Komitmen melindungi satwa endemic tidak hanya hadir melalui forum seminar atau diskusi peneliti, maupun mereka yang concern terhadap isyu lingkungan dan keanekaragaman hayati. Apa yang dilakukan bersama Pemerintah Desa Kao Halmahera Utara Selasa (02/10) akhir pecan lalu ini juga, memiliki maksud yang sama. Membicarakan upaya perlindungan m,angrove dan satwa endemik.
Melalui forum ini, mereka menyatukan presepsi menjaga dan melindungi berbagai keanekaragaman hayati yang dimiliki. Pertemuan dipusatkan di Rumah Budaya Adat Kao ini, dihadiri Kepala Desa bersama unsur pemerintahan desa, tokoh adat, tokoh perempuan dan pemuda.
Pertemuan ini bagian dari membicarakan isyu konservasi di tingkat bawah. Ada beberapa satwa endemic yang menjadi perhatian perlu dilindungi masyarakat adat. Misalnya, satwa endemik Gosong Maluku (Eulipoa wallacei) dan Penyu ( Chelonioidea). Dua jenis satwa ini akan dilindungi sebagai jenis keanekaragaman hayati yang masih hidup dalam wilayah adat mereka.
Pertemuan yang difasilitasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malut itu, Kepala Desa Kao Taufik Max ST. MM.T pada warganya meminta agar keanekaragaman hayati di Desa Kao, seperti Maleo (Gosong Maluku) dan Penyu termasuk hutan mangrove serta jenis satwa dalam hutan mangrove minta agar dilindungi.
“Maksud saya mengundang seluruh masyarakat hadir dalam pertemuan ini karena kepentingan bersama terkait desa dan masa depan kampung dalam upaya perlindungan satwa endemic. Tidak itu saja ini juga merupakan upaya menjaga alam serta keanekarakaman hayatinya,” jelasnya dalam pertemuan itu. Selain itu katanya perlindungan yang dilakukan ini merupakan sebuah upaya menjaga keseimbangan alam. Ditegaskan, bagi warga yang biasanya mengambil telur maleo pihaknya atasnama pemerintah desa mengimbau agar dihentikan. “Ini adalah salah satu upaya kita menjaga agar satwa endemic ini tidak punah, ”katanya. Tidak hanya satwa eksositem hutan terutama hutan mangrove yang melingkari desa Kao kurang lebih 350 hektar telah ditetapkan dalam tiga zonasi. Pembagian zonasi ini tujuannya untuk upaya perlindungan mangrove itu sendiri.
Usaha perlindungan keanekaragaman hayati ini direspon baik warga. Ruslan Djumati salah satu warga dalam pertemuan itu menceritakan, telah melakukan upaya perlindungan dan konservasi. Setiap memancing di tanjung Maleo tak jauh dari desa ini, selalu menanam benih mangrove yang ditemukan. Sudah kurang lebih 50 benih yang terdampar di pesisir pantai Kao ikut ditanam. Hal ini dilakukan bagi dia, karena mangrove menjadi tempat hidup dan berlindung ikan atau udang. Rustam mengimbau masyarakat selain tidak mengambil telur penyu dan burung gosong Maluku, perlu ikut menanam ketika menemukan benih mangrove hanyut di pesisir pantai. “Jika satu orang menanam 1-5 pohon setiap ke tanjung Maleo, maka mangrove akan cukup banyak. Saya sudah lakukan dan berharap orang lain ikut melakukan” kata Rustam.
Senda disampaikan Naser Langgar. Tokoh masyarakat Kao ini menyampaikan bahwa sejak mereka tahu informasi tentang maleo dan penyu yang perlu dilindungi itu, mereka sudah tidak lagi mengambil telur maleo deng penyu. Soal perlindungan dan konservasi satwa endemic di kawasan masyarakat adat Pagu ini menurut Ronald Kondolembang akademisi dari Fakultas Kehutanan Universitas Halmahera Tobelo, gosong Maluku atau Maleo dan penyu merupakan jenis keanekaragaman hayati yang sudah langka. Bahkan tidak didapatkan di tempat lain di Maluku Utara. Maleo atau Gosong Maluku jenis ini hanya ada di Galela dan Kao. Demi terlindunginya keanakeragaman hayati ini dibutuhkan peran serta masyarakat dan pemerintah desa. Terutama mereka yang sering mengkonsumsi dan memperdagangkannya.
“Kalau hanya mengambil telur penyu dan gosong Maluku tanpa adanya perlindungan akan mengalami kepunahan. Saat ini satwa endemic ini perlu dijaga agar tidak mengalami kepunahan. Tujuannya agar keanekaragaman hayati ini lestari dan tetap terjaga agar bisa dinikmati masyarakat,” ujarnya.
Dia mencontohkan di Galela di Desa Simao, warga membuat kesepakatan.Bagi setiap pengambil telur dia harus meninggalkan setidaknya 7 butir demi menjaga kelangsungan Gosong Maluku tetap lestari. “Salah satu bentuk menjaga kelestarian burung gosong Maluku dan penyu di desa Kao ini, diperlukan kerja sama masyarakat agar merusak hutan Mangrove. Sebab di malam hari sebelum datang bertelur di pasir, Gosong Maluku menjadikan mangrove sebagai tempat persinggahan. Tidak itu saja mangrove juga memiiki banyak manfaat. Mangrove juga menjadi tempat ikan, udang dan biota lainnya tumbuh dan berkembang biak,” imbuhnya.
Bagi Rudi, perlindungan terhadap penyu dan Gosong Maluku ini tidak berarti masyarakat tidak lagi memanfaatkannya bagi kebutuhan ekonomi masyarakat. Perlindungan ini katanya adalah sebuah upaya tetap menjaga dan melestarikannya agar tidak punah sehingga suatu saat bisa dinikmati anak-cucu generasi akan datang.
Terpisah pihak AMAN melalui Ketua Biro Ekonomi Sosial dan Politik M Ruh menjelaskan, kegiatan di Desa Kao ini bersama warga untuk beberapa kegiatan yakni membuat peta zonasi mangrove. “Ada zonasi lindung, pemanfaatan serta merancang peraturan desa yang bisa melindungi satwa endemic dengan hutan mangrove-nya. Ikut juga mensosialisasikan pentingnya melindungi satwa dan hutan mangrove di desa yang berdekatan. (adi)