WALHI Sampaikan Maklumat Pulihkan Malut Pulihkan Indonesia
Bumi, pulau pulau serta laut Maluku Utara saat ini, berada dalam ancaman perusakan sangat serius. Karena itu butuh perhatian semua pihak segera melindungi dan menjaganya dari kerusakan yang lebih parah.
Setidaknya, pesan ini dikirim para aktivis Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Maluku Utara dalam aksi diam di kawasan Land Mark depan kantor Wali Kota Ternate Maluku Utara Jumat (22/4/2022) sore. Aksi ini sendiri dilakukan bertepatan dengan peringatan Hari Bumi yang jatuh pada 22 April ini.
Aksi ini terbilang unik.Para pemdemo tak berorasi dan menggunakan pakaian atau alat pelindung pemadam kebakaran serta baju hazmat milik petugas kesehatan. Tidak itu saja, ada peserta aksi menggunakan kaus serba hitam yang menggambarkan duka bagi kondisi alam Maluku Utara. Aksi yang masih dalam nuansa hari Karitini 21 April itu, beberapa dari mereka menggunakan sarung batik serta membawa saloi (alat yang digunakan perempuan saat ke kebun,red) dan sosiru atau tampah.
Aksi ini juga menarik perhatian warga kota yang berkendara atau pejalan kaki yang sempat lewat di kawasan ini. Aksi ini terbilang unik karena taka da orasi hanya diam dan mengangkat berbagai tulisan pamphlet.

Peraga aksi ini menuliskan pesan keprihatinan atas kondisi lingkungan Maluku Utara hari-hari belakangan ini. Misalnya semakin terancamnya aktivitas industry tambang, eksploitasi hutan dan pencemaran laut oleh sampah plastic di laut Maluku Utara.
Tidak itu saja, ada juga pamphlet yang dibawa peserta aksi bertuliskan kekuatiran semakin terancamnya hutan pulau Halmahera dan beberapa pulau kecil lainya akibat izin perkebunan monoculture sawit dan izin usaha di bidang kehutanan.
Berbagai pesan yang disampaikan kepada public Maluku Utara ini sudah sangat serius karena itu butuh kemauan politik dari pengambil kebijakan dan penyelenggara negara untuk tidak menutup mata atas kondisi yang terjadi saat ini.
Aksi ini selain mengusung pesan jaga, lindungi hutan, laut dan bumi pulau pulau di Maluku Utara, juga turut membacakan Maklumat “Pulihkan Maluku Utara Pulihkan Indonesia” yang menyeukan seluruh rakyat untuk menggunakan hak konstitusinya untuk memperkuat simpul simpul perjuangan rakyat mempertahankan setiap jengkal wilayah kelola rakyat dari segala bentuk perampasan serta mengawal supremasi hokum dan konstitusi.

Manager Kampanye WALHI Maluku Utara Wahida Abdurahim usai aksi ini menyampaikan bahwa aksi kampanye urban dalam memperingati hari Bumi ini mengangkat tema “Oligarki Merusak Bumi”. Konsep besarnya ialah Krisis Iklim dan Perampasan Ruang Hidup atau Wilayah Kelola Rakyat (WKR). Tema ini katanya berkaitan dengan beberapa tuntutan penting soal keberlanjutan hidup segala sub system. Salah satunya yakni menyelamatkan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di wilayah Moloku Kie Raha.
Dia bilang lagi Provinsi Maluku Utara memiliki 805 pulau kecil maupun besar, dimana 716 belum berpenghuni serta sisanya sudah ada penduduk. Sesuai data BPS Maluku Utara, 2019, luasnya mencapai 145.801.1 km. Di mana wilayah perairan 78.06%, dan daratan 21.94%. Ini berarti luas lautan lebih besar dari pada luas daratan. Selain itu wilayah yang berbentuk huruf K lebih kecil dari Sulawesi ini juga berada di jalur Wallacea dan CTI, termasuk juga daerah MGP (Merapi, Pertemuan jalur gempa lingkar pasifik, dan pulau-pulau kecil).
Dengan demikian Maluku Utara rentan mengalami dampak dari krisis iklim berupa dengan ancaman hilangnya pulau-pulau kecil. Sudah banyak contoh pulau Pagama di Mangoli Kabupaten Sula, atau Pulau Tulang di Kabupaten Halmahera Utara yang mulai terkisis. Tidak itu saja terjadi juga perubahan pola cuaca, suhu, dan masalah lainnya, yang mengakibatkan pada pendapatan ekonomi warga menurun. Sedangkan sebagian besar penghuninya adalah petani dan nelayan, yang sangat bergantung pada alam sebagai “sumber penghidupan dan kehidupan”
“Namun ironis Maluku Utara kini menjadi dapur bagi oligarki yang merusak bumi. Apalagi saat ini arah Kompas Negara ditujukan ke negeri ini yang memasukan dalam Proyek Strategis Nasional 2020-2024 dalam hal aktivitas investasi. Padahal bisa dilihat dalam sejarah pertambangan tidak ada investasi yang tak merusak. Sebut saja di Weda Halmahera Tengah dan Kepulauan Obi yang menjadi kawasan industri di dalam proyek strategis Nasional,” jelasnya.

Sesuai data WALHI tercatat ada 127 IUP yang bercokol di Maluku Utara. Hal ini akan berdampak serius secara ekologis maupun ekonomi warga. Kalau satu saja ekosisitem rusak, maka akan memengaruhi ekosistem lainnya. Terlepas dari masalah ekologis, masalah kemanusiaan semakin masalah dengan tidak meratanya hak- hak buruh di wilayah pertambangan, bahkan kekerasan seksual semakin meningkat.
Di bidang lain kini investasi perkebunan monokultur sawit yang berada di daratan Gane, Kabupaten Halmahera Selatan di bawah PT. Gane Mandiri Membangun (GMM) anak perusahan Korindo Grup, membabat habis hutan Gane, lalu digantikan sawit. Masalah ini dampaknya dirasakan serius oleh warga, mulai dari sungai yang rusak, serangan hama tanaman, banjir dan kondisi social masyarakat berubah drastis. “Warga juga semakin kehilangan ruang hidup mereka karena kepentingan korporasi,” cecarnya.
Dia bilang lagi alam seharusnya milik bersama, bisa menjadi praktik sosial “kolektif’’ dalam mengatur sumber daya alam secara arif dan lestari. Bukan oleh negara atau swasta, tapi oleh komunitas warga asli atau masyarakat adat/lokal setempat. “Karena itu penting untuk memastikan ruang hidup warga terjaga, karena relasi mereka terhadap hutan dan laut sangat erat. Akan tetapi kebijakan investasi justru berdampak buruk terhadap ruang kelola warga,” jelasnya.

Karena itu WALHI secara nasional mendorong ekonomi tanding, untuk melawan sistem ekonomi politik yang dijalankan oleh negara saat ini. Untuk kehidupan yang lebih adil ke depannya WALHI Maluku Utara, secara tegas bersikap menolak segala bentuk kezholiman penguasa atas alam dan isinya, dengan point tuntutanya ialah: Selamatkan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara, Cabut izin PT GMM di Gane Kabupaten Halmahera Selatan, dan Stop Kekerasan Seksual bagi kaum perempuan.(*)

CEO Kabar Pulau