Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Kampung » Dua Masalah di Tiga Pulau Halmahera Selatan   

Dua Masalah di Tiga Pulau Halmahera Selatan   

  • account_circle
  • calendar_month Jum, 11 Agu 2023
  • visibility 377

Transportasi Tak  Aman, Energi Terbarukan Tak Terurus

Jika Anda berangkat menuju  bagian Selatan Halmahera Maluku Utara, menuju  gugusan pulau Guraici,  Moari dan Kasiruta maka akan menyinggahi kampong- kampong di pulau tersebut.  Akhir Juli 2023 tepatnya 25 hingga 1 Agustus lalu kabarpulau.co.id/  mendatangi  beberapa pulau di kawasan itu, dalam satu tugas liputan mengenai pemanfaatan sumberdaya energy terbarukan, solar cell atau energy matahari.

Liputan ini sebenarnya ingin melihat seberapa besar pemanfaatan sumber energy ramah lingkungan itu termasuk keberlanjutan pemanfaatan dan potensinya bagi masyarakat  di pulau kecil.

Dari perjalanan, wawancara  dan pengamatan lapangan di beberapa pulau tersebut, menemukan banyak masalah yang  dihadapi masyarakat. Meski banyak masalah sorotan utama  diarahkan dua masalah mendasar.

 Sebenarnya, ada banyak kebutuhan mendasar yang mesti diselesaikan agar mereka bisa mendapatkan pelayanan yang sama seperti warga di pulau besar lainnya. Begitu juga banyak persoalan lingkungan terutama dampak climate change  yang bisa disaksikan massivenya, dampak yang ditimbulkan di pulau pulau tersebut. Mulai dari ancaman abrasi, kebutuhan air bersih hingga   perusakan lingkungan serta biota dan sumber daya laut lainya.

Sebut saja masalah transportasi public yang jauhd ari memadai hingga pemanfaatan energy terbarukan  sebagai salah satu sumber energy yang dapat dimanfaatkan.  Tidak hanya  sebagai penerangan tetapi juga memenuhi berbagai keperluan listrik, seperti    yang ada  di masyarakat umumnya.

Sekadar diketahui  untuk sampai ke pulau pulau ini,  tidak ada transportasi  setiap hari. Kapal- kapal yang melayari rute antar pulau yang  terpisah kawasan laut  itu,  hanya   dua hari sekali. Kapal itu pun tidak menyinggahi secara keseluruhan desa   pulau  pulau tersebut.  Hanya di pulau tertentu kapal singgahi terutama yang memiliki pelabuhan. Karena itu penumpang yang berasal dari pulau atau desa  yang  tidak disinggahi, harus menambah transportasi laut lanjutan.   

Body body perahu disandarkan ke kapal agar penumpang dari pulau Gafi dan Siko bisa turun foto M Ichi

Warga di pulau Siko dan Gafi misalnya,  tidak bisa langsung  turun menuju kampungnya.  Ketika kapal sudah tiba di Pulau Laigoma,  mereka harus menunggu perahu perahu nelayan atau body perahu milik desa, menjemput dan membawa   barang  dan penumpang ke kampung. Jarak yang ditempuh setelah dari Laigoma juga cukup lumayan lama.

Kegiatan ini juga bisa berlangsung, jika kondisi laut sedang baik. Tidak ada angin atau gelombang. Jika  laut bergelombang maka  dijemput di atas laut  tak jauh dari pulau Laigoma. Para penumpang harus menurunkan barang bawaanya kadang dihempas ombak. Karena itu  jika tak lincah  bisa jatuh ke laut.  Atau jika saat tiba kapal  di musim hujan  dipastikan penumpang lanjutan dan barang bawaanya basah kuyup.

Perahu perahu penjemput penumpang tak memiliki rumah atau  disediakan terpal pengaman barang. Seperti ketika saya menumpang salah satu kapal dan menyinggahi pulau Laigoma akhir Juli lalu. Kapal tidak bisa bersandar karena dihantam angin  arah selatan  disertai gelombang dan hujan.  

Saat itu sekira 10 penumpang  kapal dari tiga desa di tiga pulau, Laigoma, Gafi dan Siko  terpaksa  turun di tengah laut. Kapal behenti  di laut  di ujung pulau    tempat yang terhalang angin  kemudian menurunkan penumpang. Saat itu juga  turun  hujan, akhirnya kapal pun menugggu hingga hujan reda baru menurunkan penumpang dan barang.   

Maemunah  salah satu penumpang dari Gafi  bersama beberapa barang bawanya basah terkena hujan. Dia juga rela berbasah basah karena ingin  segera turun dari kapal.  Para penumpang ini harus menempuh perjalanan lagi sekira  30 menit  menumpang  body perahu fiber dengan mesin 15 PK.

Aktivitas naik  turun penumpang yang sangat menyusahkan ini  diakui Maemunah sudah berlangsung  bertahun- tahun. Mesi begitu  mereka menikmati saja kondisi kesulitan itu sebagai sebuah hal biasa.

“So (sudah,red)  syukur biar naik turun ganti body perahu dari  Laigoma ke Gafi tapi   selalu ada  transportasi dua  hari satu kali. Kalau tidak ada berarti kami tidak bisa ke Ternate. Paling tunggu ada body atau perahu dari kampong ke Ternate  baru bisa ke Ternate. Itu  juga tidak menentu,” katanya.

Meski begitu karena kesulitan yang mereka hadapi ini,  turut berharap ada perhatian  pemerintah daerah sampai pusat. Mungkin bisa mendorong transportasi rakyat semisal kapal penumpang regular  menyinggahi pulau Siko. Hal ini karena di pulau memiliki sarana dermaga dan pelabuhan  yang memadai.Pulau Siko juga lebih dekat ke pulau Gafi dan bisa ditempuh hanya kurang lebih 10 hingga 15 menit.   “Torang (kami,red)  juga mau kapal bisa masuk ke Siko sehingga penumpang dari pulau Gafi juga lebih dekat saat turunkan barang dan penumpang,” harapnya.          

Sekadar diketahui,  di kawasan pulau-pulau ini dilayari  dua kapal kayu yang meski standar keamanan kenyamanan dan keselamatan kapal butuh perhatian  lagi,  tetap  saja dimanfaatkan  warga setiap hari. Meski semua barang dan penumpang duduk ditumpuk berdesak desakan  jika  padat penumpang,  warga tetap menikmatinya  dengan enjoy.  

Masalah transportasi  di pulau pulau kecil berpenghuni ini,  seperti belum menjadi perhatian serius terutama pemerintah daerah menyediakan moda transportasi public yang memadai.  Terbukti sampai saat ini belum ada transportasi  milik pemerintah yang melayari pulau pulau ini. Kalaupun ada,  misalnya kapal sabuk nusantara hanya melayari pulau pulau yang memiliki sarana pendukung memadai  dengan  banyak penumpang.

Panel Solar cell yang dibangiun akhir 2018 oleh Pemkab Halmahera Selatan di Pulau Laigoma Maluku Utara foto M Ici

Persoalan kedua yang  dihadapi masyarakat di tiga desa dan tiga pulau itu adalah ketersediaan energy untuk kebutuhan listrik. Baik untuk penerangan maupun  memenuhi kebutuhan lainnya.

Pulau pulau kecil dengan warga yang sedikit ini tidak dilayani PLN. Mereka  banyak memanfaatkan  genset yang tentu butuh BBM untuk bisa dioperasikan. Setiap bulan  desa harus menyediakan anggaran jutaan rupiah untuk beli BBM jenis solar.

Karena itu juga salah satu energy alternative yang  digunakan selain  genset atau generator  adalah memanfaatkan  sebaik mungkin  energy  terbarukan melalui  cahaya matahari  atau solar cell.

Sumber energy yang tidak ada habisnya itu,  saat ini  sudah dibangun serana pendukungnya di tiga pulau tersebut.  Ada PLTS surya maupun yang berbentuk panel atap diberikan oleh pihak Kementerian ESDM langsug ke rumah warga dengan 4 bola lampu.

Ternyata fasilitas yang telah dibangun menggunakan uang rakyat melalui APBD maupun APBN itu, hanya  tidak diperhatikan keberlanjutannya. Terutama menyangkut perawatan dan pemeliharaanya.   Akhirnya anggaran yang digelontorkan  puluhan miliar ke pulau dengan tujuan menerangi rumah masyarakat serta   mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil menjadi sia sia.

PLTS di tiga pulau itu setelah digunakan,  satu tahun lebih ini sudah mengalami kerusakan.  Setelah rusak terkesan tidak diurus dan dibiarkan saja. PLTS  di Siko dan  Laigoma  sudah beberapa tahun ini mengalami  kerusakan, tetapi  belum juga diperbaiki.

“PLTS Siko sudah lama rusak. PLTS  Laigoma  juga baru hamper setahun ini,” ujar Gufran Mahmud tokoh masyarakat Siko  yang saat ini  jadi anggota DPRD  Halmahera Selatan.  PLTS Siko kata dia alami kerusakan parah. Di Siko ada 40 accu penyimpan listrik alami kerusakan. . Per unitnya sekira hamper Rp18 juta untuk biaya perbaikan,” ujar Gufran. Artinya kata dia butuh anggaran tidak sedikit untuk perbaikan.

Dia lantas menyampaikan bahwa,   sudah diusulkan melalui anggaran daerah untuk segera dilakukan perbaikan.  Sementara di Pulau Laigoma hingga kini PLTS tersebut sudah atau 8  bulan  alami  kerusakan. Namun  belum juga ada kejelasan kapan  diperbaiki. “PLTS ini rusak sekira 7 atau 8 bulan lalu.  Torang belum tahu kapan diperbaiki,”kata Ade Thalib Kepala Urusan Pemerintahan Desa Laigoma akhir Juli lalu. Sumber kerusakanya kata dia karena penggunaan listrik yang berlebihan dari  warga pengguna.

Proyek PLTS ini sendiri  setelah selesai pembangunan, sudah diserahkan ke desa untuk dikelola dan dimanfaatkan. Sayang saat pemanfaatan dan alami kerusakan  sudah tidak lagi diurus. 

Di desa desa pulau ini selain PLTS yang didanai pembangunannya  melalui APBD,  juga ada bantuan panel solar cell   tiap rumah dari Kementerian ESDM RI. Bantuan per rumah ini juga ada  mata lampu yang alami kerusakan  tetaoi sudah tidak diganti lagi.

“Untuk bantuan ini ada 4 mata lampu  tetapi ada yang  rusak kita tidak bisa ganti  Hal ini  karena tidak tahu beli di mana. Bola lampu ini bantuan pemerintah pusat,“jelas Ade lagi.

Masalah pembangunan energy listrik terbarukan yang bersumber  dari APBD   sesuai hasil penelusuran kabarpulau.co.id/,  alami kerusakan di  sebagian besar pulau.   Ada PLTS di Bokimiake, Siko, Gafi, Laigoma Marituso Kasiruta, Wiring  Tawabi Bacan  setelah dibangun  dan dinikmati warga tak cukup   lama, langsung rusak dan dibiarkan begitu saja.

Pemerintah daerah melalui Badan Perencanaan dan Penelitian Pembangunan Daerah Bappelitbang yang dikonfirmasi masalah ini, enggan menanggapi.  Kepala Bappelitbang Halsel Thamrin Imam tak mau memberikan tanggapan soal ini. Saat ditemui maupun dikonfirmasi  melalui  aplikasi whatsapp  juga tak diguibris. (*)  

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Senjakala Hutan dan Lahan di Maluku Utara

    • calendar_month Sen, 19 Okt 2020
    • account_circle
    • visibility 367
    • 0Komentar

    WALHI: 2019 Malut Kehilangan 7.041 Ha Hutan Primer Maluku Utara terdiri dari pulau-pulau. Ada yang menyebut jumlahnya 805, dimana  berpenghuni  85 pulau  dan tak berpenghuni  723 pulau. Ada  juga data yang menyebutkan  jumlah pulau di Maluku Utara  ada1474. Dari jumlah itu 89 berpenghuni dan 1385 tidak berpenghuni.  Terlepas dari data jumlah pulau yang masih diperdebatkan, […]

  • Mangrove Makin Terancam, Butuh Pelibatan Masyarakat

    • calendar_month Jum, 12 Feb 2021
    • account_circle
    • visibility 167
    • 0Komentar

    Kondisi hutan mangrove yang masih llebat di Kao Halmahera Utara, foto M Ichi

  • Tersedia Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim

    • calendar_month Kam, 26 Okt 2023
    • account_circle
    • visibility 208
    • 1Komentar

    Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo telah membuka bursa karbon nasional di Bursa Efek Indonesia. Dalam rangka mengantisipasi minat masyarakat yang tinggi terhadap perdagangan karbon, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, meresmikan Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim dan Karbon (RK2IK) di Gedung Manggala Wanabhakti, Jakarta (23/10) lalu dalam rangka mendukung pencapaian target Nationally […]

  • Di Pulau Obi Rawan Tangkap dan Jual Paruh Bengkok

    • calendar_month Sen, 26 Feb 2024
    • account_circle
    • visibility 252
    • 1Komentar

    Penangkapan dan penjualan satwa liar dilindungi di Maluku Utara untuk jenis burung,  masih saja berlangsung. Tahun 2023 burung paruh bengkok yang diamankan BKSDA ditambah penyerahan suka rela sebanyak 35 ekor. Burung-burung tersebut telah dilepasliarkan pada November 2023 di Pulau Obi. Sebelumnya pada 21 Oktober 2023 Kantor Karantina Tumbuhan dan Hewan Wilayah Kerja Sanana mengamankan 26 ekor […]

  • Dugaan Korupsi Gubernur Malut, KPK Harus Sasar Praktik Korupsi Sektor Tambang  

    • calendar_month Sen, 25 Des 2023
    • account_circle
    • visibility 308
    • 3Komentar

    Thabrani: Petinggi Harita Tersangka jadi Jalan Masuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), sebagai tersangka korupsi lelang jabatan dan pengadaan barang dan jasa. KPK telah menetapkan 7 orang tersangka yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Senin, 18 Desember 2023 lalu. Selain Gubernur  Malut, ada  6 tersangka lainnya, […]

  • Kuso Endemik Ternate, Terus Diburu untuk Dikonsumsi

    • calendar_month Sen, 5 Feb 2024
    • account_circle
    • visibility 433
    • 2Komentar

    Perburuan kuso mata biru yang juga salah satu hewan endemic pulau Ternate,  benar- benar massive. Akibatnya  hewan bermata unik ini semakin sulit ditemukan. Pengakuan sejumlah warga di Pulau Ternate yang bertempat tinggal di kawasan barat  pulau, menjelaskan bahwa kuso  ini sudah jarang terlihat sekarang. Jaib Sadek warga Sulamadaha Kota Ternate mengaku, dulu  hamper setiap saat […]

expand_less