALHI ke Kejagung diterima langsung oleh KaPuspenkum Kejagung Harli Siregar.
Korporasi- korporasi yang dilaporkan itu bergerak di sektor perkebunan sawit skala besar, pertambangan (batu bara, emas, timah, dan nikel), kehutanan, pembangkit listrik, perusahaan penyedia air bersih dan pariwisata.
WALHI mengestimasi potensi kerugian negara dari indikasi korupsi SDA oleh 47 korporasi ini sebesar Rp437 Triliun. Rilis WALHI yang diterima kabarpulau.co.id menjelaskan, beberapa modus operandi dugaan korupsi dan gratifikasi antara lain mengubah status kawasan hutan melalui revisi tata ruang atau pun pasal 110 A dan 110 B undang-undang Ciptakerja, gratifikasi dengan pembiaran aktivitas tanpa izin, pemberian izin meski tidak sesuai dengan tata ruang, dan lainnya. Bukan hanya itu, WALHI juga menjelaskan kepada pihak Kejaksaan Agung modus yang lebih besar lagi dengan mengubah atau membentuk beberapa produk hukum yang didalamnya diatur pasal-pasal yang mengakomodasi kepentingan eksploitasi SDA dan pengampunan pelanggaran, atau yang biasa disebut dengan State Capture Corruption.
“Kita tidak bisa hanya melaporkan kasus per kasus, tapi juga harus mencari modus operandi dari kartel-kartel yang mengkonsolidasikan praktir korupsi tersebut. Dari tahun 2009 kami melihat proses menjual tanah air itu akan terus berlangsung terhadap 26 juta hektar hutan Indonesia”, kata Zenzi Suhadi, Direktur EKsekutif Nasional WALHI.
Korupsi di sektor SDA ini telah merugikan negara dan perekonomian negara dengan hilangnya mata pencaharian rakyat, hilangnya sumber-sumber penghidupan, konflik, dan kerusakan lingkungan serta biaya eksternalitas yang harus ditanggung negara dari aktivitas korporasi tersebut. “Sangat besar kerugian negara dan perekonomian negara dari korupsi SDA ini dan telah banyak kasus yang selama ini dilaporkan oleh WALHI kepada pihak yang berwenang, namun hanya sedikit kasus saja yang diproses dan diadili. Kami melihat Kejaksaan Agung memiliki peran kunci dalam memastikan bahwa penegakan hokum atas kejahatan lingkungan dan korupsi sumberdaya alam berjalan efektif dan tidak ada impunitas bagi para pelaku, karena itu WALHI mendatangi, melakukan audiensi dan pelaporan pada Kejaksaan Agung hari ini” tambahZenzi.
Raden Rafiq, Direktur WALHI Kalimantan Selatan menyampaikan “hari ini kami melaporkan empat korporasi yang bergerak di sector sawit dan tambang yang kami duga terindikasi melakukan korupsi SDA. Empat perusahaan ini hanya Sebagian kecil saja dari sekian banyak perusahaan yang telah melakukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup dan hak masyarakat adat serta petani lokal”.
Faisal Ratuela, Direktur WALHI Maluku Utara juga menyampaikan sebagai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, massifnya pertambangan nikel saat ini telah mengghancurkan wilayah tangkap nelayan, pencemaran lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati seperti manggrove, sea grass dan koral. “Penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi harus segera dilkaukan oleh Kejaksaan Agung, sebab bukti permulaan yang kami laporkan telah cukup kuat ditambah lagi kasus korupsi perizinan pertambangan sebelumnya juga telah diungkap oleh KPK dan Maluku Utara menempati posisi nomor satu provinsi terkorup di Indonesia, tambahnya.”
Selain melaporkan korporasi dan pihak pemerintah yang terindikasi terlibat dalam praktik korupsi dan gratifikasi, WALHI juga menyampaikan catatan kritisnya terhadap Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, dimana Jampidsus Kejaksaan Agung menjadi ketua pelaksana Satgas tersebut. Satgas harus menindak korporasi skala besar yang selama ini telah menikmati keuntungan besar, menimbulkan kerugian lingkungan dan perekonomian negara dari aktivitas ilegal dan koruptif yang mereka lakukan di kawasan hutan.
Satgas tidak boleh melakukan penertiban kepada rakyat kecil yang selama ini telah menjadi korban dari klaim sepihak negara atas kawasan hutan dan korban dari buruknya tata kelola perizinan di sector kehutanan.
“Sejak awal kami mengkritik dominasi militer dalam satgas penertiban kawan hutan ini, berikut dengan substansi peran dan kerjanya yang diaturkan di dalam Perpres. Kekhawatiran terbesar kami, akan banyak rakyat yang menjadi korban penggusuran dan dirampas tanahnya atas nama penertiban Kawasan hutan. Oleh karena itu, WALHI se Indonesia sangat serius mengawasi kerja-kerja Satgas saat ini dan kedepan” kata Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional.
WALHI berharap Kejaksaan Agung memproses laporan yang telah disampaikan dan WALHI juga terbuka untuk bekerja bersama Kejaksaan Agung baik di nasional maupun daerah-daerah untuk menindaklanjuti kasus-kasus korupsi SDA tersebut.
Sementara itu, Direktur WALHI Maluku Utara Faisal Ratuela dihubungi terpisah, dijelaskan bahwa ada memang korporasi di Maluku Utara ikut dilaporkan ke Kejagung. Terutama terindakasi melakukan pelanggaran di bidang lingkungan dan ada indikasi korupsi. “Pokoknya ada perusahaan yang dilaporkan. Kita tunggu pekan depan Kejagung bertemu khusus dengan WALHI membahas lebih detilnya korporasi dan pelanggaran yang dilakukan termasuk indikasi korupsinya,” kata Faisal. Menurut Faisal Maluku Utara layak termasuk dugaan dan indikasi korupsi sumber daya alam. Pasalnya sebelumnya KPK telah menetapkan Maluku Utara sebagai daerah paling korup di Indonesia termasuk salah satunya dari sumberdaya alam.
Sementara itu, terhadap laporan Walhi, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menyampaikan ucapan terima kasihnya atas atensi lembaga tersebut kepada lingkungan. Ia mengatakan bahwa laporan yang diterima pihaknya itu akan disampaikan kepada bidang-bidang di Kejagung yang berwenang menangani. Adapun untuk tindak lanjutnya, ia mengatakan bahwa Kejagung harus menelaah laporan terlebih dahulu guna mengetahui unsur dugaan pidana di dalamnya.
“Bagaimana tindak lanjutnya? Ada mekanisme, misalnya akan dilakukan penelaahan karena yang menjadi kewenangan kami adalah terkait dengan tindak pidana korupsi terkait dengan lingkungan. Karena ada penyidik lain yang terkait dengan kejahatan lingkungan juga. Akan tetapi, jika itu nanti terkait dengan masalah tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan lingkungan, maka mungkin itu bisa ditindaklanjuti,” ujarnya. (*)

CEO Kabar Pulau