Konferensi Nasional ke-11 Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (Konas Pesisir XI) 27 – 29 November lalu di Pontianak, Kalimantan Barat menghasilkan Deklarasi Pontianak. Hasilnya, menyerukan 13 komitmen bersama pemangku kepentingan dalam sinergitas Pengelolaan Pesisir, Pulau-Pulau Kecil dan Laut yang Terukur dan Berkelanjutan untuk Ekonomi Biru.
Dikutip dari KKP.go.id, Konas Pesisir XI melibatkan lebih dari 500 peserta dan pemangku kepentingan itu menghasilkan komitmen pemangku kepentingan untuk menjadikan wilayah Indonesia sebagai kekuatan maritim yang besar.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kusdiantoro turut membacakan deklarasi sekaligus menutup puncak Konas Pesisir XI pada Selasa, (28/11/2023) lalu menyampaikan ketiga belas komitmen penting tersebut. Meliputi Pertama, bahwa kebijakan dan peta jalan ekonomi biru dijalankan untuk menjalankan Amanah Deklarasi Djuanda dan mewujudkan visi Poros Maritim Dunia; Kedua, pembangunan kekuatan maritim harus ditopang oleh peningkatan kualitas dan kuantitas SDM, revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas kemaritiman, rehabilitasi kerusakan lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati laut, serta pemanfaatan riset dan teknologi;
Ketiga, pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian penting dari kebijakan dan peta jalan ekonomi biru;
Keempat, pengelolaan kawasan pesisir dan laut perlu menghasilkan kegiatan pengusahaan jasa dan produk kelautan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap perekonomian nasional;
Kelima, pengusahaan jasa dan produk kelautan dilakukan melalui kolaborasi seluruh pemangku kebijakan;
Keenam, pengelolaan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan dapat meningkatkan kontribusi PDB maritim dari 7,6 % pada tahun 2025 menjadi 15 % pada tahun 2045 di antaranya melalui strategi sinkronisasi kebijakan hulu dan hilir, tata kelola dan kelembagaan, serta pendanaan inovatif (blue financing).
Ketujuh, optimalisasi pengelolaan pulau-pulau kecil perlu diintesifkan adopsi pulau oleh perguruan tinggi melalui pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan penguatan peran Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan (FP2TPK) Indonesia; Kedelapan, penataan ruang laut di Wilayah Perairan yang terintegrasi dengan ruang darat dan Wilayah Yurisdiksi merupakan aspek penting dalam memberikan kepastian hukum serta jaminan berusaha serta investasi pada masyarakat pesisir dan pelaku usaha.
Kesembilan, pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim perlu diprioritaskan dalam pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil untuk menekan potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim yang mencapai Rp 544 triliun selama periode 2020-2024 di 319 kabupaten/kota dengan tingkat kerentanan yang sangat tinggi;
Kesepuluh, ekosistem mangrove dan lamun atau (karbon biru) memegang peranan penting dalam pergurangan emisi Gas Ruang Kaca (GRK), sehingga perlu untuk dikelola secara bijaksana dan berkelanjutan; Kesebelas, perlu dilakukan integrasi dan sinergitas program pengakuan komunitas Masyarakat Hukum Adat dan pemberdayaannya untuk mendorong pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berbasis kearifan lokal.
Keduabelas, diperlukan dukungan organisasi profesi sebagai mitra strategis pemerintah untuk mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang handal, advokasi dan pendampingan hukum, penguatan kolaborasi dan jejaring kerjasama dalam pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil yang terukur dan berkelanjutan untuk ekonomi biru, dan yang terakhir adalah sinergitas pusat dan daerah serta dukungan regulasi yang berpihak pada keberlanjutan pengelolaan ekologi dan ekonomi sejalan dengan prinsip ekonomi biru.
“Melalui deklarasi ini, kita perkuat tekad menjadikan wilayah laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil Indonesia sebagai kekuatan maritim yang besar, kuat, dan berkelanjutan. Penguatan ekosistem, pengembangan ekonomi biru, pemberdayaan masyarakat, dan sinergitas pemangku kepentingan menjadi poin kunci yang menggarisbawahi perjalanan kita ke depan,” tegas
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kusdiantoro saat membacakan poin-poin deklarasi tersebut.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam acara puncak Konas mengharapkan agar Konas Pesisir IX ini dapat menghasilkan rekomendasi strategis untuk mengawal ekologi laut dengan baik, serta menjadi masukan bagi pemerintah dalam penyusunan perubahan UU Kelautan.
Adopsi Pulau untuk Penyelematan
Kementerian Kelautan dan Perikanan akan menggandeng Perguruan Tinggi untuk mengembangkan Program Adopsi Pulau agar pengelolaan pulau-pulau kecil dapat berjalan optimal.
Salah satu rekomendasi Coastal Scientific Forum (CSF) pada Konferensi Nasional ke-11 Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (Konas Pesisir XI) akan ditindaklanjuti Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Selain program adopsi pulau, ditekankan juga pentingnya penguatan peran Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Perikanan dan Kelautan (FP2TPK) Indonesia dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan pengelolaan ruang laut.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kusdiantoro menegaskan saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah melaksanakan 5 program prioritas berbasis ekonomi biru yang salah satunya adalah pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Rekomendasi dari kajian yang baik ini tentu diharapkan dapat menjadi masukan dalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu.
Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau yang telah didaftarkan ke PBB maka program Adopsi Pulau yang dibahas dalam CSF ini sangat erat kaitannya dengan program prioritas KKP dalam pengawasan dan pengendalian pulau-pulau kecil, khususnya di kawasan perbatasan dan yang tidak berpenduduk untuk dapat dimanfaatkan secara optimal.
Rektor Universitas Tanjungpura Prof Dr Garuda Wiko menyatakan bahwa tema Konas Pesisir sejalan dengan arah kebijakan penelitian Perguruan Tinggi saat ini yaitu pengembangan blue economy dan green economy, serta transformasi digital.
“Perguruan Tinggi perlu dilibatkan sebagai mitra penting dengan berbagai pakar yang dimiliki sebagai hilirisasi keahlian yang memberikan dampak kepada masyarakat seperti pada program adopsi pulau untuk implementasi penelitian dan pengembangan,” ujar Garuda.
Coastal Scientific Forum menghadirkan sejumlah pakar sebagai narasumber untuk memaparkan beragam pembelajaran terkait pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil serta praktiknya, seperti Prof Dietriech G Bengen (Guru Besar IPB), Prof Maftuch Basyumi (Direktur FP2TPK), Victor Nikijuluwn (Konservasi Indonesia) dan Andi Fachrizal (Co-Funder Kolase).
Forum ini diikuti lebih dari 90 peserta dari pemerintah provinsi dan daerah, akademisi, Himpunan Ahli Pengelola Pesisir Indonesia (HAPPI), mahasiswa, mitra konservasi, serta pemangku kepentingan lainnya dari seluruh wilayah di Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam sambutannya pada acara puncak Konas Pesisir XI mengharapkan agar Konas Pesisir IX dapat menghasilkan rekomendasi strategis untuk mengawal ekologi laut dengan baik, serta menjadi masukan bagi pemerintah dalam penyusunan perubahan UU Kelautan. (mici/kkp.go.id)
CEO Kabar Pulau