Pulau Obi atau bisa disebut juga Pulau Obira menjadi perhatian berbagai kalangan. Merupakan pulau terbesar yang terletak di gugusan Kepulauan Obi, dikelilingi banyak pulau- pulau kecil di antaranya Pulau Obilatu, Pulau Bisa, Pulau Gata-gata, Pulau Latu, Pulau Woka, dan Pulau Tomini. Data Halmahera Selatan Dalam Angka 2018 menunjukan luas Obi mencapai 1.073,15 km², dengan jumlah penduduk mencapai 2020 berjumlah 16.628 jiwa. Pulau Obi dibatasi Laut Maluku di sebelah barat, Laut Seram di sebelah selatan, dan Selat Obi di sebelah utara dan di sebelah Timur. Pulau-pulau besar yang terdekat dengan Pulau Obi adalah Pulau Bacan di sebelah utara dan Pulau Seram di sebelah selatan. Obi yang juga menjadi bagian dari Kabupaten Halmahera Selatan
Belakangan ini Obi menjadi pembahasan penting tidak hanya di Maluku Utara tetapi Indonesia. Ini karena kekayaan sumberdaya alamnya dari tambang, hasil hutan dan kekayaan laut yang melimpah.
Obi juga telah ditetapkan pemerintah menjadi Kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) karena industry tambang nikel bernama PT Harita dan grupnya membangun smelter dan mengeksploitasi nikel di daerah ini. Belum lagi deposit tambang emas di beberapa wilayah di Obi yang belum dieksploitasi hingga kini.
Tidak hanya tambang, hasil hutan kayu dengan izin HPH dan non kayu dieksploitasi untuk menyumbang pendapatan bagi negara sejak akhir tahun 70 an. PT Poleko Yubarson misalnya beroperasi dan baru tutup beberapa waktu lalu. Perusahaan kayu lainnya masih beroperasi di Obi hingga kini.
Bicara hasil laut, kawasan laut Obi yang masuk wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 715 menyimpan potensi ikan tuna, dan pelagis lainnya. Belum lagi jenis demersal yang melimpah dan terus dieksploitasi hingga kini.
Dari hasil darat terutama perkebunan dan pertaniannya juga melimpah. Cengkih, pala dan kelapa menambah kekaayaan Pulau Obi. Gambaran kekayaan alam darat dan laut yang melimpah dan telah dikeruk selama hamper setengah abad ini, tidak berbanding dengan hasil pembangunan yang dirasakan warga.
Satu contoh saja pembangunan infrastruktur jalan di dalam Desa Laiwui, Ake Gula, Baru hingga Tabuji, rusak parah. Begitu juga dari Jikotamo hingga Aer Mangga kondisinya sama. Sementara jalan lingkar Pulau Obi juga belum tuntas dibuka.
Tidak itu saja, persoalan pendidikan, kesehatan ekonomi masyarakat dan kebutuhan mendasar lainnya hingga kini masih jadi masalah.
Terkait problem di Obi baik pengelolaan sumberdaya alam hingga masalah infrastruktur jalan dan jembatan serta persoalan ekonomi rakyat, Wakil Ketua DPRD Maluku Utara M Rahmi Husen saat reses ke pulau Obi Selasa, (6/02/2023) di Desa Baru dan Rabu (7/2/ 2023) on the spot ke Desa Ake Gula melihat pembangunan masjid serta menyerahkan bantuan, menyuarakan perlunya kembali menggaungkan usulan Daerah Otonom Baru (DOB) Pulau Obi ke pemerintah pusat.
Sebab kata dia, perjuangan yang sudah dilakukan beberapa tahun lalu itu perlu digaungkan lagi agar mendapat perhatian sekaligus menjawab keinginan masyarakat.
“Daerah ini sangat luas dengan kekayaan alam yang melimpah, dikuras tetapi kondisi infrastrukrutnya seperti saat ini. Jalan rusak dan belum dibangun ada di depan mata. Untuk menjawabnya perjuangan pemekaran yang terhenti lalu karena moratorium dari pemerintah pusat dan belum dicabut, perlu disuarakan lagi ,” kata Rahmi di hadapan masyarakat.
Menurutnya, sudah saatnya Obi mengurus dirinya sendiri terpisah dari Halmahera Selatan. Dia menyatakan, antusias ikut mendorong isu pemekaran ini sekembali dari reses di Obi.
“Saya akan ajak mahasiswa, aktifis, dosen dan praktisi dari Obi untuk bersama menggemakan lagi DOB Obi untuk diperjuangkan kembali ke pemerintah pusat melalui Komisi II DPRRI,”jelas Rahmi.
Sebab menurut dia, berdasarkan informasi yang diperoleh, ada begitu banyak usulan DOB yang datang dari berbagai daerah dan sudah disampaikan ke Komisi II DPR-RI. Tujuannya jangan sampai kran itu kembali dibuka Malut dalam hal ini usulan DOB Obi terlambat.
Anggota DPRD Halmahera Selatan dari Daerah Pemilihan Obi Rustam Ode Nuru menyambut baik wacana ini. Menurutnya, UU 23 tahun 2014 memberi mandat kepada pemerintah untuk melakukan penataan daerah melalui pembentukan daerah dan penyesuaian daerah. Pembentukan daerah sebagaimana pasal 32 ayat 1 dilakukan dengan dua cara, yakni pemekaran daerah dan penggabungan daerah.
“Saya sepakat jika rencana DOB Obi digaungkan kembali. Hanya saja moratorium sampai saat ini belum di cabut. Ini butuh keputusan presiden. Saya berharap di masa akhir jabatan presiden moratorium itu dicabut. Soal rencana DOB Obi saya pikir seluruh syaratnya terpenuhi,”katanya.
Dia bilang lagi, kalau pemerintah pusat mempertimbangkan pembiayaan terhadap daerah DOB baru, akan tidak berlaku dengan Obi.
Pemerintah beralasan DOB justru membebani APBN. Namun dia meyakini tidak berlaku untuk Obi. Kabupaten Halsel saat ini punya APBD 1,8 triliun. Jika ada pembiayaan dari APBN untuk DOB Obi mungkin tidak terlalu besar, lagi pula Obi punya SDA yang cukup nantinya untuk DBH pajak.
“Saya setuju, mungkin bisa kolaborasi untuk lakukan konsolidasi mendorong kembali semangat DOB Obi,”jelasnya.
Isyarat regulasi paling cepat 10 tahun daerah induk sudah bisa dievaluasi oleh pemerintah pusat. Apakah ada pemekaran atau gabung. Halsel sudah bisa dipecah. Obi harus jadi DOB. (*)
CEO Kabar Pulau