Penangkapan dan penjualan satwa liar dilindungi di Maluku Utara untuk jenis burung, masih saja berlangsung. Tahun 2023 burung paruh bengkok yang diamankan BKSDA ditambah penyerahan suka rela sebanyak 35 ekor. Burung-burung tersebut telah dilepasliarkan pada November 2023 di Pulau Obi. Sebelumnya pada 21 Oktober 2023 Kantor Karantina Tumbuhan dan Hewan Wilayah Kerja Sanana mengamankan 26 ekor paruh bengkok dan diserahkan ke BKSDA dan sudah dilepasliarkan kembali di Obi.
Dari penangkapan itu ada 26 ekor paruh bengkok jenis Kasturi Ternate dan 10 ekor Nuri bayan merah diamankan petugas Karantina Sanana Kepulauan Sula. Puluhan ekor jenis Lorius garrulus dan Eos bornea ini diamankan di atas Kapal Motor Aqua Star dari Pulau Obi, Halmahera Selatan yang hendak menuju Banggai, Sulawesi Tengah. Burung nuri ini ditemukan dalam kandang saat petugas lakukan pengawasan lalulintas kapal. Pihak Karantina Ternate Wilayah Kerja Sanana kala itu menyebutkan saat mereka lakukan pemeriksaan mendengar ada kicauan burung karena itu mereka memastikan. Benar saja ada 26 burung akan diselundupkan ke luar Maluku Utara. Sayangnya pemilik burung tidak diketahui pasti. Burung-burung itu selanjutnya ditahan dan diserahkan ke BKSDA Resort Sanana.
Sementara awal 2024 ini yakni Rabu (13/2/2024) 13 ekor burung kembali diamankan petugas Seksi Konsrvasi Wilayah (SKW) Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Ternate. Burung- burung ini diduga dibawa dari Pulau Obi Kabupaten Halmahera Selatan menggunakan kapal ke Ternate. Burung ini ditemukan dalam kapal penumpang KM Sumber Raya 04 yang melayari rute Obi- Kupal (Bacan) ke Ternate.
Burung yang diamankan itu masing-masing 12 ekor Nuri ternate dan 1 ekor Nuri bayan hijau. Burung-burung itu saat ini ditempatkan dalam kandang rehabilitasi di kantor SKW BKSDA Ternate.
Burung-burung tersebut juga tidak ditemukan siapa pemiliknya Petugas BKSDA sempat menunggu untuk memastikan siapa yang menjemput burung-burung tersebut di atas kapal. Namun tidak ada orang datang mengambil burung tersebut akhirnya.tim BKSDA menggunakan mobil patroli milik SKW BKSDA diawa ke kantor di Jalan Bandara Baabullah Akehuda Ternate Utara Kota Ternate.
Sekadar diketahui kawasan Pulau Obi adalah wilayah sasaran penangkapan dan penyelundupan burung paruh bengkok.
Pada 2014 , Eden W. Cotte Jones, John C Mittermeier bersama, Endang Cristine Purba Nova Maulidina Ashuri dan Eka Hesdianti melalui riset bersama Program Konservasi Biogeografi dan Makroekologi, Fakultas Geografi dan Lingkungan Oxford University bersama Museum Ilmu Pengetahuan Alam dan Departemen Ilmu Biologi, Louisiana State University, serta Departemen Biologi, Program Pascasarjana, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, mereka lakukan penilaian terhadap perdagangan burung nuri dan kakatua di Pulau Obi (Maluku Utara). Dari kajian itu mereka temukan adanya eksploitasi besar-besaran Nuri kasturi Lorius garrulous.
Dalam publikasi hasil riset yang diterbitkan Januari 2014 itu, mereka menyebutkan bahwa penangkapan satwa untuk perdagangan hewan peliharaan secara domestik dan internasional menjadi ancaman konservasi yang signifikan terhadap beberapa spesies di Maluku Utara.
Pada Juli Agustus 2012 misalnya, mereka lakukan wawancara dan survei lapangan meneliti status perdagangan burung paruh bengkok di tujuh desa di Pulau Obi Maluku Utara. Dari wawancara itu mereka temukan variasi substansial harga burung di mana tergantung tujuan akhir pemasaran. Pola yang heterogen dari tingkat penangkapan di sekitar pulau, dan penangkapan burung paruh bengkok jarang menjadi sumber utama pendapatan para penangkap.
Dalam riset itu ditemukan penangkapan tahunan terhadap tiga spesies paling banyak yakni Kasturi Ternate Lorius garrulus, Nuri Kalung-ungu Eos squamata dan Nuri Bayan Eclectus roratus. Estimasi waktu penangkapan tahunan minimum di Pulau Obi untuk Kasturi Ternate yang terdaftar sebagai spesies status rentan, lebih tinggi daripada estimasi sebelumnya untuk waktu penangkapan tahunan global spesies tersebut.
Berdasarkan estimasi yang dilakukan, Kasturi Ternate dan terutama subs pesies flavopalliatus lebih terancam daripada diasumsikan selama ini.
“Kami rekomendasikan tindakan mendesak segera dikaji jumlah populasi spesies ini di Pulau Obi,” tulis para peneliti dalam ringkasan riset tersebut.
Dari rumah tangga yang disurvei di pulau Obi 27% (54 dari 204 keluarga memelihara nuri sebagai hewan peliharaan. Melalui pengamatan di sekitar pulau ini, mereka juga menemukan 12 spesies burung sebagai hewan peliharaan, 8 di antaranya adalah kasturi. Riset ini juga menemukan satwa peliharaan paling populer adalah Kasturi Kasturi dengan rata-rata 0,2 ekor per rumah tangga. Diikuti Nuri Leher Ungu dengan 0,14. Nuri bayan dan Kakatua Putih merupakan hewan peliharaan lebih jarang, dengan rata-rata 0,07 dan 0,01 per rumah tangga.
Hasil riset itu juga menemukan Kasturi ternate rata-rata ditangkap setiap tahun sebanyak 5.976 ekor. Nuri bayan rata-rata 810 individu, nuri kalung- ungu rata-rata 1.092 individu.
Sekadar diketahui, baik Kasturi Ternate dan Nuri Bayan Merah maupun hijau merupakan jenis satwa dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/ MENLHK /SETJEN/ KUM.1/6/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Sementara Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jika dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup akan diancam pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta. (*)
CEO Kabar Pulau