Home / Kabar Kampung

Kamis, 27 Agustus 2020 - 17:23 WIT

Cerita Warga Mengolah Aren, Melindungi Hutan Halmahera

Fadli Hafel saat menunjukkan pohon aren yang siap diolah. Foto: Mahmud Ici/kabarpulau

Fadli Hafel saat menunjukkan pohon aren yang siap diolah. Foto: Mahmud Ici/kabarpulau

Hari masih gelap di akhir  Februari lalu, ketika Fadli  Hafel (34) sudah harus berjalan sekira tiga kilometer dari rumah di kampung Samo  Gane Barat Utara Halmahera Selatan, menuju hutan desa itu mengambil air nira dari pohon aren. 

Sejak pagi sekira pukul 06.00 WIT, dia sudah keluar dari rumah mengambil   air nira yang  ditadah menggunakan ruas bambu yang panjangnya kurang lebih 1 meter, bergelantung di tandan buah aren yang sudah disayat. Fadli harus ke luar pagi buta karena jika lewat waktu hingga pukul 09.00 Pagi  maka air nira terasa asam dan tidak bisa diolah menjadi gula.

”Kalau torang (kita, red)  terlambat ambil maka hanya bisa jadi cuka, tidak bisa diolah menjadi gula,”kata Fadli mengawali pembicaraan. Pekerjaan mengolah pohon aren ini juga tidak mudah, karena harus memanjat pohon  enau menggunakan tangga dari pohon bambuyang tingginya 6 sampai 7 meterdisandarkan di batang pohon.

Air nira itu semalam ditadah dari buah pohon enau yang telah disayat tangkai buahnya, kemudian ditampung dalam ruas-ruas bambu. Setelah  itu lalu  dibawa ke tempat penampungan di kebunnya untuk direbus di sebuah kuali besar  hingga  mendidih dan tersisa air  yang mengental menjadi gula aren.

Sebelumnya ada satu jenis bunga pohon same warga lokal menyebutnya di taruh dalam air nira sebagai bahan pengental.  Gula aren yang sudah mengental, didinginkan dalam wadah wadah yang terbuat dari tempurung kelapa dan dibiarkan mengeras. Setelah itu dilepas dan dibungkus menggunakan daun woka muda (livistonia) lalu dipasarkan di kampung. 

Gula yang dihasilkan, kini tak lagi menjadi  pendapatan sampingan.  Karena  hasil   mengolah pohon  yang dianggap tak bermanfaat oleh warga kebanyakan itu, sudah menjadi sumber kehidupan  utama turun temurun.

“Sehari  ada 40 buah gula aren  dihasilkan. Di mana per buahnya dijual Rp 10 ribu,” kata Fadli ditemui di tempat pengolahan gula aren. Artinya dalam sehari dia sudah menghasilkan uang paling kurang Rp400 ribu. Setiap hari saya sudah tahu ada simpan uang sekitar Rp200 ribu dari membuat gula aren ini,” jelasnya.

Usaha  yangdigeluti  ini dikelola  sudah hamper 25 tahun. Bahkan sudah terbilang cukup lama di kampung tersebut. Usaha ini  ini tetap bertahan hingga kini. Fadli sebenarnya tidak sendiri menjalankan usaha ini, karena untuk urusan memasak sampai jadi gula ikut dibantu istri dan adik perempuannya. Usaha gula merah ini sebenarnya,  dikerjakan oleh ayah Fadli,Hafel Hasyim (63) tahun. Namun seiring usia yang menua dan tak kuat lagi naik turun pohon  aren, Fadli lalu mengambil alih peran  melanjutkan usaha ini.  

Dalam menggeluti usahanya Fadli mengaku belum sulit mendapatkan bahan bakunya karena,pohonaren masih banyak tumbuh liar di hutan-hutan daratan pulau Halmahera. Apalagi di desa ini,  yang mengolah air nira menjadi gula  juga belum banyak. Desa  dengan penduduk 166 Kepala Keluarga (KK) ini,hanya satu keluarga Fadli yang menggeluti profesi ini. Selain mengelola pohon aren juga memanen kelapa yang diolah menjadi kopra serta mengusahakan kebun untuk tanaman pangan seperti padi, singkong dan pisang.

Baca Juga  Kemandirian Desa Jangan jadi Nyanyian

Saat ini  meski sumberdaya masih banyak di hutan,  Fadli sudah berpikir  perlu ada regenerasi tumbuhan liar ini. Seiring waktu berjalan,tidakboleh hanya mengeksploitasi hasil  dari hutan  tetapi  melestarikan dan menjaganya karena nanti menjadi aset sekaligus ikut melindungi hutan di wilayah ini.

Karena itu juga sejak beberapa tahun lalu mulai melindungi dan merawat pohon aren  yang tumbuh liar di kampungnya. “Kita sudah mulai dengan merawat yang tidak jauh dari lahan-lahan kebun yang kita usahakan,” kataya.

Meski warga kampungnyabelum menganggap pohon ini  menjadi mesin penghasil uang, karena  hanya mengharapkan pohon kelapa,cengkih dan   tanaman tahunan lainnya menjadi sumber kehidupan,namun Fadli  telah memanfaatkan aren sebagai  sumber pendapatan keluarga. “Karena  sudah menjadi sumber hidup,Fadli dan ayahnya telah merawat pohon-pohon enau yang tumbuh di hutan terutama dari lahan- lahan kebun  mereka.

Bagi Fadli tak mungkin hanya mengharapkan  enau tumbuh liar. Karena  bisa mati atau ditebang jika ada yang membuka lahan. Mulai darihutan sekitar kebun dan  tempat pengolahan gula sudah ada ratusan pohon enau dirawat  dan tumbuh secara baik.

“Pohon-pohon enau itu nanti mengganti  yang telah diproduksi. Ini investasai ke depan. Karena itu  harus menjaga dan merawatnya. Tidak mungkin hanya mengharapkan enau yang tumbuh liar. Dengan begitu  kita tidak perlu berjalan  jauh di hutan  mencari pohon enau   memproduksi air nira,”.

Fadli Hafel, Pengrajin Gula merah

Saat ini pohon-pohon enau yang diolah, masih tumbuh liar belum dibudidayakan. Tetapi seiringwaktu ketika hutan mulai dibuka untuk kebun atau kepentingan lainnya,  dipastikan  pohon enau yang ada juga ikut  berkurang.  Karena itu sudah harus dipikirkan jalan ke luarnya dengan merawat dan melindungi anakan yang tumbuh liar.

“Saya tidak hanya mengambil nira dari aren yang saat ini diproduksi. Jika ada anakan yang sudahbesar mulai dibersihkan dan dirawat. Tujuannya  menjadipengganti pohon induknya suatu saat nanti,” jelasnya.

Fadli mengaku saat ini  masih harus berjalan lumayan jauh. Satu hingga dua kilometer  mencarienau  yang tumbuh liar  dan diambil air nya. Tetapi  jika dimulai dengan melindungi anakan  yang tumbuh di sekitar kebunnya atau  kebun milik keluarganya,  maka  suatu saat dia tidak  perlu lagi berjalan jauh mencari enau liar untuk diolah. 

Dia lantas mengatakan,  dengan mulai merawat dan melindungi pohon aren ini, bisa menjadi warisan di kemudian  hari  bagi penerusnya. Artinya kata diaselain ikut  melindungi pohon-pohon di hutan, juga menjadi asset di kemudian hari.

“Hari ini mungkin masih mudah mendapatkan pohon aren karena di hutan masih banyak. Tetapi orang tidak berpikir 20 sampai 30 tahun ke depan ketika penduduk makin banyak dan hutan makin berkurang,” jelasnya lagi.

Doa bilang saat ini belum banyak orang menganggap pohon aren menjadi sumber penting menopang hidup. Ini karena hanya diambil airnya untuk dibuat gula. Sementara  ijuk, lidi dan buahnya belum dimanfaatkan menjadi salah satu sumber pendapatan warga.  Orang ambil ijuk hanya bikin tali. Tetapi itu juga jarang karena tak banyak yang paham membuat tali gomutu ( tali iuk,red). Dalam hal pemanfaatan buah juga, warga  desa ini belum mengusahakan  karena mereka  belum tahu cara mengolahnya meskipun terbilang sangat sederhana.

Baca Juga  Di Ekspedisi Maluku Warga Suma Makean Dapat Layanan Kesehatan dan Saprodi

“Warga di sini belum  tahu karena memang tidak ada orang   membuatnya,” kata Fadli.

Ternyata potensi besar hasil hutan non kayu ini juga belum diidentifikasi  seberapa besar  dimilliki  desa ini . Pohon enau bahkan ada yang ditebangi saat dibuat kebun. Padahal sangat potensial untuk menambahpendapatan masyarakat.   

“Warga  yang buat  kebun  jika   di dalam lahan  ada pohon aren  pasti ditebang karena dianggap tidak memiliki manfaat. Baru sebagian kecil warga pahampohon enau memiliki banyak manfaat.Tak hanya  air nira. Buah enau katanya  bisa dimanfaatkan untuk  campuran es tetapi di kampung belum ada yang membuatnya,” ujarnya lagi.

Perkumpulan Pakatifa sebuah lembaga non profit yang bekerja mendampingi warga  desa ini dalam  program community forest, mencoba  mendukung upaya warga lokal memanfaatkan hasil alam dan pengelolaan lahan warga tempatan dalam  hamper dua tahun ini,  menemukan potensi penting  mendukung ekonomi warga dari hutan belum menjadi perhatian  untuk dikembangkan. Dalam hal jumlah potensi misalnya, sampai saat ini belum diidentfikasi. Lahan-lahan perkebunan maupun hutan-hutan sekunder daerah ini, meski banyak ditumbuhi tumbunan dengan nama latin arenga piñata itu belum mendapatkan perhatian.

Direktur Perkumpulan Pakativa Faisal Ratuela menjelaskan, dalam mendampingi warga satu hal yang ikut didorong adalah potensi sumberdaya alam, bisa bermanfaat bagi peningkatan pendapatan dan mendorong warga mengawetkan alam. Pembuatan gula aren sebagai salah satu program  yang didampingi lembaga ini, ternyata memberikan manfaat luar biasa tidak hanya dalam menambah pendapatan masyarakat, tetapi juga mendorong masyarakat melindungi hutan dan alam.

“Waktu kami masuk ke sini menemukan hanya satu warga mengolahair nira menjadi gula merah. Yang disyukuri, mereka juga sudah mulai merawat pohon aren untuk regenerasi. Ke depan kita akan dorong untuk diversifikasi produk tidak hanya gula aren,” ujarnya.

Apa yang dirintis Fadli dan keluarganya,  dengan  menjaga dan merawat  pohon  aren yang tumbuh liar  di hutan, menunjukan warga sudah berpikir tentang kelestarian. Ini menjadi contoh baik,  bahwa warga tidak hanya mengeksploitasi hasil yang disediakan alam atau hutan, tetapi sudah berpikir melesatarikannya. Berbeda dengan  korporasi atau pengusaha,ketika  masuk  ke  suatu tempat  akan membongkar hutan dan merusak sesuai keinginannya tanpa mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan.

“Bagi kami apa yang dilakukanwarga inisebuah bentuk menjaga alam tetap lestari. Meskipun kecil,mereka sudah ikut menjaga hutan,”imbuhya.(*)

Share :

Baca Juga

Kabar Kampung

Bangun Desa Harus Dimulai dari Tata Ruang

Kabar Kampung

Serunya Kegiatan Halmahera Overland 4×4

Kabar Kampung

Dua Masalah di Tiga Pulau Halmahera Selatan   

Kabar Kampung

Mengunjungi Mayau, Pulau Terluar Kota Ternate (1)

Kabar Kampung

Warga Kasubibi Kembangkan Padi Ladang

Kabar Kampung

Warga Hasilkan Produk Pangan dari Sagu dan Enau

Kabar Kampung

Sisir Pulau dan Kampung Layani Warga

Kabar Kampung

Dari Mana Kenari Makean Berasal ?