Cerita Usaha Ibu- ibu dari Samo Halmahera Selatan
Pagi di awal Agutus lalu itu masih gelap. Bulu kuduk juga belum kelihatan. Ketika melihat catatan waktu di hand phone baru menunjukan pukul 5.40 WIT. Meski masih pagi buta puluhan ibu asal desa Samo Kecamatan Gane Barat Utara Halmahera Selatan itu sudah rame di belakang rumah ibu Jena Abas (65) tahun.
Aksi ibu-ibu ini dikira ada aktivitas pasar di pagi hari. Ternyata itu adalah sebuah tradisi di kampong yang dilestarikan sejak dulu. Yakni baku ambe tangan saling membantu membuat minyak kelapa secara tradisional. Tradisi “baku ambe tangan” atau baku bantu membuat minyak kelapa ini dipupuk sejak dulu. Mereka saling membantu meremas kelapa parut untuk menghasikan santan kelapa yang kemudian diolah menjadi minyak kelapa.
Pagi itu Ibu Jena memarut 400 buah kelapa atau orang kampong menyebutnya 100 ngele. Istilah ngele sendiri memiliki makan satu gandeng kelapa di mana setiap gandengnya ada 4 buah. Artinya jika 100 ngele berarti ada 400 buah kelapa yang diolah pada hari itu.
Para ibu ini ada sebagian memarut daging kelapa yang telah dilepas tempurungnya. Ada juga yang menyiapkan air lalu dicampur ke dalam daging kelapa yang telah diparut kemudia diremas menghasilkan santan. Santan kelapa ini kemudian didiamkan dalam wadah drum plastic selama hamper 24 jam. Jika sudah didiamkan esok paginya mereka tinggal mengambil minyak kelapa yang sudah muncul, kemudian dimasak lagi hingga matang. Jika sudah matang sudah bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Di dalam 400 buah kelapa ini mereka bisa mendapatkan 40 liter minyak kelapa. Sementara hasil minyak sebanyak ini bisa digunakan dalam waktu cukup lama 3 atau 4 bulan. Tidak hanya untuk konsumsi sehari-hari minyak kelapa ini juga sering dijadikan buah tangan atau oleh- oleh untuk keluarga dan sahabat.
Proses yang dilakukan ibu-ibu ini terbilang sederhana tetapi membutuhkan waktu yang agak lama karena mereka harus menunggu sehari agar bisa mendapatkan minyak kelapa. Meski sebenarnya ada cara yang cukup sederhana dan bisa mendapatkan minyak kelapa dalam waktu cepat. Namun selama ini kebiasaan warga mendapatkan minyak harus didiamkan cukup lama. Warga desa ini ternyata belum memiliki pengetahuan bagaiamana membuat minyak kelapa yang cepat. “Ini cara tradisional yang torang (kami,red) bikin tidak ada campuran apa pun,” ujar Norma Husen salah satu anggota kelompok pembuat minyak kelapa kampong. Dia mengaku kalau mereka tahu ada cara pembuatan yang lebih cepat maka akan dibuat dengan proses yang lebih cepat. ”Kami belum tahu prosesnya jadi kami tetap bertahan dengan apa yang sudah dilakukan oleh orang tua turun temurun,”katanya.
Gerakan baku ambe tangan sekarang ini tidak dilakukan secara sendiri sendiri . Pasalnya mereka telah membentuk kelompok ibu –ibu pengrajin minyak kelapa. Saat ini telah terbentuk 8 kelompok pembuatan minyak kelapa kampong. Kelompok ini mengolah buah kelapa menjadi minyak dan selanjutnya dijual ke pasar. Kelompok ini terbentuk setelah mendapatkan pendampingan dari Perkumpulan PakaTiva salah satu LSM local di Maluku Utara yang focus pada isu literasi budaya dan ekologi. Lembaga ini membantu mereka membentuk kelompok ibu-ibu dan memasarkan produksi minyak kelapa yang dihasilkan.” Hampir setiap bulan kami kirimkan produk minyak kelapa ke Ternate. Rata rata 125 liter minyak kelapa murni setiap bulan. Setiap liternya dijual dengan harga Rp25 ribu. Sementara penjualannya menggunakan gallon ukuran lima liter dengan harga Rp125 ribu. Usaha ini sudah berjalan satu tahun belakangan ini. “Hasil dari kelompok pembuatan minyak kelapa ini selain dikonsumsi juga dijual. Disyukuri karena dari setiap anggota kelompok bisa mendapatkan uang hasil penjualan minyak kelapa,” jelas Norma. Ada kelompok yang menyimpan uang dari hasil penjualan minyak tersebut. Uang yang disimpan itu nanti bisa dibagi rata jika sudah memasuki momen puasa Ramadan untuk dibelikan kebutuhan lain disaat menjalankan ibadah puasa.
Tradisi “baku ambe tangan” atau gotong royong membuat minyak ini dilakukan hamper setiap saat. Apalagi jelang puasa dan hari lebaran idul fitri. Aktivitas ini berlangsung hamper setiap hari. Kegiatan ini dilakukan untuk menyiapkan minyak kelapa yang digunakan nanti saat puasa dan lebaran.Karena kebiasaan ini maka ketika dibentuk kelompok pembuatan minyak kelapa, mereka sudah terbiasa.
Hadirnya kelompok pembuatan minyak kelapa ini sedikit banyak dapat mengurangi ketergantungan mereka pada minyak kelapa curah yang dihasilkan dari pabrik minyak kelapa sawit. Di Samo misalnya beberapa tahun sebelumnya para pedagang membeli minyak curah di Ternate dan dijual ke desa Samo tetapi sekarang perlahan lahan sudah dikurangi.
Daeng Mustafa pemilik usaha barang kebutuhan pokok di Desa Samo mengaku, sebelum ada gerakan ini warga selalu membeli minyak curah. Karena itu setiap bulan dia datangkan 2 gallon minyak sawit berkapasitas 60 liter. Namun sejak adanya gerakan pembuatan minyak kelapa ini konsumsi minyak kelapa curah menjadi sangat berkurang. “Sekarang saya hentikan jual minyak kelapa curah karena semakin kurang peminatnya,” ujar Daeng Mustafa.
Dikrektur PakaTiva Faisal Ratuela mengungkapkan dari pendampingan yang dilakukan untuk pembuatan minyak kelapa ini sebenarnya ada banyak manfaat yang dapat dipetiik. Tidak hanya sebagai bentuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari tetapi juga ada nilai social dan tradisi yang terus dilestarikan. Dari sisi social gerakan ini membangun solidaritas social yang belakangan mulai terkikis oleh budaya dan tradisi luar. Di tengah serbuan budaya luar yang menggeser tradisi local sebenarnya ini menjadi wahana untuk menghidupkan tradisi masyarakat local dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. “Kita punya potensi kelapa yang melimpah. Sementara jika hanya mengandalkan kopra yang masih rendah saat ini maka petani akan terus terpuruk.
Pembuatan minyak kelapa oleh kelompok ini hanyalah bagian kecil dari upaya mendorong masyarakat memanfaatkan kelapa menambah modal kebutuhan belanja mereka. Selain itu yang tidak bisa dilepaspisahkan adalah adanya hubungan social dari aktivitas ini,” jelasnya.
Untuk mengembangkan hasil kelapa selain kopra, ada pengembangan dalam pembuatan minyak kelapa. Misalnya pembuatan VCO maupun pembuatan arang tempurung. “Untuk dua produk turunan ini kami sudah membuat pelatihan untuk warga tidak hanya di desa Samo tetapi juga di dua desa lainnya di Gane Barat Utara yakni Gumira dan Posi-posi. Selain menambah produk kelapa juga menananm tanaman sayur mayor. Dia juga mengatakan, PakaTiva mengambil produk minyak kelapa warga ini dan dipasarkan kepada jaringan-jaringan yang ada di Ternate dan sekitarnya. Upaya ini dilakukan untuk membantu masyarakat petani kelapa yang kehidupannya terpuruk akibat harga kopra yang anjok. Pengembangan usaha ini sebagai bagian dari mengajak warga untuk tidak hanya bergantung kepada kopra tetapi juga melakukan diversifikasi produk terutama mengolah bahan yang selama ini hanya jadi sampah kelapa.Usaha yang didorong PakaTiva saat ini tidak hanya di desa Samo tetapi juga ke desa lainnya sepeti Posi-posi dan Gumira. Kegatan ini sudah berlangsung beberapa bulan belakangan ini. “Kami sekarang sudah fokus ke beberapa desa sekitarnya yang melimpah hasil kelapa mereka,” jelas Faisal. (*)
CEO Kabar Pulau