Sebulan Tiga Orang Jatuh dan Tewas di Laut
Tingkat kecelakaan nelayan makin mengkhawatirkan. Para nelayan dengan perahu kecil saat mencari ikan berulangkali alami kecelakaan. Terbaru nelayan Morotai yang keluar melaut selama tiga hari belum kunjung pulang. Laporan yang diterima pihak Basarnas nelayan bernama Kasmin Bangunan (45) asal Desa Tanjung Saleh Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara itu belum kembali saat keluar melaut sejak Jumat (02/06/23).
Kronologis kejadiannya pada Jum’at 02 Juni 2023 pukul 15.00 WIT, korban melaut menggunakan perahu sampan namun sampai hari ini korban belum kembali. Warga dan keluarga telah berupaya melakukan pencarian di sekitar pulau Tabailenge Morotai Utara, namun belum menemukan korban.
Tim Rescue Unit Siaga SAR Morotai juga bergerak menuju lokasi kejadian menggunakan Rescue Car dan membawa Rubber Boat untuk operasi SAR. Sayang hingga berita ini ditulis korban belum juga ditemukan.
Sebelumnya pada pekan lalu, seorang nelayan dari Halmahera Utara hilang selama 6 hari akhirnya ditemukan dalam kondisi meninggal.
Korban benama Yolap Togolo pada 28 Mei 2023 lalu melaut dengan jarak kurang lebih 1 kilometer dari pantai desa Igo Loloda menggunakan perahu sampan. Namun korban diperkirakan jatuh saat melaut dan ditemukan meninggal setelah 6 hari kemudian oleh aparat gabungan bersama tim SAR di kawasan laut Wayabula dan Saminyamau Morotai.
Pada 4 Mei 2023 lalu, juga seorang nelayan asal desa Yao Morotai alami kecelakaan laut. Korban diperkirakan jatuh saat melaut kemudian ditemukan meninggal dunia.
Tiap Saat Lakalaut Dialami Nelayan Kecil di Malut
Rangkaian peristiwa ini adalah kasus berulang dari banyaknya nelayan kecil mengalami kecelakaan saat melaut. Apalagi di kala cuaca buruk, nelayan dihadapkan pada ancaman kecelakaan yang ikut merenggut nyawa.
Kasus ini bisa saja terjadi karena selain armada tangkap kecil juga kurang alat keselamatan maupun komunikasi. Ada kasus yang pernah dialami nelayan Morotai, mereka hilang berhari hari dan terakhir ditemukan di Filipina.
Dua nelayan asal Kabupaten Pulau Morotai, Maluku Utara, dilaporkan hilang saat melaut sejak 21 Juli dengan perahu fiber dua mesin jhonson. Setelah dilakukan pencarian tidak ditemukan. Keduanya ditemukan setelah 7 Agustus 2022. Korban kaka beradik atas nama Abdul Mandea (47 tahun) dan Buhari Mandea (31 tahun) itu, ditemukan kapal ikan dari General Santos City Filipina dan diselamatkan ABK kapal ikan tersebut ke Filipina. Informasi temuan ini melalui Penghubung General Santos City 2 kepada Konjen RI di Filipina. Kabar ini lalu diteruskan ke pihak keluarga korban di Morotai Utara. Pada Rabu (30/12/2022) nelayan asal Kabupaten Halmahera Selatan bernama Samad Sidiq (60 tahun) jatuh dan ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Korban hilang di perairan Desa Obit Bacan ditemukan di perairan Desa Belang-belang Bacan sehari setelah kejadian tersebut. Korban pertama kali dilaporkan hilang saat pergi melaut Selasa (29/12/2022).
Data Kantor Jasa Raharja Ternate memperlihatkan korban lakalaut sepanjang 2021 dan 2022 terbilang tinggi. Tahun 2022 meningkat dibanding 2021. tercatat, sepanjang Januari hingga September 2021 ada 138 korban kecelakaan laut. Sementara di periode sama 2022 ada 164 korban kecelakaan laut. Banyaknya korban kecelakaan laut itu sebagian adalah nelayan kecil saat menangkap ikan.
Nelayan tiap hari melakukan aktivitas menangkap ikan di laut. Meski begitu, tidak semua memahami standar dasar keselamatan ketika di laut.
Hal ini terungkap saat para nelayan ikan tuna di Kelurahan Kampung Makassar Timur Kota Ternate, diberi pemahaman tentang standar keselamatan di laut oleh Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Ternate belum lama ini di Ternate. Kegiatan yang difasilitasi lembaga Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) itu membuat mereka paham betapa pentingnya mengutamakan keselamatan di laut.
MDPI yang selama ini melakukan pendampingan terhadap nelayan kecil desa di Maluku Utara merasa penting memberikan pemahaman ini terutama nelayan yang tergabung dalam program nelayan fair trade dan non fair trade dalam pelatihan Keselamatan di Laut Nelayan Tuna Fair Trade Ternate di aula Kantor Lurah Makassar Timur itu. Para nelayan ini tidak hanya diberikan teori tetapi juga praktek.
Field Implementer MDPI Hidayat D Muhammad menjelaskan, dalam program nelayan fair trade yang dijalankan MDPI, salah satu standar persyaratannya itu mengikuti dan memahami pelatihan keselamatan untuk nelayan kecil. Melalui pelatihan ini diharapkan mendapatkan ilmu mengenai tekhnik bertahan hidup di laut saat menghadapi keadaan darurat, mendapatkan pelatihan dasar P3K serta memahami teknik navigasi. “Ini syarat bagi nelayan fair trade karena sangat bermanfaat ketika mereka beraktivitas melaut,” jelas Hidayat. Program MDPI, pelatihan SAR adalah persyaratan latihan keselamatan.
Para nelayan mendapatkan materi belajar dasar dasar navigasi laut, survival at sea atau bertahan hidup di laut, basic first aid atau pertolongan pertama, water rescue pertolongan atau penyelamatan di air dan masalah dehidrasi.
Selain penyelamatan diri dan cara bertahan di laut, para peserta dilatih teknik penyelamatan diri tanpa life jacket dan menggunakan life jacket. Termasuk cara mengambang atau survival self rescue menggunakan pakaian. Caranya dengan menjebak udara di bahu untuk membantu mengambang.
Yang menarik juga adalah materi mengenai survival di laut. Dalam materi ini para nelayan diberikan pengetahuan dasar mengenai teknik mempertahankan diri dari keadaan darurat di laut. Ketika seseorang sudah survival di laut 50 persen total keselamatan sudah ada. Dalam hal ini kasus utamaya seperti dehidrasi, udara dingin, minum air laut dan bahaya terbesarnya adalah ketakutan dan panik. Ada juga beberapa bahaya dihadapi korban karena kondisi dingin. Misalnya hypothermia atau kehilangan panas tubuh akibat udara dingin, frostbite yang disebabkan oleh angin dingin yang membekukan tubuh dan kaki yang kaku karena tidak digerakan dalam waktu yang lama di dalam air yang dingin.
Iskanda Dano Dasim salah satu nelayan dari Kelurahan Kampung Makassar Timur mempertanyakan tata cara menyelamatkan teman atau korban panik apa yang harus dilakukan. Usai menerima materi dalam ruangan, para peserta dibekai materi di dalam ruangan bersama pelampung yang dimiliki melakukan praktek di laut pantai Kelurahan Makassar Timur.
YPPTI Hibahkan Radio untuk Nelayan Kecil
Hampir semua nelayan kecil yang di Maluku Utara ternyata saat melaut juga tidak memiliki kelengkapan alat control berada di laut. Misalnya radio control untuk dapat memantau posisi maupun kondisi mereka saat melaut.
Apa yang digagas oleh Yayasan Penelitian dan Pengembangan Telematika Indonesia (YPPTI) bekerjasama dengan MDPI dengan menyediakan radio control bagi nelayan adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi para nelayan. Saat ini YPPTI sedang mengembangkan radio untuk membantu para nelayan kecil di Ternate Maluku Utara. Di Maluku Utara YPPTI dan MDPI berhasil melakukan uji coba keperluan nelayan kecil atau dibawah 5 GT.
Dua daerah yang jadi lokasi ujicoba radio untuk nelayan kecil adalah, nelayan tuna Kelurahan Jambula Kota Ternate Maluku Utara hasil Kerjasama YPPTI dan MDPI dan kerjasama Pemkab Pesawaran Provinsi Lampung dengan YPPTI. dimulai sejak Agustus – Desember 2022.
Perangkat radio yang diberi nama Radio Nelayan Nusantara atau RANN ini tidak hanya untuk komunikasi suara, namun juga dapat mengirimkan lokasi terupdate nelayan, sinyal tanda bahaya (SOS), dan menariknya nelayan juga bisa menerima pesan dari back station atau petugas di darat.
“Begitu nelayan menekan fitur yang terdapat pada perangkat ini langsung dikirimkan ke back station, sehingga mereka yang di darat bisa tau kalau nelayan lagi minta pertolongan,” jelas Muhammad Riski Staf Teknik YPPTI dalam kegiatan Pertemuan Reguler Komite Pengelola Bersama Perikanan (KPBP) Tuna Maluku Utara, di Emerald Hotel, Ternate, Kamis (11/5/2023).
Setelah uji coba pada 2022, YPPTI lalu mengembangkan perangkat dalam jumlah terbatas dan dihibahkan ke MDPI sebanyak 20 unit untuk diserahkan ke Koperasi Nelayan Bubula Ma Cahaya Jambula Ternate.
Bantuan ini diserahkan langsung pembina YPPTI, Ingrid R. Pandjaitan kepada Program Associate Specialist, Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), dan disaksikan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Malut, Abdullah Assagaf.
Riski mengungkapkan, salah satu alasan pihaknya mengembangkan perangkat itu lantaran sulit ditemukan lokasi nelayan jika menghadapi cuaca ekstrem di laut. “Dengan adanya radio ini kan kita bisa tau posisi terakhir mereka (nelayan) ada dimana saat terjadi sesuatu,”jelasnya
Sebagai informasi, perangkat ini termasuk jenis Very High Frekuensi (VHF) dengan jarak maksimal 40 Km dari titik antena. Di samping punya kelebihan, RANN juga memiliki kekurangan seperti ukuran yang dinilai masih tergolong besar. Karena itu, YPPTI berkomitmen terus melakukan pembaharuan. Dalam pertemuan itu beberapa pihak menyarankan agar didisain lebih kecil sehingga lebih mudah memudahkan nelayan saat membawanya melaut. “Terkait masukan dari berbagai pihak dalam pertemuan ini terutama ukurannya pasti kita review lagi,” katanya.
Muhammad Rizky mengaku alat ini dibuat sebagai bagian dari upaya membantu nelayan kecil terutama keselamatan para nelayan ketika berada di laut.
“Misi kita membantu nelayan kecil dalam hal keselematan mereka. Alat ini setidaknya memudahkan komunikasi ke daratan jika sewaktu waktu ada bahaya baik karena cuaca maupun lainnya,” ujarnya.
Beberapa nelayan tuna yang hadir dalam pertemuan tersebut memberi apreseasi karena alat ini bisa membantu mereka. Berharap hand phone mengabarkan kondisi mereka di lautan sangatlah terbatas.
“Alat ini akan sangat membantu. Banyak kasus terjadi untuk nelayan Tuna Morotai. Bahkan ada yang hilang sampai ke negara lain, karena tidak ada alat komunikasi,” jelas M Sabil nelayan Morotai dalam pertemuan itu. (*)
CEO Kabar Pulau