Sebuah Catatan Ringan dari Pulau pulau
Maluku Utara memiliki banyak nama local jenis pohon. Nama itu kadang mengilhami banyak hal. Mulai dari penyebutan dan penamaan tempat tertentu, hingga diabadikan menjadi kampung/dusun bahkan nama orang. Di kelompok masyarakat Tobelo Dalam Halmahera (O Hongana Manyawa) misalnya, nama pohon menjadi identitas seseorang. Ini bisa terjadi tatakala anak anak mereka dilahirkan berdekatan dengan pohon tertentu.
Sekadar tahu saja, kelompok masyarakat Tobelo Dalam saat ini Sebagian hidupnya masih nomaden dan sebagian kecil mulai menetap. Orang Tobelo Dalam 100 persen bergantung hidup pada alam. Menjadikan pohon dan beragam tumbuhan serta hewan di dalam area jelajah sebagai identitas dan sumber kehidupan.
Sekali waktu di tahun 2015 saya melakukan liputan tentang kehidupan masyarakat Tobelo Dalam di kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata Tayawi Oba Kota Tidore Kepulauan. Liputan kala itu sebenarnya ingin melihat secara langsung dan mencatat bagaimana kehidupan dan ketergantungan mereka pada alam yang selama ini ditempati yang kini oleh negara telah ditetapkan sebagai wilayah konservasi atau perlindungan. Yang menarik dari liputan itu, ketika menanyakan identitas/nama sebagian dari mereka menyebut nama pohon. Mereka memiliki nama panggilan sama dengan pohon, atau tempat yang mereka tempati saat dilahirkan. Ketika saya bertanya kepada salah satu orang tua yang anaknya bernama Igo dan Baru dia beruja ihwal nama nama anaknya berkaitan erat dengan igo/pohon kelapa dalam Bahasa Ternate dan pohon baru/waru.
Soal nama, saat mereka besar dan berpindah tempat sekalipun tetap digunakan. Meskipun belakangan sudah banyak mengggunakan nama yang sudah ada di masyarakat kampung karena seringnya terjadi persentuhan mereka dengan masyarakat pesisir/kampung.
Cerita tentang warga Tobelo Dalam dan pohon sebagai identitas mereka tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan apa yang hendak saya kemukakan tetapi setidaknya, ada kekayaan tak terukur tentang upaya menjaga identitas dengan menghargai pohon sebagai sumber kehidupan. Pasalnya pohon setiap saat memberi nafas bagi manusia, pohon juga setiap detik memberi naik turunnya kehidupan manusia dari generasi ke generasi.
Di Maluku Utara, mungkin sebagian besar dari kita mengenal salah satu pohon baik ditanam maupun maupun tumbuh liar. Pohon Galala namanya (bahasa Ternate,red). Sementara di kalangan etnis Makeang dan Kayoa mengenalnya dengan Lolas. Mungkin juga di kelompik etnis lainnya di Maluku Utara memiliki nama yang berbeda terkait pohon ini.
Dikutip dari (situs http://ipbiotics.apps.cs.ipb.ac.id/index.php/tumbuhanObat/297) tumbuhan ini berasal dari Asia Timur dan beberapa kepulauan tropik lainnya, kemudian menyebar hingga ke Asia Tenggara. Tumbuhan ini tersebar di hamper seluruh Indonesia.Banyak orang mengenalnya dengan dadap. Secara morfologi, pohonnya agak besar, tinggi sampai 22 m. Daun majemuk menyirip 3, helaian daun berbentuk hampir bulat hingga belah ketupat, bagian pangkal bulat, bagian ujung lebih besar, bagian tepi rata. Perbungaan sedikit; benang sari yang terdepan seringkali sama sekali sampai pangkalnya terlepas. Biji bertipe polongan. Tumbuhan ini tumbuh di Asia Tenggara. Dadap banyak ditemukan tumbuh liar, di kebun kopi, di kebun lada, di tepi hutan; di kebun-kebun ditanam orang untuk pohon pelindung dan panjatan tanaman sirih; hidup pada ketinggian tempat 1 – 1.500 m dpi.
Ternyata pohon Galala adalah nama pohon yang bisa jadi mengilhami banyak nama kampung di Maluku Utara hingga ke Ambon Maluku. Galala sesungguhnya adalah nama pohon yang dikenal luas di Maluku Utara sebagai pelindung tanaman utama di perkebunan coklat atau kakao dan beberapa jenis tanaman lainnya. Bagi sebagian petani di Halmahera, Galala dijadikan sebagai pohon tempat hidup atau panjatan tanaman sirih.
Bagi sebagian besar orang Maluku Utara tahu dan kenal yang namanya Galala. Mungkin ada yang mengenal pohonnya, tetapi tidak sedikit dari mereka mengenal Galala karena identitas atau nama kampung- kampung yang tersebar di berbagai tempat di Maluku Utara.
Kampung/Desa Galala memiliki persamaan nama yang tersebar di Halmahera Barat, Kota Tidore Kepualaun, Pulau Mandioli hingga ke Pulau Bisa di Halmahera Selatan. Pohon ini dulu tumbuh subur di kawasan pesisir pantai hingga ke daerah ketinggian karena ditanam oleh para petani sebagai pohon pelindung bagi tanaman utama mereka. Tapi seiring waktu tumbuhan ini perlahan mulai hilang. Sulit ditemukan di pesisir pantai maupun ditanam menjadi pohon pelindung tanaman utama. Dalam banyak literatur Galala atau Dadap memiliki benyak khasiat atau manfaat untuk kesehatan.
Selain karena namanya yang familiar, ternyata pohon ini memberi sejuta manfaat. Sebagai pohon pelindung manfaat bagi kesehatan manusia, hingga menjadi penanda bagi nelayan di kampung-kampung saat mereka mencari ikan.
Di kampung- kampung pesisir Halmahera terutama di bagian selatan, ketika pohon ini memasuki masa berbunga yang berwarna merah, menarik minat burung datang. Di ranting pohon tersebut sangat ramai didatangi berbagai jenis burung paruh bengkok. Burung-burung ini menghisap madu dari bunga berwarna merah sambal mengeluarkan suara sahut-sahutan. Ada nuri, perkici hingga burung lainnya yang termasuk jenis paruh bengkok. Di kebun-kebun warga, Galala menjadi inang tanaman sirih yang sangat baik. Sirih memanjat hingga mengikuti tingginya pohon Galala dan sangat subur.
Kini, seiring waktu pohon Galala yang mungkin saja mengilhami nama sejumlah desa di Maluku Utara itu sudah sulit ditemukan. Bisa dibilang perlahan mulai punah. Pasalnya di bawah tahun 2000 an pohon Galala masih mudah ditemukan di tepi pantai bahkan ditanam di halaman rumah. Namun kini sudah sulit lagi ditemukan.
Di awal tahun 2016, karena rasa penasaran dengan mulai hilangnya pohon ini, saya coba berkeliling pesisir Pulau Ternate mencari tahu keberadaan pohon Galala. Di tahun itu saja nyaris tidak ditemukan lagi pohon tersebut. Setelah berkeliling dan bertanya ke sana kemari setiap warga atau petani yang ditemui, dari semua keterangan yang di dapat, mereka mengaku sudah sulit menemukan pohon itu. Warga di kampung kampung Ternate Barat hamper seluruhnya mengatakan sudah sulit menemukan lagi pohon ini. Di sekitar Kulaba hingga Tobololo saya sempat ditunjukan warga ada satu pohon Galala. Saat menuju ke tempat tersebut, benar ditemukan tetapi sebagian besar telah mengering alias mati. Dari pengamatan singkat pohon tersebut pohon itu mengering dari ranting, dahan turun ke batang utama. Entah apa penyebabnya.
Informasi yang berhasil dihimpun di sejumlah tempat di Halmahera ketika menanyakan kepada warga yang lahannya ada jenis pohon ini, bercerita, suatu waktu di tahun 2003 hingga 2004 pohon Galala mati bersamaan. Mereka juga tidak tahu apa penyebabnya sehingga pohon galala mati secara keseluruhan. Baik di kebun maupun yang hidup di tepi pantai. Saya juga belum menemukan ada riset dari Maluku Utara soal keterancaman kehilangan sumber keanekaraman hayati ini. Mungkin butuh riset untuk menghadirkan Kembali pohon dengan sejuta manfaat tersebut termasuk mengilhami nama kampung di Maluku Utara ini.
Bagi saya, matinya pohon Galala dan hilang dari bumi Maluku Utara, boleh dibilang bagian dari kehilangan identitas kampung- kampung yang memiliki kesamaan nama. Nama kampung yang diilhami dari nama pohon, mengirim pesan kepada semua manusia, untuk selalu eling/ingat pada alam. Tetap menjaga pohon tegak berdiri di tempatnya, tak tergusur buldozder pemilik modal. Bahwa pohon adalah kampung bagi berbagai jenis burung. Tempat dia hidup dan melanjutkan generasinya dengan beranak pinak . Dari pohon dia tidur, dan mencari makan. Sayang manusia kadang rakus lalu menganggap alam raya dan seisinya milik sendiri. Alam tidak hanya milik manusia. Ada hak binatang dan berbagai jenis hewan melata lainnya.
Pohon bagi sebagian kelompok masyarakat/suku bangsa, menganggapnya sebagai ibu kehidupan. Ketika menjaga dan merawatnya, sama seperti menjaga dan merawat seorang ibu. Ketika merusak dan menebanginya karena kerakusan, juga sama. Menyakiti seorang ibu.
Semoga pohon di bumi pulau-pulau Moloku Kie Raha, tetap tegak, selalu memberi udara bagi naik turunnya detak nafas hidup manusia. Wallahu’alam Bishawab.
CEO Kabar Pulau