Home / Kabar Kampung / Kabar Kota Pulau

Selasa, 29 September 2020 - 08:51 WIT

Buat Minyak Kelapa Kampong, Lawan Ketergantungan

Cerita Usaha Ibu- ibu dari  Samo Halmahera Selatan

Pagi  di awal Agutus  lalu itu  masih gelap. Bulu kuduk juga belum kelihatan. Ketika melihat catatan waktu di hand phone  baru menunjukan pukul 5.40 WIT.  Meski masih pagi buta puluhan ibu  asal desa Samo Kecamatan Gane Barat Utara Halmahera Selatan itu sudah rame  di  belakang rumah ibu Jena Abas (65) tahun.

Aksi ibu-ibu ini  dikira ada aktivitas pasar di pagi hari. Ternyata itu adalah sebuah  tradisi  di kampong yang dilestarikan sejak dulu. Yakni baku ambe tangan saling membantu membuat minyak kelapa secara tradisional. Tradisi “baku ambe tangan” atau baku bantu membuat minyak kelapa ini dipupuk sejak dulu. Mereka saling membantu  meremas  kelapa parut  untuk menghasikan  santan kelapa yang kemudian diolah menjadi minyak kelapa.

Pagi itu Ibu Jena memarut 400 buah kelapa atau orang kampong menyebutnya 100 ngele. Istilah ngele sendiri memiliki makan satu gandeng kelapa   di mana setiap gandengnya  ada  4 buah. Artinya jika 100 ngele berarti ada 400 buah kelapa yang diolah pada hari itu. 

Sebagian ibu ibu bekerja memarut kelapa/foto ViraDB

Para ibu ini ada sebagian memarut daging kelapa yang telah dilepas tempurungnya. Ada juga  yang   menyiapkan air lalu dicampur ke dalam daging kelapa yang telah diparut kemudia diremas  menghasilkan  santan.  Santan kelapa ini kemudian didiamkan  dalam wadah drum plastic selama hamper 24 jam. Jika sudah didiamkan  esok paginya mereka tinggal mengambil minyak kelapa yang sudah muncul,  kemudian dimasak lagi  hingga matang. Jika  sudah matang sudah bisa digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.  

Di dalam 400 buah kelapa ini  mereka bisa mendapatkan 40 liter minyak kelapa. Sementara hasil minyak sebanyak ini bisa digunakan dalam waktu cukup lama 3 atau 4 bulan.  Tidak hanya untuk konsumsi sehari-hari minyak kelapa ini  juga sering dijadikan  buah tangan atau oleh- oleh  untuk keluarga dan sahabat.

Proses yang dilakukan ibu-ibu ini terbilang sederhana tetapi membutuhkan waktu yang agak lama karena mereka harus  menunggu sehari agar bisa mendapatkan   minyak kelapa. Meski sebenarnya ada cara yang cukup sederhana  dan bisa mendapatkan minyak kelapa dalam waktu cepat. Namun selama ini kebiasaan warga mendapatkan minyak harus didiamkan  cukup lama. Warga desa ini ternyata belum memiliki pengetahuan bagaiamana membuat minyak kelapa yang cepat. “Ini cara tradisional yang torang (kami,red) bikin tidak ada campuran apa pun,” ujar Norma Husen salah satu anggota kelompok pembuat minyak kelapa kampong. Dia mengaku kalau mereka tahu ada cara pembuatan yang lebih cepat maka  akan   dibuat dengan proses yang lebih cepat. ”Kami belum tahu prosesnya jadi kami tetap bertahan dengan apa yang sudah dilakukan oleh orang tua turun temurun,”katanya.

Baca Juga  Ini Problem Pembangunan Kota Pulau Ternate
Daging kelapa yang sudah dibersihkan tempurungnya dan siap diparut/foto ViraDB

Gerakan baku ambe  tangan sekarang ini tidak dilakukan  secara sendiri sendiri . Pasalnya mereka telah membentuk kelompok ibu –ibu pengrajin minyak kelapa.  Saat ini telah terbentuk 8 kelompok pembuatan minyak kelapa kampong. Kelompok ini mengolah buah kelapa menjadi minyak dan selanjutnya dijual ke pasar. Kelompok ini terbentuk setelah mendapatkan pendampingan dari Perkumpulan PakaTiva salah satu LSM local di Maluku Utara yang focus pada isu literasi budaya dan ekologi. Lembaga ini membantu mereka membentuk kelompok ibu-ibu dan memasarkan   produksi minyak kelapa yang dihasilkan.” Hampir setiap bulan kami kirimkan produk minyak kelapa ke Ternate. Rata rata  125  liter minyak kelapa murni  setiap bulan. Setiap liternya dijual dengan harga Rp25 ribu. Sementara    penjualannya  menggunakan gallon ukuran lima liter dengan harga Rp125 ribu. Usaha ini sudah berjalan  satu tahun belakangan ini. “Hasil dari kelompok pembuatan minyak kelapa ini selain dikonsumsi juga dijual. Disyukuri karena dari setiap anggota kelompok  bisa mendapatkan uang hasil penjualan minyak kelapa,” jelas Norma. Ada kelompok yang menyimpan  uang dari hasil penjualan minyak tersebut. Uang yang disimpan itu nanti bisa dibagi rata jika sudah memasuki momen puasa Ramadan untuk dibelikan kebutuhan lain  disaat menjalankan ibadah puasa.

ibu ibu desa Gumira juga sudah mulai mengembangkan pembuatan minyak kelapa/foto ViraDb

Tradisi “baku ambe tangan” atau gotong royong  membuat minyak ini dilakukan  hamper setiap saat. Apalagi jelang  puasa dan hari   lebaran  idul fitri. Aktivitas ini berlangsung hamper setiap hari. Kegiatan ini dilakukan untuk menyiapkan minyak kelapa yang digunakan nanti saat puasa dan lebaran.Karena kebiasaan ini maka ketika dibentuk kelompok pembuatan minyak kelapa, mereka   sudah terbiasa.

Hadirnya kelompok  pembuatan minyak kelapa ini sedikit banyak dapat mengurangi ketergantungan mereka pada minyak kelapa curah yang  dihasilkan dari pabrik  minyak kelapa sawit. Di Samo misalnya beberapa tahun sebelumnya para pedagang membeli minyak curah di Ternate dan dijual ke desa Samo tetapi sekarang perlahan lahan  sudah  dikurangi.  

Daeng Mustafa pemilik usaha barang kebutuhan pokok di   Desa Samo mengaku, sebelum ada gerakan ini warga selalu membeli minyak curah. Karena itu setiap bulan dia datangkan 2 gallon minyak sawit berkapasitas 60 liter. Namun sejak adanya gerakan pembuatan minyak kelapa ini konsumsi minyak kelapa curah  menjadi sangat berkurang. “Sekarang saya hentikan jual minyak kelapa  curah karena semakin kurang peminatnya,” ujar Daeng Mustafa.

Baca Juga  Toyom, Pohon Penyembuh Luka dari Halmahera

Dikrektur PakaTiva Faisal Ratuela mengungkapkan dari pendampingan yang dilakukan untuk pembuatan minyak kelapa ini   sebenarnya  ada banyak manfaat yang dapat dipetiik. Tidak hanya  sebagai bentuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari tetapi juga ada nilai social dan tradisi yang terus dilestarikan.  Dari sisi social gerakan ini  membangun  solidaritas social yang  belakangan mulai terkikis oleh budaya  dan tradisi luar. Di tengah serbuan budaya  luar yang menggeser tradisi local sebenarnya ini menjadi wahana untuk menghidupkan tradisi  masyarakat local dengan memanfaatkan potensi yang dimiliki. “Kita punya potensi kelapa yang melimpah. Sementara  jika hanya mengandalkan kopra yang   masih  rendah  saat ini  maka  petani akan terus terpuruk.

Hasil produk minyak kelapa samo yang dimasak ibu ibu di kampung/fotoViraDB

Pembuatan minyak kelapa oleh kelompok ini  hanyalah bagian kecil dari upaya mendorong masyarakat  memanfaatkan kelapa menambah modal kebutuhan belanja mereka. Selain itu yang tidak bisa dilepaspisahkan adalah  adanya   hubungan social dari aktivitas ini,” jelasnya.

Untuk mengembangkan hasil kelapa selain kopra, ada pengembangan dalam pembuatan minyak kelapa. Misalnya pembuatan VCO maupun  pembuatan arang tempurung. “Untuk dua produk turunan ini kami sudah  membuat   pelatihan  untuk warga tidak hanya di desa Samo tetapi juga di dua desa lainnya di Gane Barat Utara yakni Gumira dan Posi-posi. Selain menambah produk kelapa juga menananm tanaman sayur mayor.   Dia juga mengatakan, PakaTiva mengambil produk minyak kelapa warga ini dan dipasarkan kepada jaringan-jaringan yang ada di Ternate dan sekitarnya. Upaya ini dilakukan untuk membantu masyarakat petani kelapa yang kehidupannya terpuruk akibat harga kopra yang anjok. Pengembangan usaha ini sebagai bagian dari mengajak warga untuk  tidak hanya bergantung kepada kopra  tetapi juga melakukan diversifikasi produk terutama  mengolah bahan yang selama ini hanya  jadi sampah kelapa.Usaha yang didorong PakaTiva saat ini tidak hanya di desa Samo tetapi juga ke desa lainnya sepeti Posi-posi dan Gumira. Kegatan ini sudah berlangsung beberapa bulan belakangan ini. “Kami sekarang sudah fokus ke beberapa desa sekitarnya yang melimpah hasil kelapa mereka,” jelas Faisal. (*)

Share :

Baca Juga

Kabar Kota Pulau

Temuan KNTI, Masyarakat Pesisir Semakin Tersisih

Kabar Kampung

Bacarita Pangan Lokal Maluku Utara

Kabar Kota Pulau

Keren,,,Ini Cara Bangun Kesadaran Lingkungan Kaum Muda

Kabar Kota Pulau

Kampanye Hari  Air Sedunia Lewat Konten Digital

Kabar Kota Pulau

Ekspor Cengkih Tidore ke Eropa, Dasar Hari Rempah Nasional

Kabar Kampung

Punahnya Sumber Daya Genetik Pangan Orang Tobaru

Kabar Kampung

Toyom, Pohon Penyembuh Luka dari Halmahera

Kabar Kota Pulau

KLHK dan Warga Tanam Mangrove di Desa Toseho Tidore Kepulauan