Penulis: ABDUL MOTALIB ANGKOTASAN
DIREKTUR BORERO INSTITUTE MALUKU UTARA
Kabar tentang Sail Tidore sudah menyeruak sejak beberapa tahun yang lalu. Hal ini membuat Pemerintah Kota Tidore Kepulauan bekerja keras dan memfokuskan segala pikirannya demi kesuksesan iven nasional ini. Kota ini menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran seperti yang tertuang dalam spirit yang menjadi nafas disetiap pengambilan kebijakanya. Toma Loa Se Banari, itulah komitmen dan ikrar suci yang tertulis indah pada logo Kota Tidore Kepulauan.
Kota ini punya sejuta cerita masa lalu, kebudayaan dan potensi sumberdaya alam. Jika dikelola dengan baik dan tepat, akan mampu mendorong perekonomian kota dan mensejahterakan warga kota. Benteng-benteng peninggalan penjajah masih berdiri kokoh, memberi pesan bahwa kota ini menjadi potensial di zamannya. Punya sejarah yang dapat dijual dalam mengakselerasi pembangunan bidang kepariwisataan. Ya kota jasa itu, kota jasa berbasis agromarine yang sudah didengungkan oleh pemimpin daerah ini sejak mendapat mandat rakyat pada periode pertama tahun 2016-2021. Lalu pada periode kedua mengusung visi Membangun Masyarakat Sejahtera Menuju Tidore Jang Foloi. Jika disingkat, Sejahtera Warganya, Indah Kotanya. Sayangnya, mimpi itu masih jauh panggang dari api. Belum ada cukup bukti pencapaian visi-visi termasyhur itu.
Kota jasa berbasis agromarin, jika diterjemahkan secara bebas artinya kota yang dibangun dengan mengeksploitasi sumberdaya pertanian, kelautan dan perikanan. Mengelola semua potensi itu demi menyuguhkan pelayanan terbaik untuk memperoleh pundi-pundi dalam pendapatan asli daerahnya. Mendorong sektor pariwisata agar bisa mendapatkan efek dari jasa lingkungan, kebudayaan dan sejarah. Untuk mewujudkan masyarakatnya sejahtera dan kotanya indah. Akan tetapi, semua itu belum bisa mendapatkan jempolan dari semua pihak.
Kota Tidore Kepulauan, butuh arah baru dalam tata kelola potensi yang dimilikinya. Di tengah geliat industri 4.0 dan era disrupsi. Butuh transfromasi dalam merumuskan kebijakan tatakelola Kota Tidore Kepulauan. Pertanyaannya, tranformasi seperti apa yang harus dilakukan?.
Potensi
Kota yang bercirikan kepulauan, punya potensi sumberdaya alam yang dapat dikelola untuk kesejahteraan masyasrakat dan kemajuan daerah. Potensi pulau-pulau kecil yang eksotis, dapat dikembangkan sebagai spot pariwisata buat menambah pundi-pundi pendapatan daerah. Pulau Maitara mulai dikembangkan sebagai destinasi wisata, mejadi pilihan favorit warga kota Tidore dan Ternate untuk berlibur. Ada juga Pulau Mare, Pulau Filonga dan pulau-pulau kecil di wilayah Oba. Pulau Mare punya kearifan lokal yang membuat pulau ini dijadikan sebagai kawasan konservasi. Meski, pengembangan pariwisatanya tidak sehebat Pulau Maitara. Mungkin karena aksesibilitas, atau masih minimnya perhatian pemerintah.
Cengkeh dan pala, dua komoditi unggulan yang menjadi alasan imperialism Eropa bercokol ratusan tahun di negeri ini. Cengkeh dan pala masih ditanam dan diproduksoi oleh masyasrakat. BPS melaporkan pada tahun 2018 Produksi pala 176 ton dan cengkeh 267 ton. Sayangnya, belum ada terobosan lebih untuk mendorong komoditas ini naik kelas. Dulu dicari Eropa, namun sakarang hanya tinggal kenangan. Harapannya, komoditi ini ke depan juga bisa tembus pasa Eropa. Bukan mustahil, jika diurus dengan serius oleh pemerintah Kota Tidore Kepulauan lewat PERUMDA AMAN MANDIRI. Semoga!.
Sektor kelautan perikanan menjadi yang paling seksi, punya ekosistem terumbu karang yang indah. Ada ekosistem mangrove di Guraping, Rum, Mare, Maitara dan Tidore. Di dalamnya tersimpan beragam organisme asosiasi yang dapat diambil buat pemenuhan kebutuhan masyasrakat. Bahkan bisa dikembangkan sebagai kawasan wisata yang eksotis dengan sentuhan kreatifitas.
Kota ini, mewarisi budaya dan sejarah masa lalu. Ada tarian, iven-iven kebudayaan, kadaton kesultanan dan lain-lain. Benteng-benteng peninggalan penjajah, sejarah perjalanan kesultanan, sejarah kepahlawanan Sultan Nuku dan lain sebagainya. Potensi budaya dan sejarah ini, juga belum dapat dikemas dengan apik buat kantong keuangan pemda bertambah.
Transformasi
Mencermati potensi yang dimiliki dan peluang dengan diselenggarakannya Sail Tidore. Patut disyukuri dan diapresiasi. Namun, untuk melakukan akselerasi percepatan pembangunan di kota ini, butuh lima langkah transformative dalam kebijakan-kebijakan pembangunanya. Pertama, digitalisasi data. Data potensi sumber daya alam, kebudayaan dan sejarah perlu mendapat sentuhan di era digitalisasi saat ini. Pemerintah harus memastikan semua datanya terpublikasi secara digital, detil dan dapat diakses oleh semua orang. Caranya, website pemerintah kota difungsikan dengan maksimal untuk menayangkan data dan informasi terkait potensi yang dimiliki. Pasalnya, selama ini website pemda mati suri.
Kedua, memprioritaskan potensi unggulan daerah dalam kebijakan pembangunan. Pemerintah harus menentukan skala prioritas, dengan begitu alokasi anggaran dapat digelontorkan pada sektor prioritas sebagai pembagkit geliat ekonomi kota. Pasalnya anggaran daerah terbatas, tahun 2021 APBD daerah tercatat 883.654 miliar, jika dipotong belanja pegawai maka tidak cukup untuk mengurus seabrek urusan di daerah. Sebaiknya pembangunan difokuskan untuk membangun sektor pertanian denga dua komoditi unggulan, cengkeh dan pala. Dikemas dalam konteks jasa ekosistem, sehingga pertanian dan pariwisata bisa tumbuh. Tentukan kawasan di Pulau Tdiore yang dijadikan Agro Park cengkeh dan pala atau kebun raya cengkeh dan pala. Jadikan ini destinasi wisata, buat berbagai turunan produk dari cengkeh dan pala yang dapat dijual di kawasan tersebut. Sektor perikanan dapat mendorong produk kuliener berbahan baku sumberdaya perikanan, ada abon ikan, ikan asap dan lain-lain. Pastikan kualitasnya baik, kemasannya baik dan harganya terjangkau.
Ketiga, collaborative action. Rezim pembangunan saat ini berbasis kolaborasi aksi. Para ahli saat ini mendorong kolaborasi pentaheliks yakni kerjasama pemerintah, perguran tinggi, LSM, Swasta, Pers dan Masyarakat. Dengan catatan, kolaborasi dilakukan secara professional tanpa main mata. Masing-masng unsur berperan secara professional dalam tugas sesuai fungsinya. Pemerintah tidak harus mendikte dan bekerjasama untuk membuat skenario seolah-olah terbaik. Biarkan semuanya berjalan normal tanpa embel-embel apapun. Ini akan menjadi pembelajaran yang baik bagi generasi dan legesi terbaik untuk ditindak lanjuti di masa depan. LSM sebagai wadah berhimpun masyarakat menjalankan perannya untuk memberi masukan dan mengkritisi pemerintah jika keliru, sebaliknya pemerintah perlu menjawab secara elegan berbasis data terkait segala yang dikritisi LSM. Tidak perlu ada praktek bungkam membungkam dalam dialektika kolaborasi ini. Pers sebagai salah satu pilar dalam demokrasi harus menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. Menjunjung tinggi etika pers, memberitakan kebenaran atas dasar fakta. Perguruan Tinggi dilibatkan dalam riset dan inovasi untuk membantu pemerintah menjalankan tugas-tugasnya. Dengan begitu, akan mendoorng swasta untuk berinvestasi yang pada akhirnya menambah income dan membuka lapangan kerja. Akan sejahtera masyarakatnya dan pastinya Tidore Jang Foloi bisa terwujud.
Keempat, investasi sektor unggulan. Dengan data potensi berbasis digital yang dimiliki, akan mempermudah investor untuk mengkalkulasi dan memproyeksi kelayakan berusaha di daerah ini. Pemerintah harus mendorong adanya investasi di sektor ungulan seperti paiwisat, pertanian, kelautan dan perikanan.
Semua yang telah terjadi adalah preferensi, yang dihadapi kini dan nanti adalah realitas. Namun kita harus tetap punya harapan untuk bangkit berbenah. Harapan bahwa kota ini perlu tumbuh dan berkembang. Langkah transformatif perlu dilakukan untuk mencapai setiap mimpi dan cita yang tertoreh indah dalam untaian kata-kata visi misi. Siapapun pemimpinnya, akan dikenang karena legaci dalam kepemimpinan. Sejarahlah yang akan menjadi hakim terbaik dalam kehidupan. Semoga Kota Ini Maju dan Sejahtera di bawah panji-panji kebenaran hakiki. (*)