AMAN- Burung Indonesia dan CEPF Latih Masyarakat Adat
Warga terutama kelompok masyarakat adat perlu didorong melakukan pemetaan wilayah kelolanya, termasuk agar mereka bisa mengetahu klaim wilayah adatnya. Upaya ini memerlukan pelatihan atau training pemetaan wilayah kelola mereka, Dengan pemetaan itu juga masyarakat adat bisa melakukan proses penyatuan, mencatat dan mengesahkan pengetahuan tradisional yang sudah tumbuh dalam masyarakat, sekaligus mereka mampu menegaskan dan menegoisasi klaim wilayah adat mereka.
Untuk upaya itu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malut bekerjasama dengan Burung Indonesia dan Critical Ecosystem Patnership Fund (CEPF) melaksanakan pelatihan pemetaan partisipatif wilayah adat yang melibatkan masyarakat adat Kobe di desa Kobe dan desa Sawai Itepo Weda Halmahera Tengah. Kegiatan di kantor Desa Sawai Itepo Weda Sabtu-Minggu (20-21/07/2018) itu juga, bertujuan mendorong masyarakat adat mampu mempertahakan wilayah adatnya dari upaya pihak luar berusaha menguasai wilayah adat mereka.
Soal ini Munadi Kilkoda Ketua AMAN Maluku Utara mengatakan, yang memetakan wilayah adat Kobe itu adalah masyarakat adatnya sendiri, bukan orang lain. Bahwa orang Kobe disebut masyarakat adat karena beberapa hal, ada sejarah asal-usul yang mengikat mereka, kemudian memiliki wilayah adat, kelembagaan adat dan hukum adat yang berlaku dalam keseharian hidup masyarakat. Sementara suku Sawai kata Munadi adalah suku besar yang beranak pinak menjadi komunitas masyarakat adat Kobe, Were, Lelilef, Gemaf, Sagea, dan lainnya. Karena itu pelatihan ini memberi keuntungan bagi masyarakat adat. “Dengan pemetaan wilayah adatnya akan jelas.Peta ini juga menjadi sumber informasi bagi masyarakat adat dalam merancang hidup mereka,” katanya. Munadi menganalogikan tanah adalah ibu yang menghidupi dengan menyusui bayinya. Karena itu bagaimana masa depan masyarakat adat jika tidak berdaulat lagi atas tanah, air, hutan, maupun lautnya. Ini wilayah produktif yang menghidupi mereka.
Terkait kegiatan pemetaan Adlun Fiqri Sigoro, Kepala Unit Kerja Pelayanan Pemetaan Partisipatif (UKP3) AMAN yang memfasilitasi pelatihan menjelaskan AMAN dalam pemetaan menggunakan pendekatan partisipatif. Di mana masyarakat sebagai pelaku dalam pemetaan wilayah adatnya. Mereka melakukan sendiri dan AMAN hanya sebagai fasilitator saja. Dia berharap dengan pelatihan ini ikut enumbuhkan semangat menggali pengetahuan lokal, sejarah asal-usul, sistem kelembagaan, pranata hukum, identifikasi sumber daya alam dan sebagainya. “Pelatihan itu mendorong masyarakat adat mempertahakan wilayah adatnya dari upaya pihak luar yang berusaha menguasai wilayah adat mereka. Senada pemerintah desa Kobe melalui Melkias Kajari melihat pemetaan wilayah adat ini penting karena bisa memperkuat klaim atas tanah ulayat mereka. “Saya bersama kepala desa Sawai Itepo mendukung supaya segera dilakukan pemetaan wilayah adat Kobe karena ini hak kami,” katanya.(adi)