Ternate Pulau kecil dengan luas 11.180.00 hektar (data BPS, red) ternyata, menyimpan kekayaan luar biasa. Tidak hanya tinggalan sejarah dengan benteng-benteng di berbagai tempat. Kekayaan hutan, perkebunan pala dan cengkih milik warga juga menyimpan potensi sumberdaya hayati terutama burung yang luar biasa banyak. Sayang dari waktu ke waktu kehidupan berbagai satwa ini semakin menurun populasinya.
Riset berjudul Keanekaragaman Jenis Burung di Beberapa Objek Wisata di Kota Ternate 2018 oleh jurusan Biologi Universitas Khairun Ternate ini menunjukan adanya keragaman biodiversitas jenis burung yang mendiami hutan beberapa lokasi wisata di Ternate dan adanya ancaman semakin berkurang dari waktu ke waktu.
Tim Peneliti yang terdiri dari Zulkifli Ahmad, Yumima Sinyo, Hasna Ahmad, M. Nasir Tamalene, Nurmaya Papuangan, Abubakar Abdullah, Bahtiar Bahtiar,Said Hasanini membuat kolaborasi riset, di empat lokasi berbeda, yakni Desa Sulamadaha, Desa Ngade, Desa Tolire, dan Desa Tobololo. Dengan menggunakan metode Variable Circular Plot (VCP), riset ini menghitung jumlah jenis burung dengan metode Timed Series Counts (TSCs). Data yang dianalisis meliputi kelimpahan dan keanekaragaman jenis burung,
Hasil analisis data lapangan menunjukan bahwa di pulau Ternate hidup beragam jenis burung yang sebenarnya menjadi potensi bagi pengembangan wisata minat khusus.
“Tujuan penelitian ini mengidentifikasi dan mempelajari kelimpahan dan keanekaragaman jenis-jenis burung di kawasan objek wisata di Pulau Ternate. Hasil riset ini bisa menjadi data base bagi pemerintah daerah untuk pengembangan kawasan objek wisata agar lebih bernilai ekonomis. Misalnya pengembangan kawasan ke arah ekowisata atau kegiatan birdwatching,” tulis riset tersebut. Hasil riset yang telah dipublikasikan dalam beberapa jurnal itu menunjukan bahwa Ternate memiliki tingkat keanekaragaman jenis flora dan fauna tinggi.
Sayangnya, kondisi kawasan objek wisata di pulau Ternate telah banyak mengalami deforestasi, degradasi serta fragmentasi habitat. Ini juga akibat tingginya frekuensi kunjungan dan pengelolaan kawasan yang belum optimal.
Publikasi penelitian itu menunjukkan bahwa keanekaragaman dan kelimpahan burung terendah terdapat pada kawasan wisata pantai Tobololo dan Sulamadaha. Sementara keanekaragaman dan kelimpahan jenis burung tertinggi terdapat pada kawasan wisata Danau Tolire dan Danau Ngade.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di tiga lokasi pengamatan di kawasan wisata kota Ternate selama kurang lebih 14 hari (140 jam pengamatan), ditemukan 21 jenis burung seperti Dicrurus bracteatus atrocaeruleus atau Srigunting lencana, Rhyticeros plicatus atau Julang Irian, Ptilinopus hyogaster Walik kepala kelabu, Ducula basilica-basilica Pergam boke, Alcedo pusilla Raja udang kecil, Cacatua alba Kakatua putih, Haliastur indus Elang bondol, Oriolus phaechromus Kepudang Halmahera (M, Halmahera), Piezorhynchus alecto-alecto Sikatan kilap, Eos squamata Nuri kalung ungu, Megapodius freycinet Gosong kelam, Rhipidura leucophrys Kipasan kebun, Corvus validus Gagak Halmahera, Hemiprocne mystacea Tepekong kumis, Halcyon chloris Cekakak sungai.
Untuk Kawasan yang banyak burung seperti Kawasan danau Tolire karena di kawasan ini ke arah barat masih dijumpai hutan primer dan sekunder. Begitupun di sebelah utara dari kawasan danau Ngade. Di kawasan tersebut, masih terdapat pepohonan besar seperti Canarium sp., Ficus sp., Shorea sp., dan lain-lain. Sementara lokasi di kawasan wisata Sulamadaha dan Tobololo sebagian besar telah diubah menjadi hutan sekunder, dan aktifitas masyarakat di sekitar lokasi sangat tinggi sehingga spesies burung yang ditemukan juga minim.
Pendapat beberapa ahli seperti Alikodra (1990) menyatakan bahwa keragaman kehidupan satwa liar di dalam hutan primer adalah tinggi. Jika hutan tersebut ditebangi dan menjadi hutan sekunder, biasanya akan terjadi penurunan keragaman jenis secara drastis. Begitu juga Sujatnika dkk (1995) sebagaimana dikutip dalam riset ini menyatakan bahwa, semakin banyak jumlah jenis burung yang membentuk suatu komunitas, semakin tinggi keanekaragamannya. Pendapat Hernowo (1989) juga sama bahwa keragaman jenis tinggi bila banyak jenis berada di suatu komunitas tersebut, dan keragaman jenis rendah jika hanya satu atau beberapa jenis saja yang mendominasi komunitas tersebut.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya disimpulkan bahwa populasi burung di pulau Ternate cenderung menurun dari tahun ke tahun. Sesuai hasil observasi, penurunan tersebut dimungkinkan karena beberapa jenis burung mengalami kematian karena faktor alam (gunung meletus, banjir lahar penyempitan wilayah pantai berlumpur karena reklamasi pantai sehingga area burung-burung migran mencari makan menjadi berkurang. Widodo yang melakukan riset di Ternate pada 2011 menyimpulkan penurunan tersebut disebabkan karena dominasi tanaman cengkeh dan pala, aktivitas manusia cukup tinggi dalam perawatan maupun pemanenan sehingga kondisi tersebut tidak aman bagi burung. Struktur percabangan cengkeh dan pala bersifat homogen sehingga burung-burung yang memanfaatkannya sebagai habitat relatif terbatas; Di daerah tertentu gunung Gamalama kondisinya minus air sehingga membatasi kedatangan burung-burung air. Beberapa jenis burung juga bermigrasi ke daerah lain yang diversifikasi tumbuhan hutannya lebih besar sehingga lebih mendukung sebagai tempat bersarang ataupun mencari makan.
Hasil riset Soleman, sejak 2012 lalu menemukan penurunan keanekaragaman burung juga disebabkan karena penangkapan oleh masyarakat untuk dipelihara. Sebanyak 60,2% jenis burung ditemukan dipelihara masyarakat. Sebanyak 2.792 ekor burung dari 32 spesies ditemukan dipelihara masyarakat dan diantaranya 927 ekor adalah Kasturi Ternate (Lorius garrulus). (*)
Catatan:Publikasi hasil riset ini sudah melalui izin tim riset
CEO Kabar Pulau