Turut Dibahas Saat Gelar Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan
Beberapa bahasa daerah di Maluku Utara alami ancaman kepunahan.Salah satunya adalah Bahasa Kayoa di Halmahera Selatan. Bahasa serumpun dengan Makeang ini lambat laun tidak lagi digunakan saat berkomunikasi di kampung ini. Setidaknya hal ini juga mengemuka saat digelar Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang dilaksanakan oleh DPRD Provinsi Maluk Utara Sabtu (25/3/2023) akhir pekan lalu.
Kegiatan ini sendiri sebagai bentuk menguatkan pemahaman masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Wakil Ketua DPRD Maluku Utara M Rahmi Husen saat menyelenggarakan kegiatan ini turut menghadirkan pembicara yang menjelaskan kepada masyarakat pentingnya pemahaman Pancasila, UUD 45, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika.
Ali Lating Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah, memaparkan beberapa hal menyangkut menifestasi Pancasila dari keseharian masyarakat.
Sosialisasi yang antusias diikuti warga tersebut, Ali menyebutkan bahwa saripati Pancasila sebenarnya sudah dijalankan masyarakat secara turun -temurun sejak Indonesia belum terbentuk sebagai sebuah negara kesatuan. Hal ini perlu tetap dijalankan dan dipertahankan dalam kehidupan sehari hari. Menurutnya, nilai nilai Pancasila sebenarnya sudah dipraktekan sejak nenek moyang bangsa Indonesia termasuk yang ada di Kayoa ini. “Manifestasi Pancasila itu sudah turun temurun. Nilai nilainya sudah tertanam dalam perilaku masyarakat,” jelasnya.
Sebelumnya, M Rahmi Husen yang berbicara mengawali sosialisasi tersebut, menyampaikan kekuatiraanya atas perkembangan generasi di kampung Guruapin Kayoa. Misalnya terkait penggunaan bahasa daerah sebagai kekayaan budaya dan tradisi setempat yang cenderung ditinggalkan, tidak lagi digunakan warga terutama anak muda.
“Bahasa Daerah itu alat komunikasi antar masyarakat yang majib dijaga dan dilestarikan.Generasi muda Guruapin Kayoa mestinya mempertahankan bahasa daerahnya sebagai bahasa ibu. Karena akan menjadi identitas orang Kayoa,” cecarnya.
Dia lantas kuatirkan kepunahan bahasa ini bisa terjadi. Tanda tandanya juga sudah nyata. Dia cotohkan anak di bawah 15 tahun tidak bisa lagi menggunakan bahasa daerah dalam keseharian maupun berkomunikasi antar mereka. “Itu artinya tidak lama lagi 20 sampai 30 tahun ke depan penutur bahasa Kayoa akan hilang. Ini menyedihkan dan sangat disesalkan. Perlu dicari jalan keluarnya,”harapnya. Caranya dimulai dari rumah, orang tua selalu membiasakan anak mereka menggunakan bahasa daerah dalam komunikasi. Dia bilang tidak boleh dianggap sepele karena cepat atau lambat bahasa daerah Kayoa akan hilang.
Kesempatan ini warga turut mempertanyakan beberapa fasilitas pembangunan di desa ini yang juga urgen segera dipikirkan solusinya untuk segera dibangun. Fasilitas itu berupa ketiadaan lapangan sepak bola. Padahal daerah ini selama ini jadi penyuplai bibit pemain bola, baik local maupun di kancah nasional. (*)
CEO Kabar Pulau