Forum adat di bawah Kesangadjian yang berada di Halmahera Timur diinisiasi pembentukannya oleh masyarakat. Gerakan yang dilakukan Kesangadjian Bicoli dan turut menghadirkan Sangaji di Maba itu dilaksanakan pada 27 dan 28 Desember 2024 lalu. Forum Adat Kesangadjian ini merupakan yang pertama di Halmahera Timur.
Kegiatan itu itu dipusatkan di Balai Desa Wayamli, Halmahera Timur Maluku Utara. Dalam pelaksanaan kegiatan itu, para tetua dari masing-masing daerah sekitar berdatangan. Sebagian mengenakan baju adat. Ada juga pemerintah desa. Selain ini, ada keterwakilan masayrakat adat O’Hongana Manyawa, atau Suku Tobelo Dalam dari Desa Lili.
Acara ini terselenggara atas dukungan LSM Fala Lamo, yang tiga tahun terakhir bersama warga memetakan potensi wilayah perikanan hingga sosial budaya di daerah Bicoli dan sekitarnya.
Jefferson Tasik, Executive Director Fala Lamo mengatakan, secara khusus dari pelaksanaan Forum Adat ini adalah: Penguatan fungsi dan peran kelembagaan adat dalam struktur adat Kesangdjian Bicoli.
“Dalam forum ini, mendiskusikan sikap masyarakat adat Kesangadjian Bicoli terhadap berbagai isu sosial budaya dan lingkungan yang berkembang dalam wilayah adatnya saat ini,” kata Jefferson Senin (30/12/202) lalu.
Dia turut berharap dari Forum Adat yang pertama kali diselenggarakan ini, dapat melihat kelengkapan struktur kelembagaan adat di seluruh desa pesisir di Bicoli, hingga kesepahaman fungsi dan peran kekinian serta kesepakatan kelembagaan adat kesangadjian Bicoli untuk merespons bebagai isu sosial-budaya dan lingkungan dalam wilayah adatnya secara bersama-sama.
Selama dua hari kegiatan, dan acara pembagian kelompok, perangkat adat masing-masing wilayah turut menyampaikan masalah yang mereka hadapi saat ini. Misalnya terkait struktur kelembagaan dari pihak kesultanan, yang masih ganda, begitu juga peran mereka. Hal ini jika tidak diselesaikan bisa menjadi masalah di kemudian hari.
“Forum adat ini penting diadakan agar semua dapat duduk bersama menyelesaikan masalah dan memberikan rekomendasi pada pihak Kesultanan Tidore,” kata Sangaji Bicoli Samaun Seba. Dia mengatakan, di Wayamli misalnya, hanya ada struktur adat Kimalaha. Padahal seharusnya jika berada di bawah strukur Sangaji Bicoli, maka posisis mereka adalah Kapita Lao di Wayamli. Ini pun menjadi bahan diskusi di Forum Adat tersebut.
“Untuk itu terkait struktur adat akan dibentuk kembali sehingga menjadi baik dan rapi di setiap desa, yang menjadi wilayah Sangaji Bicoli,” ujarnya.
Sekretaris Desa Wayamli Abbas Yusuf menjelaskan kegiatan seperti ini harusnya dibuat lebih besar lagi dan berkelanjutan karena sangat baik dan bernilai positif bagi masyarakat dan Pemerintah Desa. Dari hasil diskusi dalam forum adat itu diharapkan menjadi satu rekomendasi kepada masyarakat adat pesisir,” kata Abbas.
Sementara Habian, selaku Dimono (orang yang dituakan) Masyarakat Adat O’Hongana Manyawa di wilayah Desa Lili mengatakan, forum adat ini, memperkuat hak mereka selaku masyarakat adat, yang wilayah mereka kini berhadapan dengan izin konsesi pertambangan.
Habian yang juga kepala Desa Lili itu bilang, kehidupan mereka tidak bisa dipisahkan dengan hutan dan sungai. Sebab itu, dia berharap, forum adat ini, terus dilakukan agar masyarakat adat di Maluku Utara menjadi perhatian serius pemerintah. “O’akere de O’Fongana mea wowango mangii (Sungai dan hutan adalah tempat hidup kami),” singkatnya.
Melalui pertemuan dan diskusi panjang selana dua hari dalam Forum Adat itu, lahirlah lima rekomendasi yakni
Pertama, Penguatan pengetahuan dan pemahaman tentang sejarah kesangadjian (termasuk Soa), struktur kelembagaan adat dan regenerasi kepemimpinan/tokoh adat.
Kedua, Penegasan tata batas wilayah adat sangadji di darat/hutan dan laut
Ketiga, Penguatan aturan adat tentang tanah, hutan dan perairan
Kempat Perlindungan ekosistem hutan, sungai , pesisir dan laut dalam wilayah adat sangadji.
Kelima, Reclaiming wilayah hutan dan perairan ada.
CEO Kabar Pulau