Peringatan Hari Tani yang diperingati setiap 24 September diperingati juga oleh Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Maluku Utara bersama sejumlah organisasi gerakan mahasiswa di Maluku Utara. Perayaan Hari Tani 2023 yang bertepatan dengan 63 tahun kelahiran UU Nomor 5/1960 tentang Undang–undang pokok Agraria (UUPA) itu, para aktivis turut menyuarakan berbagai ketimpangan terkait persoalan agraria di daerah ini. Ratusan massa ini dalam aksinya melakukan long march di pusat kota Ternate serta membawa spanduk dan pamflt yang mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah yang selama ini tidak berpihak kepada kelompok termarjinalkan terutama kaum tani.
Mereka menilai Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Perencanaan Pembangunan di daerah (Bappeda) telah gagal dalam memilih model pembangunan, yang seharusnya mengantarkan warga Maluku utara pada kesejahteraan. Yang ada itu model pembangunan kapitalistik. Pemerintah daerah telah mengantarkan rakyat Maluku utara pada jeratan krisis lingkungan .
“Maluku Utara saat ini dikepung, izin usaha pertambangan mineral logam dan bukan logam, IUPHHK- HA dan IUP HHK-HT, juga perusahan Sawit. Izin izin yang ada bahkan ada yang tumpang tindih,”teriak Andi salah satu orator aksi.
Maluku utara yang berhadapan langsung antara laut Maluku dengan samudera pasifik, yang keseluruhannya merupakan gugusan kepulauan, dengan rasio perairan dan daratan 31.982,50 km2 (21,94%) dan wilayah perairan 113. 818,60 km2 (78,06%). Hal ini menunjukan jelas bahwa Maluku utara adalah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Meski begitu negara saat ini memuluskan pengambil lahan rakyat, dimulai dengan pengesahan UU Cipta Kerja/Cilaka, yang melegalkan pelepasan kawasan hutan, serta melalui penetapan proyek strategi nasional, serta pengadaan tanah atas nama infrastruktur.
“Momentum ini harusnya mengembalikan spirit keadilan agraria, tetapi hingga kini, perampasan tanah, penggusuran, bahkan intimidasi dan kriminalisasi rakyat, masih rentan terjadi. Misalnya di kabupaten, Halmahera Selatan, Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Taliabu dan Sula. Bahkan di dua kabupaten yang ditetapkan sebagai PSN dan objek vital Negara kejadiannya berulangkali.
Hasil investigasi lapangan WALHI Malut, sejauh ini perubahan fungsi hutan dan lahan di atas kawasan pulau – pulau kecil yang kaya akan komoditas local rentan konflik. Bagi WALHI Maluku Utara, logika pembangunan seperti ini justru melumpuhkan keberlanjutan sektor-sektor produktif masyarakat tempatan,” kata Pengkampanye WALHI Maluku Utara Irsandi Hidayat
Dia bilang secara keseluruhan aktivitas indsutri ekstraktif di daerah ini mengancam ketersediaan pangan di unit-unit ekosistem sekaligus menciptakan konflik tenurial nyata yang merugikan masyarakat lokal dan negara.
Dia mengimbau Pemerintah daerah mempertimbangkan ruang produktif masyarakat sekitar konsesi investasi berbasis lahan, dan menunjang tata kelola berbasis hutan, kebun pala, kelapa, cengkeh, dan nelayan masih menjadi sector andalan bagi warga Maluku utara secara keseluruhan. Dalam aksi itu mereka juga membagikan selebaran dan pernyataan sikap yang mendesak para pihak menghentikan represi terhadap petani. Pemerintah perlu mewujudkan reforma agrarian sejati, menaikan harga komoditi local.
CEO Kabar Pulau