Di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara akan dihelat sebuah iven akbar. Iven ini mengangkat isu bahari serta berbagai potensi wisata dan kekayaan alam. Baik laut dan darat daerah ini, agar dikenal lebih luas. Sail Tidore 2022, yang acara puncaknya digelar pada Kamis (24/11/2022) hingga Sabtu (29/11/2022). Acara ini rencananya turut dihadiri Presiden Joko Widodo, para Menteri dan sejumlah duta besar serta tamu negara sahabat. Selain tamu dan undangan kenegaraan wisatawan juga diharapkan ikut meramaikan agenda penting pemerintah pusat dan didukung pemerintah daerah tersebut.
Menteri Pariwisata Sandiaga Salahudin Uno beberapa waktu lalu di Jakarta menyampaikan bahwa Sail Tidore 2022 menjadi kesempatan Indonesia melakukan branding wisata bahari di mata dunia. Dia jelaskan, kegiatan itu beriringan dengan kebangkitan pariwisata Indonesia yang sekarang sedang mengejar target di ambang batas atas dari target. “Wisatawan mancanegara dan pergerakan wisata nusantara yang sudah melebihi target tahun ini 700 juta,” katany seperti dikutip dari Tempo.co. Sandiaga menambahkan, Sail Tidore 2022 juga sesuai dengan pesan yang disampaikan Presiden Joko Widodo bangga berwisata di Indonesia. Sail Tidore 2022 akan menjadi salah satu event yang akan diunggulkan sebagai ikonik event.
“Target kunjungan sedang kita finalisasi, tapi ini bisa menarik kunjungan antara 30-50 ribu kunjungan ke Seal Tidore ini dalam empat hari,” ujarnya Oktober 2022 lalu.
Untuk wisatawan yang berkunjung ke Tidore tentu tidak salah, perlu mengetahui potensi wisata yang unik dan menarik. Untuk wisatawan minat khusus seperti diving atau menyelam juga snorkeling, bawah laut Kota Tidore menawan dengan kekayaaan biota yang unik bahkan langka. Ini, bisa menjadi salah satu pilihan memanjakan diri mengamati dan menikmati bawah laut Tidore.
Ada banyak spot yang bisa diandalkan.Tidak hanya terumbu karang dan ikan karang yang menawan di sejumlah spot, tempatnya yang tidak jauh dari pusat Kota Tidore juga memberi kemudahan bagi wisatwan dalam mengaksesnya.
Untuk biota bawah laut yang bisa diamati adalah walking shark hiu berjalan atau nama ilmiahnya Hemiscyllium Halmahera. Hiu berjalan ini merupakan salah satu spesies endemik perairan Maluku Utara termasuk di pulau Tidore dan Halmahera.
Ada beberapa nama lokal Tidore disematkan pada jenis hiu berjalan ini. Dikutip dari Laporan Hasil Survei Walking Shark yang dilakukan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Tidore Kepulauan 2016, menyebutkan bahwa jenis biota laut endemiki ini di Tidore disebut dengan nama gurango futa, gurango hoga, gurango buta. Orang Ternate menyebutnya gurango haga. Disebut gurango futa karena hiu jenis ini selalu berada di dasar perairan, atau seperti menempel. Futa berarti menempel dalam bahasa Tidore. Kata futa ini lalu menjadi buta (tak bisa melihat) oleh karena jenis hiu ini dapat terinjak atau diam oleh orang yang sedang memanah ikan saat malam. Hewan laut ini masuk jenis nocturnal.
H Halmahera juga disebut hiu berjalan karena gerakan berpindahnya seperti berjalan. Padahal pergerakannya menggunakan bantuan sirip serta terlihat lambat seperti merangkak. Pergerakannya atau kemampuan renangnya terlihat cepat saat menghindari predator.
Hiu ini termasuk dalam family Hemiscylliidae dan secara umum dikenal sebagai hiu karpet yang berekor panjang, sebab panjang ekornya melebihi panjang tubuhnya
sendiri. Atau juga disebut sebagai hiu bamboo, sebab memiliki corak ditubuhnya menyerupai corak pada bambu. “Rata‐rata ukuran tubuhnya relatif kecil berbentuk silinder yang memanjang dengan sungut pendek dan spirakel besar. Ukuran terpanjang yang ditemukan tidak lebih dari 121 cm. Ukuran terpanjang yang ditemukan dalam survei ini pun di angka tidak lebih dari 120 cm, tepatnya di perairan Tongolo Tidore,”tulis tim survei dalam laporan akhir mereka.
Berdasarkan laporan tim riset yang terdiri dari Abdul Khalish A. Samaun, S.Kel, M.Si, Maruf Azis, S.Kel, Helmy Harsani, S.Kel. M.Si, Suleman Abd. Radjak, S.Pi Iksan Dukomalamo, S.Kel itu, menjelaskan bahwa walau dikenal lama oleh masyarakat lokal Tidore, tetapi secara resmi, ilmuwan baru mempublikasikannya sebagai salah satu spesies hiu berjalan (walking shark) baru pada Journal of Ichtyology Juli 2013. “Perbedaan signifikan spesies hiu berjalan ini adalah pada pola warnanya, utamanya ada sepasang bintik di bagian bawah kepala, sementara bintik‐bintik yang ada di bawah kepala lainnya membentuk pola menyerupai huruf U,” kata Mark Erdmann dari Conservasi International (CI) seperti dikutip dalam laporan survei tersebut. Publikasi ini menambah koleksi spesies walking shark yang ditemukan.
Sekadar diketahui, hingga kini, baru ada sembilan spesies hiu berjalan yang ditemukan di dunia. Enam dari sembilan spesies tersebut ditemukan di wilayah Indonesia, sementara tiga lainnya tersebar terbatas di wilayah Papua Niugini dan utara Australia. Salah satu yang ditemukan di Indonesia adalah Hemiscyllum Halmahera ini. Jenis yang baru ditemukan di Halmahera termasuk yang tersebar di laut Tidore dinyatakan spesies yang berbeda dari yang ditemukan di beberapa tempat lain.
Sebagai salah satu spesies endemik, tentu saja H Halmahera memiliki distribusi. yang sangat terbatas maka secara otomatis spesies ini rentan terhadap kepunahan.
Hasil penelitian menyebutkan, hiu berjalan ini memangsa sebagian kecil ikan‐ikan bentik dan invertebrata seperti krustasea (kepiting, udang) dan moluska, hal ini pun terlihat saat survei, di mana keberadaan krustasea menjadi salah satu indikator dari keberdaan H Halmahera ini.
Sebaran H halmahera di Kota Tidore Kepulauan
Ada 12 lokasi yang telah disurvei di perairan pulau Tidore yakni perairan sekitar Dermaga Trikora Goto, pantai Tugulufa, Dermaga Fery Dowora, Tanjung Seli, Perairan Soadara, Akesahu, Guhilao Gurabati, Tanjung Tongolo, Tanjung Cobo, Tanjung Mareku, Ome dan Jou Boki Toloa. Lokasi pengamatan seluruhnya merupakan daerah terumbu karang dan bentuk karangnya merupakan karang massif. Sebab umumnya hiu berjalan ini bersembunyi pada lubang‐lubang karang atau di bawah karang. Warnanya yang menyerupai karang
sepertinya dimanfaatkan untuk berkamuflase terhadap ancaman hewan lain. Sehingga dibutuhkan kecermatan untuk bisa menjumpai hewan ini.
Dari 12 titik pengamatan, 10 titik ditemukan hiu berjalan. Kesepuluh lokasi itu adalah Dermaga Trikora Goto, pantai Tugulufa, Dermaga Feri, Dowora, Tanjung Seli, Perairan Soadara, Akesahu, Tanjung Tongolo, Tanjung Mareku, Ome dan Jou Boki Toloa. Sementara yang tidak ditemukan adalah di Guhilao Gurabati dan Tanjung Cobo.
Kedalaman dijumpainya H halmahera berkisar 2 – 3 meter, baik kondisi air laut sedang pasang maupun surut. Saat merasa terganggu, selain bersembunyi di dalam
lubang yang sulit terjangkau, hewan ini berenang ke tempat yang lebih ke dalam lagi.
Dari sepuluh stasiun pengamatan, sebanyak 6 stasiun hanya ditemukan 1 ekor walking shark, masing‐masing di Dermaga Trikora Goto, Tugulufa, Dermaga Fery
Cobodoe, Akesahu, Ome dan Jou Boki Toloa. Sementara yang di Tanjung Seli, Soadara dan Tanjung Tongolo ditemukan 2 ekor. Terbanyak yakni 3 ekor ditemukan di Tanjung Mareku. Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat yang melakukan aktivitas memanah ikan di malam hari, diketahui pula bahwa ada beberapa titik lokasi dimana sering dijumpai walking shark, yakni Dermaga Kesultanan Tidore, Trans Gamtufkange, Tanjung Wama, dan Pulau Woda.
Rata‐rata H Halmahera yang dijumpai berukuran di bawah 1 meter, kecuali yang ditemukan di Dermaga Fery Cobodoe, Tanjung Mareku dan Tanjung Tongolo memiliki panjang lebih dari 1 meter. Terkecil ditemukan di perairan Toloa Jou Boki. Khususnya yang ditemukan di Tanjung Mareku, bentuk tubuh walking shark terlihat lebih gemuk di bagian perutnya. Diduga hewan tersebut sedang hamil. Perilakunya juga berbeda dengan yang ditemukan di tempat‐tempat lain. Hewan ini terlihat lebih pemalu dan bersembunyi jika terkena cahaya lampu.(*)
*Makin Tahu Indonesia
CEO Kabar Pulau