Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK mengingatkan berbagai pihak yang mengelola kawasan pariwisata berkelanjutan agar hati hati. Peringatan itu terkait adanya upaya pengalihan kepemilikan kepada pihak asing. Hal ini disampaikan Wakil Menteri (Wamen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong dalam pembukaan forum “Green Investment dalam Pembangunan Wisata Berkelanjutan” di Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gadjah Mada (PSLH UGM), Selasa (14/3/2023) lalu.
Alue Dohong bercerita, beberapa kasus di Bali mengungkapkan bahwa marak terjadi pengalihan kepemilikan dari masyarakat lokal ke pemilik non-WNI. “Hal ini juga perlu kehati-hatian. Sektor seperti ini rawan diambil alih karena sektor pariwisata khususnya tourism melibatkan mobilitas manusia, dan tentunya rawan terjadi pengalih kekuasaan,” katanya.
Menurut Alue Dohong, target pariwisata berkelanjutan tentu tidak akan berjalan dengan baik jika terjadi banyak hambatan dari segi yang tidak direncanakan sebelumnya. Interaksi antar masyarakat asing dan lokal perlu ditinjau lebih lanjut sebagai dasar rancangan preventif kasus tersebut.
Dia lantas meminta pemangku kepentingan dapat mengembangkan tata kelola pariwisata yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Sekadar diketahui saja, banyak kawasan wisata di Maluku Utara saat ini dikelola sejumlah orang asing. Tempat- tempat ini bahkan sudah sulit diakses public local. Ada tempat di Halmahera Selatan, Halmahera Tengah dan Pulau Morotai menjadi contoh. Kawasan wisata tersebut hanya bisa diakses orang berkantong tebal. Sementara masyarakat lokal hanya bisa lewat dan menyaksikan dari kejauhan.
Dalam diskusi yang membahas topik “Grand Design Tata Kelola Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia”, Wamen LHK berkomitmen untuk terus mendukung upaya-upaya yang bertujuan untuk mencapai tujuan tersebut. Ia menyatakan bahwa dalam rangka mengembangkan energi baru terbarukan, sektor pariwisata alam menjadi bagian penting dari strategi untuk membangun green economy.
“Melalui G20 di Bali kemarin, Kemenparekraf juga mendorong agar pariwisata berkelanjutan bisa membangkitkan kembali sektor pariwisata dan industri kreatif kita setelah pandemi. Paling tidak sektor ini ditargetkan bisa menghasilkan hingga 3 juta lapangan kerja,” ucap Alue Dohong.
Forum “Green Investment dalam Pembangunan Wisata Berkelanjutan”, diselenggarakan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan bagaimana hal tersebut dapat dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. PSLH UGM sebagai pusat studi lingkungan hidup bertanggung jawab untuk mendukung pengembangan SDM secara interdisiplin dan transdisiplin. Hasil riset-riset ini nantinya bisa diseminasikan di masyarakat.
Kepala PSLH UGM, Pramono Hadi mengungkapkan keresahan utama ketika menghadapi isu lingkungan di bidang pariwisata, yaitu jika pembangunan ini tidak dilakukan dengan memperhatikan aspek berkelanjutan, maka lingkunganlah yang menjadi korbannya. Ia berharap hasil diskusi ini bisa dituangkan dalam policy brief yang akan memberi masukan pada kebijakan pemerintah.
Pramono Hadi berharap dengan adanya acara ini, masyarakat dan pemangku kepentingan dapat lebih sadar dan berkontribusi dalam membangun tata kelola pariwisata yang berkelanjutan di Indonesia. Dalam menerapkan pariwisata berkelanjutan, diperlukan tiga aspek mendasar. Pertama, pembangunan pariwisata harus dirancang dengan memperhatikan kebutuhan generasi mendatang. Kedua, diharapkan pembangunan juga mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal. Terakhir, adanya usur penguatan tradisi dan kearifan lokal untuk memperkuat pengelolaan daya tarik lingkungan. (*)
Sumber rilis KLHK 14 Maret 2023
CEO Kabar Pulau