Warga Desa Sangapati dinstruksikan menghindari mengomsumsi ikan mati massal karena dicurigai beracun. Sementara anak- anak dan orang dewasa, diminta menghindari sementara waktu mandi di laut. Warna air laut yang biasanya bening menjadi coklat pekat kemerah- merahan itu ikut menyebabkan matinya berbagai jenis biota di kawasan laut pulau Makeang Halmahera Selatan Maluku Utara. Peristiwa ini membuat warga seminggu belakangan ini menjadi was-was.
Berbagai jenis ikan yang mati itu membuat mereka enggan mengkonsumsi ikan. “Kita imbau untuk menghindari mengkonsumsi ikan yang ditemukan mati. Kalau boleh anak anak dan orang dewasa juga jangan dulu mandi di laut. Kita tidak tahu kandungan air laut itu apa tercemar atau tidak,” kata Kepala Desa Sangapati Makeang Muhammad Musatafa.
Dihubungi Kabarpulau.co.idc dari Ternate, dia menceritakan, awalnya warga tak tak tahu ada peristiwa ini. Ketika ada warga yang ke pantai dan menemukan air yang pekat dan ikan mati yang terdampar baru warga menjadi heboh dan ramai –ramai ke pantai menyaksikan fenomena atau kejadian tidak seperti biasanya itu. “Belum pernah ada kejadian seperti ini. Ini baru pertama kali,”ujar Muhammad.
Diceritakan juga, air laut yang coklat kemerahan ini menurut penjelasan bebeberapa nelayan yang telah melaut sebelumnya, sebenarnya mereka telah lihat di tengah laut. Hanya saja mereka tak curiga hal ini menyebabkan matinya ikan di tepi pantai, ketika ketika mencapai daerah pantai. “Beberapa nelayan di sini cerita begitu, jadi kayaknya air tercemar ini sudah terjadi beberapa hari sebelumnya,” imbuhnya.
Sementara peristiwa ini tidak hanya terjadi di Pulau Makeang. Ternyata warna air laut yang coklat pekat dan ikan yang mati ini sampai ke Halmahera bagian selatan. Bahkan pada Selasa hingga Rabu (26/2) sore, matinya ikan dan air laut yang keruh itu sudah sampai ke perairan Ternate.
Beberapa diver yang mencoba melakukan penyelaman di kawasan pantai Falajawa Kota Ternate menemukan ikan dan berbagai biota mati mengenaskan.
“Dua hari berturut- turut kami turun menyelam di kedalaman 5 sampai 10 meter di kawasan pantai Falajawa menemukan keruhanya air laut dan banyak ikan karang yang mati,” ujar Willy salah satu penyelam. Selain ikan karang, biota lainnya ikut mati. Seperti octopus atau gurita bahkan hiu berjalan juga mati.
Diver lainnya, Adita Agoes diantayai soal ini mengaku ditemukan banyaknya biota yang mati. Meski begitu belum bisa dipastikan sumbernya. Pihaknya sudah mengambil sampel. Bahkan beberapa pihak ikut mengambil sampel untuk diuji laboratorium. “Badan Lingkungan Hidup Kota Ternate sudah minta kita ambil sampel di kawasan laut Taman Nukila Ternate. Terutama di daerah permukaan laut, kedalaman 12 meter dan 24 meter,” jelas Adita.
Meski begitu Adita bilang, semua kepastiannya nanti menunggu hasil uji laboratorium. Dia menambahkan dari hasil temuan di lapangan, ikan –ikan yang mati hampir semua ikan karang (daging putih,red). Misalnya baronang, biji nangka, kulit pasir, kakatua. Sementara ada jenis tertentu tidak mati, misalnya gete gete, lion fish dan clown fish. “Ada juga ikan yang tidak mati,” katanya.
Matinya berbagai jenis ikan ini membuat warga was-was. Karena itu mereka meminta perlu ada penjelasan resmi dari pemerintah. Warga meminta hal ini diseriusi karena hal sangat mengkhwatirkan warga misalnya di Makeang dan daerah lainnya, yang terdampak peristiwa ini. “Pemerintah perlu segera melakukan uji dan menyampaikan secara resmi kepada masyarakat apa masalahnya. Dan apakah ikan-ikan yang nanti dikonsumsi warga setelah peristiwa ini berbahaya atau tidak. Ini penting agar warga bisa tenang,” pinta Muhammad.
Peristiwa menghebohkan ini sudah banyak analisis dan dugaan- dugaan disampaikan pihak terkait. Misalnya akademisi, Dinas Perikanan maupun Dinas Lingkungan Hidup. Meski begitu semua baru dugaan belum ada uji laboratorium resmi.
Kepala Dinas Perikanan Provinsi Maluku Utara Buyung Radjiloen coba dikonfirmasi via hand phone Selasa (25/2) mengaku, sudah mengumpulkan sampel dan akan dilakukan uji laboratorium. Memang ada dugaan-dugaan misalnya kemungkinan blooming algae maupun fenomena upwelling. Dua peristiwa alam ini katanya belum bisa menjadi pegangan karena butuh analisis laboratorium untuk memastikannya. “Di Makeang misalnya diduga peristiwa Blooming algae. Begitu juga bisa saja karena upwelling. Ini sifatnya dugaan perlu pembuktian secara pasti melalui uji sampel di laboratorium,” katanya.
Sementara hingga kemarin belum ada hasil uji laboratorium yang yang dipublikasikan terkait masalah ini.(*)
CEO Kabar Pulau