Home / Kabar Malut

Selasa, 6 Oktober 2020 - 10:10 WIT

Mangrove di Malut Menyusut 5.030,71 Hektar

Rata rata Setahun Berkurang 718,672 Hektar

Maluku Utara  merupakan provinsi dengan karakater Daerah Aliran Sungai (DAS) Kepulauan. Daerah ini memiliki 3.568  DAS. Dari banyaknya DAS itu, salah satu karakter ekosistemnya adalah memiliki hutan mangrove.  

Data Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung (BPDASHL) Ake Malamo, menyebutkan,  wilayah  Maluku Utara memiliki potensi mangrove seluas 41.228,7 ha yang tersebar di sepuluh kabupaten/kota.   Sayang  setiap waktu  hutan mangrove yang ada, terus tergerus dan terdegradasi karena mengalami eksploitasi yang sangat signifikan.

Data BPDAS-HL Ternate menunjukan, dalam  kurun waktu 2010- 2017, terjadi penurunan luasan mangrove di Maluku Utara  cukup fantastis. Dalam kurun waktu 7 tahun terjadi penurunan lahan hutan mangrove mencapai  5.030,71 ha  atau kurang lebih  10,87 %  dari luasan sebelumnya tahun 2010, yakni 46.259,41 ha.

“Penurunan luasan mangrove tersebut disebabkan oleh adanya konversi mangrove menjadi lahan pertanian dan pemukiman, pembuangan sampah padat dan cair, pencemaran tumpahan minyak dan reklamasi pantai,” jelas Asih Yunani, M.P Kepala BPDASHL Ake Malamo Ternate dalam rilisnya yang dikirim ke kabarpulau.co.id Senin (5/10)

Luasan hutan mangrove di Maluku Utara: Sumber BPDAS-HL Ake Malamo Ternate

Dia bilang, tekanan penduduk yang tinggi berakibat terjadinya kerusakan ekosistem hutan mangrove dan degradasi lingkungan pantai. Terutama  untuk kebutuhan kayu bakar dan bahan bangunan di daerah pantai.   

Baca Juga  Kondisi Lingkungan Malut Kritis? (1)

Dari luasan yang terdegradasi itu jika dihitung rata rata  dalam setahun,  hutan mangrove  yang berkurang mencapai 718,672 hektar.

Tidak itu saja, dari data yang dihimpun Kabarpulau.com  secara nasional menyebutkan penurunan itu  diakibatkan oleh perkebunan, tambak, reklamasi maupun pemukiman.  

Berbagai kalangan lantas menyuarakan perlu ada langkah cepat menyelamatkan mangrove, kalau tidak kehidupan warga di kepulauan itu bakal terancam.

Di  Halmahera Utara, misal, ada perusahaan membabat hutan mangrove, mengganti dengan perkebunan singkong untuk tapioka. Di Halmahera Tengah, perusahaan tambang mengkonversi hutan mangrove jadi kawasan industri tambang. Di perkotaan, hutan mangrove jadi pemukiman, maupun sasaran reklamasi.

Berdasarkan dokumen Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk-RHL DAS) Ekosistem Mangrove dan Sempadan Pantai Wilayah Kerja BPDAS Ake Malamo 2014, Malut punya lahan mangrove dan sempadan pantai sekitar 55.322,61 hektar . Khusus hutan mangrove di Malut , ada 46.259,41 hektar dengan kategori rapat 29.848,83 hektar dan kurang rapat 16.410,58 hektar.

Dari data itu, sebaran hutan mangrove dominan di hutan produksi konversi (HPK) 25.594,35 hektar (55,33%), areal penggunaan lain (APL) 13.790,01 hektar, hutan lindung (4.999,04 hektar, hutan produksi 1.324,07 hektar dan hutan produksi terbatas 551,94 hektar.

Baca Juga  Morotai Dijadikan Rute Pelayaran Nasional
Kondisi sebagian hutan mangrove di Kao Halmahera Utara/foto mahmud ichi

Radios  Simanjuntak, Ketua Program Studi Kehutanan, Universitas Halmahera,  menyarankan, pemerintah daerah mengambil langkah cepat agar hutan mangrove masuk zona perlindungan dalam tata ruang wilayah daerah. Kalau memungkinkan, agar seluruh hutan mangrove dengan status APL ada aturan perlindungan.

Radios juga usul Dinas Lingkungan Hidup dan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) di tiap kabupaten dan kota bersinergi dengan para pihak, baik akademisi, pegiat lingkungan, maupun pemerintah desa dalam mengupayakan kelola mangrove berkelanjutan bagi masyarakat.

 “Perlu kesadaran agar tak mengekploitasi mangrove dan pengaturan pemanfaatan yang berkelanjutan. Pemerintah desa bisa membuat peraturan desa perlindungan mangrove untuk mengamankan hutan mangrove di wilayahnya,” katanya belum lama ini.

Di Halmahera Utara misalnya, sudah ada peraturan desa   Pemerintah Desa Kao, Kecamatan Kao punya Perdes No.03/2017 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup yang mencakup perlindungan hutan mangrove dan keragaman hayati di dalamnya. Di  Halmahera Timur tepatnya di Desa Gotowasi juga sudah memiliki Perda Daerah Perlindungan Laut dan Pesisir  yang ikut melindungi hutan mangrove dan berbagai biota yang ada di dalamnya.(*)

Share :

Baca Juga

Membangun reseliensi di tingkat komunitas (Foto: Bentara Papua)

Kabar Malut

Cara Menyiapkan Warga Adaptif Ketika Bencana (2 habis)

Kabar Malut

Kayanya KKP Kepulauan Sula di Maluku Utara

Kabar Malut

Oligarki Bermain di Pilkada Maluku Utara?

Kabar Malut

Pejabat KKP Diberi PRESTASI Oleh KPK

Kabar Malut

Kaya Tambang, Malut Primadona Investasi Asing

Kabar Malut

Pasca Longboat Terbalik, Bupati Instruksikan PNS Sumbang Pelampung
Hutan di Pulau Obi yang dikelola HPH foto FWI

Kabar Malut

Malut Masuk 10 Provinsi yang Terus Alami Deforesfasi

Kabar Malut

Pembangunan Ekonomi Belum Menghitung Kerusakan Lingkungan