Home / Kabar Malut

Sabtu, 15 Agustus 2020 - 08:52 WIT

Cara Menyiapkan Warga Adaptif Ketika Bencana (2 habis)

Membangun reseliensi di tingkat komunitas (Foto: Bentara Papua)

Membangun reseliensi di tingkat komunitas (Foto: Bentara Papua)

Bagaimana Melakukannya di Komunitas?

Bencana baik alam maupun non alam berdampak cukup serius bagi warga.  Pandemi Covid-19 misalnya, membuat hampir semua orang menjadi kurang produktif.  Pemenuhan kebutuhan hidup di masa pandemi pun  jadi tantangan.   Warga menjadi sangat rentan terutama  dalam memenuhi kebutuhan pangan. Karena itu perlu membangun  ketangguhan. Menata kembali kehidupan sosial dan lingkungan, yang tahan   goncangan  bencana baik alam maupun non alam.    

Setidaknya hal ini mengemuka dalam seri diskusi webinar online oleh Yayasan EcoNusa bersama lembaga mitra  di Maluku Utara dan Papua,   Mei lalu. Mengusung tema “Membangun Resiliensi Warga,  menghadirkan  Ahmad Mahmudi peneliti  dari  Lembaga Pengembangan Teknologi Perdesaan (LPTP), Dony Cahyono dosen UGM dan Insist Jogjakarta.  Sementara  lembaga  di tingkat tapak, adalah Direktur Perkumpulan Paka Tiva Maluku Utara Faisal Ratuela dan  Yanuairus Anouw  Wakil Direktur   Bentara Papua.   Dua lembaga ini  melalui aktivitas local, telah mendampingi  warga   menanam, riset hingga ragam  pendidikan bagi warga  di lapangan.

Lantas seperti apa pelaksanaanya di lapangan? terutama untuk kelompok komunitas?      

Soal ini Bagi Dony Cahyono ,masyarakat diakui secara konstitusional memiliki keragaman mempertahankan hajat hidupnya. Berlaku prinsip rekognisi Negara dan prinsip kerja subsidiaritas. Baik komunitas  desa maupun masyarakat hukum adat. Mereka tetap terikat pada huukum Negara. Hanya saja katanya menjalankan tatanan setempat sebagai cara mengatur peri kehidupan menjadi penting. “Kita perlu melakukan  kontekstualisasi, revitalisasi, dan menempatkan hukum ulayat dan istiadat desa sebagai norma positif,” katanya.

Berhubungan dengan  pengamalan konsepsi berdikari secara ekonomi, dalam hal investasi asing  atau pun barang-barang impor yang dibutuhkan, semestinya hanya menjadi pelengkap atau contoh awal. Sebaliknya, kebutuhan dasar dan pokok harus diusahakan dengan  mengolah dan mengembangkan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah. Tentu menggunakan  tenaga- tenaga terdidik yang dimiliki.  “Kita perlu mengamalkan ajaran swadeshi dan memandang  pasar sendiri, bukan menjadi pasar bagi produk asing,” katanya.   

Ini butuh pengamalan dalam strategi kerja di  komunitas. Dia bilang dengan prinsip hak asal usul dan  kewenangan skala desa, semestinya komunitas hukum terbawah  mampu mengontrol sumberdaya yang  dapat digunakan  untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.  Mengembangkan model usaha koperasi produksi sector hulu–hilir untuk kebutuhan pangan dan papan, dan koperasi jasa untuk kebutuhan lain.  Untuk produksi sector hulu  pada kebutuhan pangan dan papan, perlu cermat menggunakan dana masyarakat, dana desa, dan dana Negara yang digunakan untuk kewenangan (sentraliasi, konsentrasi, tugas) yang dilaksanakan di Desa sehingga efisien dan efektif.

Pengamalan prinsip anti korupsi juga harus berjalan. Sistem tabungan dan gotong royong  modal perlu diterapkan dengan mengaktualisasikan kemungkinan adanya system local yang telah hidup sebelumnya. Seperti Tabungan Ternak kecil, Ternak sedang, ternak besar dan pemanfaatan berbagai bentuk lahan. Termasuk diantaranya hutan, baik dengan skema perhutanan  social atau lainnya.

Berkepribadian  secara social  budaya menurutnya, penting ditumbuh- kembangkan agar  tidak terombang- ambing oleh semua hal yang berbau baru dan asing.  “Kita punya kekayaan social dan budaya luar biasa kaya dan beragam. Ini harus kita kembangkan dalam rangka mewujudkan kepribadian bangsa. Kita harus menjadi bangsa besar dan kuat, dengan terus mengembangkan kekayaan sosial-budaya yang  kita miliki,” jelasnya.  

Pengamalan dalam strategi kerja di komunitas,  di mana azas hidup yang pokok adalah kearifan local dan kemanusiaan yang universal. Gotong royong  dalam berbagai bentuk kontribusi dapat dikembangkan. Mengeliminir kecenderungan menafsirkan adil  dan sama. Di sisi lain, keunikan cara membangun keadilan di suatu komunitas, wajib diusahakan dengan menyerap prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang menjaga martabat manusia secara universal. Pengaruh kehidupan social dari ajaran agama dan ideologi perlu dilaksanakan dengan menjaga kearifan dan kemanusiaan, sedemikian rupa sehingga ajaran social budaya local  dipertahanankan tetap terlaksana dengan  tidak mengaburkan tujuan utama untuk keadilan sosial.  Termasuk dalam hal keadilan jender  dan pembangunan yang  inklusif.

Baca Juga  WALHI: Investasi Massive Mengarah ke Timur

Direktur Paka Tiva Faisal Ratuela dalam diskusi itu menjelaskan beberapa hal yang telah dikerjakan di lapangan. Terutama membangun reseliensi warga di tingkat tapak. Dia bilang,  pengalaman yang dikerjakan di Desa Samo  Gane Barat Utara, Halmahera Selatan  Provinsi Maluku Utara,  bisa  membantu warga menyiapkan pangannya.  Luas  desa   hanya 4 ribu hektar lebih dengan tiga wilayah, yakni  pemukiman, hutan dan kebun. Saat ini  warga mulai membangun pangannya terutama padi ladang yang   telah lama tidak ditanam lagi.  Tidak itu saja pangan local ikut diusahakan.   

Kampung  dengan 621 jiwa itu  awalnya memanfaatkan hasil hutan dan membangun kebun pangan. Kebun juga sebagai sumber ekonomi.  Mereka    ikut memanfaatkan hasil hutan non kayu. “Masyarakat  desa  ini bisa mewakili tipe masyarakat Maluku Utara  dalam  memanfaatkan  hutan, serta   perkebunan untuk tanaman tahunan seperti kelapa, kakao pala dan cengkih dan kebun untuk pangan,”  jelas Faisal.

Dia cerita,  warga   terpuruk pangannya ketika  investasi HPH ke desa itu  1980- an sampai 2000   yang mengelola wilayah konsesi mencapai 30 ribu hektar. Izin HPH ini kemudian membuka kawasan hutan  sebagai sumber kehidupan warga.  Masuknya investasi  ini  turut menggeser pola  hidup masyarakat. Dari sebelumnya  terbiasa menanam  tanaman pangan,  beralih menjadi membeli bahan pangan.  “ HPH PT Taiwi meninggalkan desa itu sekira tahun 2000.  Ketika itu kebiasaan warga menanam pangan menjadi  hilang dan hanya mengandalkan hasil tanaman tahunan. Hasil panen tanaman tahunan  ini membeli bahan pangan. 

Kemudian 2016 masuk lagi rencana IUPHK PT Nusa Pala Nirwana  dengan luas konsesi mencapai 28 ribu hektar.  Seturut dengan itu,  2018 harga komoditi  kopra jatuh ikut memukul kehidupan warga. “Sebelum masuk  investasi, masyarakat punya ketahanan terhadap pangan terutama sagu. Bahkan setiap tahun warga juga dua kali menanam padi ladang.  Pasca investasi mereka tidak lagi menanam tanaman pangan,” jelasnya. Warga lebih banyak menanam tanaman tahunan  bertujuan menghasilkan uang.  

Masuknya investasi sector kehutanan membuat pola ketergantungan berharap tanaman tahunan 3 kali produksi setahun. Padahal  sebelum masuk  investasi, kebutuhan pangan warga  bisa terpenuhi. Di fase  ini sangat  rentan. Apalagi  harga kopra jatuh membuat masyarakat tidak memiliki pegangan. Kondisi mereka juga rentan terhadap kemiskinan. Lebih menyengsarakan warga adalah masuknya program  ternak sapi dari pemerintah provinsi Maluku Utara  malah menjadi hama karena menyerang tanaman masyarakat.  Akhirnya sumber pangan warga ikut ludes. “Saat harga kopra belum beranjak  dan   hama  yang didatangkan  pemerintah itu,  membuat warga makin menderita,” imbuhnya.

Tahap ketiga lembaga Paka Tiva mencoba berkolaborasi mendamping warga menanam pangan dan mengelola tanaman perkebunan yang sudah dimiliki. Dari proses  ini berjalan satu tahun mulai  ada hasil. Warga perlahan mulai menyadari kerentanan  yang mereka mereka. “Ada 8 kelompok tani yang didampingi, sudah berhasil memanen padi  untuk kebutuhan mereka. Menanam padi ladang  sebenarnya sudah jadi tradisi warga setempat turun- temurun,” jelasnya  

Dia  bilang dampak investasi tidak hanya mengubah pola pertanian warga, dampak lingkungan juga  muncul. Fakta- fakta  di lapangan pasca 2000- an, terjadi degradasi lingkungan   luar biasa.   Misalnya, ketika hujan terjadi banjr.

Soal pangan, pandemi ini sebenarnya membuka mata publik Maluku Utara,  bahwa ketersediaan pangan begitu penting.  Ini karena Maluku Utara berharap  pasokan pangan dari Jawa dan Sulawesi. Otomatis  pendemi ini membuat harga pangan  menjadi naik. “Patut disyukuri  di Samo sudah ada warga menyiapkan pangan mereka. Ini menjadi modal memenuhi kebutuhan pangan sehari hari.  Kami memastikan hutan tetap terjaga dan masyarakat  bisa menanam  pangan untuk kebutuhan,” ujar Faisal.

Baca Juga  Maluku Utara Masuk Wilayah Ancaman La Nina

Di masa pandemi Covid-19 ini dari hasil panen warga mereka  bisa  saling membantu. Terutama   warga yang tidak mampu  terutama para janda para lanjut usia  dibagikan beras hasil panen mereka untuk meringankan beban warga yang lain. “Kita  berbagi   meski pun sedikit  untuk saling meringankan beban,” ujar Husen salah satu anggota kelompok tani   dihubungi  dari Ternate.

Cerita membangun adaptasi warga juga disampaikanYanuairus Anouw Wakil Direktur  Pusaka Bentara Papua. Dalam diskusi online seri kedua  Senin  (11/5/ 2020) lalu, dia menggambarkan kerja di lapangan  yang mereka lakukan saat ini untuk  beberapa komunitas  di Sorong Selatan, Pegunungan Arfak,  Raja Ampat  dan Manokwari Papua Barat.  Di bilang  di Sorong selatan misalnya mereka mengidentifikasi   potensi  local yang dikembangkan  untuk  komunitas dampingan mereka. Misalnya, potensi di bidang pertanian terutama pangan local.  Misalnya sagu, keladi, ubi jalar, singkong dan pisang. Sementara  jenis hortikultura   misalnya sayur-sayuran buah buahan dan tanaman  obat.. Begituh juga dengan  sumberdaya hutan. Di Sorong Selatan banyak potensi  bisa dimanfaatkan.  Semisal   hasil hutan non kayu  ada dammar, rotan,  bambu, dan  kulit kayu untuk pembuatan  noken. Sementara  hasil hutan jenis kayu,misalnya  merbau, kayu matoa dan kayu putih.

“Di Sorong Selatan yang sudah kita lakukan untuk pendampingan di tingkat tapak, bahkan  sudah ada hasil misalnya, membuat demplot dan menggerakan masyarakat  menanam  tanaman.  Baik  hortikutura maupun  mengolah pangan local seperti sagu,” jelasnya. Bahkan warga komunitas juga  dilatih  membuat diversifikasi  produk olahan sagu. Diakui memang saat ini masyarakat di daerah dampingan mereka ada mengkonsumsi beras yang   didatangkan dari luar daerah.  Studi kasus di salah satu desa dampingan  yakni Desa Mlaswat  dari 209 jiwa mereka mengkonsumsi beras mencapai  667 kilogram setahun.

Hal sama juga dilakukan di Kabupaten Pegunungan Arfak. Di sini ada beberapa sumberdaya local  dikembangkan. Terutama potensi pertanian untuk pangan lokal teruatama ubi jalar dan keladi. Sementara  jenis hortikultura  sayur, buah-buahan dan tanaman obat juga ikut dikembangkan. Yang menarik di pegunungan Arfak  memiliki potensi kopi arabika dan buah alpukat yang mulai dikembangkan. “Potensi ini coba dikembangkan bersama warga dampingan. Begitu juga potensi tanaman perkebunan serta  perikanan air tawar yang dimiliki daerah ini,” jelasnya.

Menurut Anouw warga daerah ini telah didampingi dan berhasil menanam berbagai jenis hortikltura.  Misalnya wortel  kentang juga berhasil dikembangkan petani  di pegunungan Arfak.

Hal yang sama juga dilakukan di Kabupaten Raja Ampat. Bentara Papua telah menginsiasi berbagai kegiatan  bersama komunitas di tingkat tapak. Terutama dalam upaya memperkuat ketagguhan warga di bidang pangan. Ada berbagai potensi yang dimiliki, terutama  pangan local seperti sagu, keladi dan pisang.

Selain itu ada juga pengembangan tanaman hortikutra dan buah buahan. Daerah ini juga punya potensi perkebunan seperti kelapa dan coklat. Sementara potensi lautnya  terutama  ikan dan lobster  juga melimpah. “Banyak hal telah dilakukan  Bentara di  Raja Ampat,” ceritanya.

Anouw juga menjelaskan kerja kerja mereka di Papua Barat terutama  di  Manokwari, mereka mengembangkan hal yang sama  dengan kabupaten lainnya. Sekaligus membantu memasarkan produk  dari komunitas dampingan. Tidak itu saja kerja- kerja Bentara juga ikut mengedukasi warga komunitas  di mana mereka bekerja. Hasilnya berbagai produk pangan maupun  hasil olahan pangan local telah dikembangkan. Ambil contoh tepung sagu dan kopi yang kini telah dikembangkan sebagai industri kerajinan  warga. (*)

Share :

Baca Juga

Buah pala yang belum dipanen

Kabar Malut

Maluku Utara Kaya Rempah, Minim Pangan Fungsional

Kabar Malut

Kawasan Konservasi di Malut Terancam Industri Tambang?

Kabar Malut

Di Hari Bhakti Rimbawan, Diingatkan Jaga Hutan dan Perubahan Iklim

Kabar Malut

Temuan Ngengat Baru, Matikan Cengkih Petani

Kabar Malut

Mata Air Ake Gaale Berubah Menjadi Air Mata Warga

Kabar Malut

Kayanya KKP Kepulauan Sula di Maluku Utara

Kabar Malut

Kepastian Ake Sagea “Tercemar” Tunggu GAKKUM KLHK
Kampanye WALHI soal isu pesisir dan laut

Kabar Malut

WALHI: Investasi Massive Mengarah ke Timur