Dikukuhkan Saat Grand Launcing Suaka Paruh Bengkok
Peranan perangkat adat dalam menjaga hutan dan lingkungan di daerah ini sangatlah penting. Ini demi menjaga hutan dari berbagai ancaman, gangguan sehingga tetap lestari. Salah satu perangkat adat itu adalah Bobato Adat Kie Goya di Kesultanan Tidore Maluku Utara. Bobato Adat Kie Goya atau dikenal dengan Bobato yang menjaga hutan dan alam itu memegang peran penting untuk melindungi alam demi kelangsungan anak cucu di kemudian hari.
Kegiatan pengukuhan Bobato Adat Kie Goya ini sendiri digelar bertepatan dengan Grand Launching Suaka Paruh Bengkok Selasa (26/10/2021) di kawasan Suaka Paruh Bengkok desa Koli Kecamatan Oba Kota Tidore Kepulauan. Pengukuhan yang dilakukan langsung oleh Sultan Tidore H Husain Alting Sjah ini, berlangsung khidmat.
Dalam pengukuhan itu ada 24 bobato adat yang berasal dari 22 desa di tiga kabupaten yakni Kota/kabupaten yakni Tidore Kepulauan, Halmahera Tengah, dan Halmahera Timur yang juga merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Tidore, di mana Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata berada.
24 Bobato itu masing-masing Agustinus Sidete Bobato adat Goya desa Durian Oba, Matius Billo Desa Gosale, Dominggus Boeng Kelurahan Akelamo, Abdurasid Ishak Kelurahan Akelamo, Antonius Djumati Desa Koli, Mohtar Thaib Desa Bale, Mahmud Kandari Desa Woda, Hasan Do Muhammad Kelurahan Payahe, Kader Haiyun Desa Kosa, Yordan Doter Desa Kobe, Ardianus Burnama Desa SawaiItepo, Kristofel Hasan Desa Kobe, Stefanus Manginsela Desa Sidanga, Habian Tiak Desa Lili, Syamadani Siri Desa Wayamli, Watia Bulawa Desa Wayamli, Rauf Abubakar Desa Beringin Lamo, Bernadus Ubo Desa Geltoli, Haji Suaib Hi Hasan Desa Wayamli, Kora Urugares Desa Baburino, Syafrudin Yusuf Desa Dodaga, Syafrudin Ahadin Desa Bokimiake, Jem Pulola Desa Dowingi Jaya, dan Joap Togo Desa Inola di Halmahera Timur.
Sebagaimana bunyi surat Keputusan Kesultana Tidore tentang pengangkatan dan pengukuhan dalam jabatan Bobato adat kesultanan Tidore, bahwa menjaga dan merawat nilai nilai adat dan budaya sebagaimana peninggalan para leluhur, maka harus ada kelanjutan atau regenerasi untuk mewarisi dan merawat kearifan local yang telah dwariskan demi menjaga keutuhan wilayah adat dan kelangsungan anak cucu di kemudian hari.
Penetapan Bobato ini sendiri melalui hasil rapat dewan adat tertinggi Bobato Pehak Raha (empat Pihak) yang memutuskan dan menetapkan mengangkat, mengukuhkan dan memberikan gelar sebagai bobato adat kesultanan Tidore yang memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai fungsi jabatan yang diberikan oleh sultan.
Para bobato ini diberikan tugas oleh Sultan untuk membantu mengamankan kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata dan melaporkan bila menemukan adanya indikasi ancaman dan gangguan keamanan di kawasan hutan. Baik hasil hutan maupun satwa liar yang berada di wilayahya masing-masing.
Sultan usai pengukuhan, memberikan nasehat dan wejangan kepada para bobato yang telah dilantik. Menurutnya, tugas dan tanggung jawab yang mereka emban tidak mendapatkan upah atau gaji dalam bentuk uang. Apa yang dilakukan ini adalah bentuk macoou (pengabdian,red) dari para bobato yang juga bentuk pengabdian hamba kepada yang maha kuasa dan alam. Menurut Sultan, karena pengabdian ini tulus maka yang diharapkan adalah keridhaan dari yang maha kuasa demi untuk menjaga dan memperbaiki lingkungan demi anak cucu di kemudian hari.
“Tugas kita menjaga bumi ini untuk diwariskan kepada anak cucu pada 50 sampai 100 tahun ke depan, Jangan sampai suatu saat kelak kita sudah tidak ada dan anak cucu menghujat kita karena meninggalkan warisan alam yang rusak,” ujar Sultan.
Dia bilang lagi, dalam tugas bobato kesultanan di Maluku Utara adalah Macoou yang berarti pengabdian tanpa batas. Ini merupakan bentuk pengabdian terbaik kepada bangsa dan negeri ini. Peran peran yang telah diambil masing masing orang untuk pengabdiannya itu tidak hanya pada sang khalik tetapi juga seluruh alam dan ciptaanya.
Sementara saat grand launcing suaka paruh bengkok yang turut dihadiri Dirjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Ir Wiratno, turut memberi apresasi atas dukungan perlindungan alam yang diberikan pihak kesultanan Tidore. Menurutnya, untuk melindungi alam dan koservasi tidak bisa dikerjakan sendiri oleh KLHK tetapi butuh keterlibatan semua pihak. Salah satu yang yang paling penting adalah seperti perangkat adat yang ada di kesultanan ini. Saat launching bersama Sultan Sekda Provinsi Malut Samsudin Kadir dan Wali Kota Tidore Kapten Ali Ibrahim itu, Dirjen KSDAE juga menyerahkan penghargaan bagi sejumlah pihak yang telah membantu banyak hal untuk Balai Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata. “Hingga hari ini sudah ada 1808 penghargaraan diberikan kepada berbagai pihak yang bersama membantu gerakan konservasi dan perlindungan alam di Indonesia,” ujar Wiratno.
Selain itu ada juga bantuan modal bagi beberapa kelompok masyarakat di sekitar TNAL. Launcing suaka ini terbilang meriah karena secara bebas dikunjungi masyarakat desa sekitar TNAL untuk menyaksikan dari dekat berbagai satwa burung dan wahana yang ada di suaka ini. (*)
CEO Kabar Pulau