Home / Lingkungan Hidup

Sabtu, 23 April 2022 - 11:19 WIT

Hutan dan Laut  Malut Makin Terancam

WALHI Sampaikan Maklumat Pulihkan Malut Pulihkan Indonesia

Bumi, pulau pulau serta laut Maluku Utara saat ini, berada dalam ancaman perusakan sangat serius. Karena itu butuh perhatian semua pihak segera melindungi dan menjaganya dari  kerusakan yang lebih  parah.

Setidaknya, pesan ini  dikirim para aktivis Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Maluku Utara dalam aksi diam di kawasan Land Mark  depan kantor Wali Kota Ternate Maluku Utara Jumat (22/4/2022) sore. Aksi ini sendiri dilakukan bertepatan dengan  peringatan  Hari Bumi yang jatuh pada  22 April  ini. 

Aksi ini terbilang unik.Para pemdemo tak berorasi dan menggunakan pakaian atau alat pelindung pemadam kebakaran serta baju hazmat milik  petugas kesehatan. Tidak itu saja, ada peserta  aksi menggunakan kaus serba hitam yang menggambarkan duka bagi kondisi alam Maluku Utara. Aksi yang  masih dalam nuansa hari Karitini 21 April itu,  beberapa dari mereka menggunakan  sarung batik serta membawa saloi (alat yang digunakan perempuan saat ke kebun,red) dan sosiru atau  tampah.  

Aksi ini  juga menarik perhatian warga kota yang berkendara atau pejalan kaki yang sempat lewat di kawasan ini. Aksi ini terbilang unik karena  taka da orasi hanya diam dan mengangkat berbagai tulisan pamphlet.

Para aktivis WALHI saat gelar aksi di kawasan Land Mark Ternate

Peraga aksi ini menuliskan pesan keprihatinan atas kondisi lingkungan Maluku Utara hari-hari belakangan ini. Misalnya semakin terancamnya  aktivitas industry tambang, eksploitasi hutan dan pencemaran laut  oleh sampah plastic di laut Maluku Utara.

Tidak itu saja,  ada juga pamphlet yang dibawa peserta aksi bertuliskan kekuatiran semakin terancamnya hutan pulau Halmahera dan beberapa pulau kecil lainya akibat izin perkebunan monoculture sawit dan izin usaha di bidang kehutanan.

Berbagai pesan yang disampaikan kepada public Maluku Utara ini sudah sangat serius karena itu butuh  kemauan politik dari pengambil kebijakan dan  penyelenggara negara untuk tidak menutup mata  atas kondisi yang terjadi saat ini.

Aksi ini selain mengusung pesan jaga,  lindungi  hutan, laut dan bumi pulau pulau di Maluku Utara, juga turut membacakan Maklumat “Pulihkan Maluku Utara Pulihkan Indonesia”  yang menyeukan seluruh rakyat untuk menggunakan hak konstitusinya untuk memperkuat simpul simpul perjuangan rakyat  mempertahankan setiap jengkal wilayah kelola rakyat dari segala bentuk perampasan serta mengawal supremasi hokum dan konstitusi.

Baca Juga  KKP Tetapkan Hiu Berjalan Dilindungi Penuh
Pesan Jaga Halmahera dari industri tambang dan korporasi perkebunan sawit yang makin mengancam foto M Ichi

Manager Kampanye  WALHI Maluku Utara Wahida Abdurahim  usai aksi ini menyampaikan bahwa   aksi kampanye urban dalam  memperingati hari Bumi ini mengangkat tema “Oligarki Merusak Bumi”. Konsep besarnya ialah Krisis Iklim dan Perampasan Ruang Hidup atau Wilayah Kelola Rakyat (WKR).  Tema ini katanya  berkaitan dengan beberapa tuntutan penting soal keberlanjutan hidup segala sub system.  Salah satunya  yakni menyelamatkan   Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil  di wilayah Moloku Kie Raha.

Dia bilang lagi Provinsi Maluku Utara  memiliki  805 pulau kecil maupun besar, dimana  716 belum berpenghuni serta sisanya sudah ada penduduk. Sesuai data  BPS Maluku Utara, 2019,   luasnya mencapai 145.801.1 km. Di mana  wilayah perairan   78.06%,  dan  daratan  21.94%. Ini berarti luas lautan lebih besar dari pada luas daratan. Selain itu wilayah yang berbentuk huruf K lebih kecil dari Sulawesi ini juga berada di jalur Wallacea dan CTI, termasuk juga daerah MGP (Merapi, Pertemuan jalur gempa lingkar pasifik, dan pulau-pulau kecil).

Dengan demikian Maluku Utara rentan mengalami dampak dari krisis iklim berupa dengan ancaman hilangnya pulau-pulau kecil. Sudah banyak  contoh pulau Pagama di Mangoli Kabupaten Sula, atau Pulau Tulang di Kabupaten Halmahera Utara yang mulai terkisis. Tidak itu saja terjadi juga perubahan pola cuaca, suhu, dan masalah lainnya, yang mengakibatkan pada pendapatan ekonomi warga menurun. Sedangkan sebagian besar penghuninya adalah  petani dan nelayan,  yang sangat bergantung pada alam sebagai “sumber penghidupan dan kehidupan”

“Namun  ironis Maluku Utara kini menjadi dapur bagi oligarki yang  merusak bumi. Apalagi saat ini arah Kompas Negara ditujukan ke negeri ini yang memasukan  dalam  Proyek Strategis Nasional 2020-2024 dalam hal  aktivitas investasi.  Padahal bisa dilihat  dalam sejarah pertambangan tidak ada investasi yang tak merusak. Sebut saja di Weda Halmahera Tengah  dan Kepulauan Obi yang menjadi kawasan industri di dalam proyek strategis Nasional,” jelasnya.

Baca Juga  Kejar Kualitas Riset, LIPI-Unkhair Jalin Kerjasama
Krisis Iklim juga jadi ancaman serius pulau pulau Maluku Utara foto M Ichi

Sesuai  data WALHI  tercatat ada   127 IUP yang bercokol di Maluku Utara. Hal ini akan berdampak serius secara ekologis maupun ekonomi warga. Kalau satu saja ekosisitem rusak, maka akan memengaruhi ekosistem lainnya. Terlepas dari masalah ekologis, masalah kemanusiaan semakin  masalah dengan tidak meratanya hak- hak buruh di wilayah pertambangan, bahkan kekerasan seksual semakin meningkat.

Di bidang lain  kini investasi perkebunan monokultur sawit yang berada di daratan Gane, Kabupaten Halmahera Selatan di bawah PT. Gane Mandiri Membangun (GMM) anak perusahan Korindo Grup,  membabat habis hutan Gane, lalu digantikan sawit.  Masalah ini  dampaknya    dirasakan serius  oleh warga, mulai dari  sungai yang rusak, serangan hama  tanaman, banjir dan  kondisi social masyarakat berubah drastis. “Warga juga semakin kehilangan ruang hidup mereka karena kepentingan korporasi,” cecarnya.

Dia bilang lagi alam seharusnya milik bersama, bisa menjadi praktik sosial “kolektif’’ dalam mengatur sumber daya alam secara arif dan lestari.  Bukan oleh negara atau swasta, tapi oleh komunitas warga asli atau masyarakat adat/lokal setempat. “Karena itu penting untuk memastikan ruang hidup warga terjaga, karena relasi mereka terhadap hutan dan laut sangat erat. Akan tetapi kebijakan investasi justru berdampak buruk terhadap ruang kelola warga,” jelasnya.  

Daratan Gane adalah contoh industri perkebunan monokultur yang mengancam ruang hidup petani dan ancaman lingkungan lainnya foto M Ichi

Karena itu WALHI secara nasional mendorong ekonomi tanding, untuk melawan sistem ekonomi politik yang dijalankan oleh negara saat ini. Untuk kehidupan yang lebih adil ke depannya WALHI Maluku Utara, secara tegas bersikap  menolak segala bentuk kezholiman penguasa atas alam dan isinya, dengan point tuntutanya ialah: Selamatkan pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara, Cabut izin PT GMM di Gane Kabupaten Halmahera Selatan, dan Stop Kekerasan Seksual bagi kaum perempuan.(*)

Share :

Baca Juga

Lingkungan Hidup

65 Ekor Paruh Bengkok Pulang ke Habitatnya

Lingkungan Hidup

Kapan Malut Miliki Kedokteran Kelautan untuk Lindungi Laut Kita?

Lingkungan Hidup

Bangun Jalan, Mangrove di Pulau Bacan Rusak

Lingkungan Hidup

Hutan Malut Kritis, Tanggung jawab Gubernur?   

Lingkungan Hidup

Menyaksikan Burung Tohoko dari Lembah Buku Bendera (2)

Lingkungan Hidup

Ini 7 Mitigasi Awal Perubahan Iklim di Malut

Lingkungan Hidup

WALHI Malut Kirim Pesan untuk Sidang COP

Lingkungan Hidup

Perkici dada-merah Sangat Terancam