Home / Kabar Kota Pulau

Senin, 2 September 2024 - 11:29 WIT

Ini Daerah Rawan Bencana di Ternate Sesuai RTRW

Salah satu rumah  di Rua yang hancur dihantam banjir bandang Minggu 25,8,20244 lalu foto Zulkifli

Salah satu rumah di Rua yang hancur dihantam banjir bandang Minggu 25,8,20244 lalu foto Zulkifli

Isu Lingkungan dan Bencana Belum Dipandang Serius?

Banjir bandang yang melanda Kelurahan Rua pada Minggu (25/8/2024) menghentak dan  membangunkan kesadaran publik. Bahwa isu lingkungan dan kebencanaan mestinya menjadi sirine yang selalu mengingatkan semua pihak. Bencana hidrometeorolgi  dan ikutan bencana lainnya, menjadi ancaman yang tidak terelakkan. Ternate sebagai sebuah pulau kecil yang padat penduduknya dengan lahan yang terbatas  memiliki kerentanan bencana yang patut diwaspadai.

Bahwa problem serius kebencanaan dan lingkungan yang dihadapi saat ini harus dijadikan oleh pemerintah dan semua pihak sebagai leading sector dalam pengambilan kebijakan pembangunan.  

Setiap kali peristiwa terjadi, menimbulkan daya rusak luar biasa disertai  korban  jiwa  dan harta benda tidak terkira. Artinya, setiap kebijakan yang dijalankan lebih mengutamakan penyelamatan warga kota dan daerah ini di atas segala- galanya.

Banjir bandang di Rua adalah sebuah contoh riil, yang harus menggugah kewarasan semua pihak. Tidak sekadar mengingatnya  dan bergerak saat peristiwa terjadi. Isu kebencanaan harusnya dipandang dan diseriusi kapan pun dan di mana pun. Jangan sampai ada pemeo yang muncul, Ramai di awal sepi di akhir. Pasca kejadian bencana menjadi sepi dari ingatan dan kembali seperti semula. Tidak hanya warga tetapi juga pengambil kebijakan dan semua stakeholder harus punya kepedulian dan sense terkait masalah ini.  

Lihatlah kondisi kekinian pulau Ternate,   kawasan yang sangat rawan terutama wilayah yang memiliki kerentanan tinggi hingga rendah  bencana, pembangunannya terus saja bergerak merengsek ke daerah daerah terlarang.  Daerah daerah resapan yang  dulunya menghijau   kini diisi gedung dan beton.

Hasil  riset Yan Rezki Sarihi, Sonny Tilaar,  dan Michael M.Rengkung  dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan  Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado pada tahun 2020  menunjukan,  kondisi eksisting  penggunaan lahan terbesar di pulau  Ternate  terdiri  dari lahan Hutan seluas 762.89 Ha, Perkebunan seluas 4829.93 Ha, Permukiman seluas 2226.72 Ha, Semak Belukar seluas 92.22 Ha, Danau seluas 54.87 Ha, Lahan Kosong 32.52 Ha, Kawasan Bandara 16.87 Ha, dan paling kecil adalah luas kawasan Bakau 1.73 Ha.  Data ini menunjukan bahwa penggunaan lahan untuk pemukiman sangat tinggi.   

Dari hasil analisis penggunaan lahan eksisting dan RTRW kota ternate Tahun 2010-2030 diketahui bahwa terdapat beberapa ketidaksesuaian  kondisi eksisting dan RTRW Kota Ternate Tahun 2010-2030 dengan luas 148.26 Ha yang terbagi pada wilayah kecamatan Pulau Ternate dengan luas 51.31 Ha, wilayah Kecamatan Ternate Barat dengan luas46.25 Ha, wilayah Kecamatan Ternate Selatan dengan luas 21.59 Ha, wilayah Ternate Tengah dengan luas 11.16 Ha, wilayah Ternate Utara dengan luas 7.31 Ha.

Jika menilik lebih jauh kejadian bencana banjir yang berulang baik kasus Tubo, hingga yang terbaru melanda Rua beberapa waktu lalu, sebenarnya sudah ada dalam dokumen pembangunan yang dibuat pemerintah terutama  Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Ternate.

Baca Juga  Pakativa - Dinkes Lakukan Penyuluhan Kesehatan

Dalam dokumen itu  sudah mencantumkan jelas wilayah-wilayah mana yang tingkat kerentanan bencananya sangat tinggi, sedang hingga rendah yang perlu mendapatkan perhatian, awas bahaya.

Pertanyaan kemudian muncul, apakah dokumen hanyalah kertas yang selesai dibuat dan disahkan, teronggok begitu di laci meja kerja? Semoga saja tidak.

Peta rawan bencana kota Ternate berdasarkan dokumen RTRW Kota Ternate

Daerah Rawan Bencana di Kota Ternate Sesuai RTRW

Mengutip dokumen RTRW Kota Ternate 2012-2032 dalam Paragraf 6 yang mengatur tentang Kawasan Rawan Bencana Alam sudah tertera jelas seperti dijelaskan dalam Pasal 26 Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf f, terdiri atas : a. Kawasan rawan bencana gempa; b. Kawasan rawan tanah longsor; c. Kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami;  d. Kawasan rawan banjir; dan e. Kawasan rawan bencana gunung api. Kawasan rawan bencana gempa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  huruf a, terdapat di seluruh wilayah Kota Ternate yaitu Kecamatan Ternate Utara, Kecamatan Ternate Tengah, Kecamatan Ternate Selatan, Kecamatan Pulau Ternate, Kecamatan Pulau Hiri, Kecamatan Moti dan Kecamatan Pulau Batang Dua.

Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di Pulau Ternate dengan luas total 40,58 Ha yaitu di Kelurahan Afetaduma, Dorpedu, Togafu, Kalumata, Ngade, Dufa-dufa, Akehuda  (4) Tobona. Untuk Pulau Hiri dengan luas total 6,4 Ha di Kelurahan Tafraka, Mado, Faudu dan Kelurahan Tomajiko.  

Kawasan rawan gelombang pasang dan tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di Kecamatan Ternate Utara, Kecamatan Ternate Tengah, Kecamatan Ternate Selatan,  Kecamatan Pulau Ternate, Kecamatan Pulau Hiri, Kecamatan Moti dan Kecamatan Pulau Batang Dua.

Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdapat di Kelurahan Mangga Dua yaitu jalan raya Mangga Dua kurang lebih 0,11 Ha, Kelurahan Bastiong Talangame yaitu Kawasan Terminal dan Pasar Bastiong kurang lebih 0,21 Ha, Kelurahan Bastiong Karance yaitu jalan Raya Bastiong dan jalan Pelabuhan Fery kurang lebih 0,45 Ha, Kelurahan Gamalama yaitu jalan Pahlawan Revolusi dan jalan Boesori kurang lebih 1,25 Ha, Kelurahan Jati yaitu jalan depan Hotel Bela kurang lebih 0,24 Ha, Kelurahan Santiong yaitu di kawasan Kuburan Cina kurang lebih 0,12 Ha dan Kelurahan Mangga Dua kurang lebih 0,04 Ha.

Sungai-yang-menghubungkan-ke-puncak-gamalama ini sangat berbahaya, fot,Dedi IAGI

Kawasan rawan bencana gunung api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas :  a. Kawasan rawan bencana gunung berapi meliputi daerah rawan Tipe I, rawan Tipe II dan rawan Tipe III; 

Baca Juga  Seni dan Tradisi Togal Tergerus Zaman?

b. Kawasan rawan bencana gunung berapi kategori rawan I dengan luas  total  1028,29 Ha  terdapat  di  Kelurahan Dufa-dufa, Tabam, Tubo dan Togafo, di kawasan aliran Barangka/kali mati di Kelurahan Kulaba, Bula, Tobololo, Takome, Loto, Taduma, Dorpedu, Kastela dan Toboko serta kawasan pada radius 4,5 Km dari kawah Gunung Gamalama;

c. Kawasan rawan bencana gunung berapi kategori rawan II dengan total  luas  1525,18  Ha  terdapat  di  sungai/barangka   tepatnya  di   Kelurahan  Sulamadaha,  Sungai  Togorara,  Sungai   Kulaba, Sungai Sosoma, Sungai Ruba, Sungai Telawa, Sungai Toreba, Sugai Piatoe, Sungai Taduma dan Sungai Kastela, Kelurahan Tubo, Tafure, Kulaba, Tobololo, Takome, Loto, Foramadiahi, Marikurubu (lingkungan air tegetege dan Tongole) dan Buku Bendera Kelurahan Moya, serta kawasan pada radius 3,5 Km dari kawah Gunung Gamalama; dan

d. Kawasan rawan bencana gunung berapi kategori rawan III dengan total luas kurang lebih 1121,58 Ha terdapat di sebagian sungai Fitu, sungai Piatoe, Sungai Toreba, Sungai Takome, sungai Sosoma, Sungai Ruba, Sungai Kulaba, sungai Togorara serta kawasan pada radius 2,5 Km dari kawah Gunung Gamalama.   

Apa yang ada dalam dokumen ini tidak diketahui oleh public secara luas. Padahal  dokumen itu ada sejak 2012 hingga saat ini. Semestinya  warga kota ini  tahu  bahwa daerah mereka rawan seperti kategori bencana yang tertera dalam dokumen Perda tersebut.

Anggota Komisi C DPRD Kota Ternate Junaidi A Bahrudin menjelaskan memang Pemkot belum menerapkan kebijakan kebijakan  pembangunan yang responsif bencana. Di sisi lain informasi terkait daerah rawan bencana juga jarang diketahui masyarakat sehingga membangun rumah di kawasan-kawasan  yang potensi bencananya tinggi juga marak.

Sementara Ketua Ikatan Ahli Geologi (IAGI) Maluku Utara Abdulkadir Arif menilai untuk scope Maluku Utara termasuk kota Ternate isu- isu kebencanaan dan lingkungan dalam dokumen perencanaan pemeritah sebenarnya  hanya jadi lembar pelengkap dalam sebuah dokumen. Perhatian mungkin diberikan ketika ada kejadian dengan dampak yang besar, baru kemudian  itu dianggap menjadi hal urgen. Padahal ketika disadari saat kejadian itu, korban sudah berjatuhan. Karena itu   ke depan perlu belajar dari kejadian  yang sudah dialami ini. Terutama cara berpikir dan membangun bisa berubah. Dia menyarankan kepada  BPBD sebagai leading sector  agar maksimal bekerja karena selama ini  seperti belum ada gerakan yang berarti.

Dia berharap ada perhatian terhadap isu kebencanaan dan lingkungan tidak hanya saat kejadian tetapi juga tercermin dari program yang dijalankan terutama  apa yang sudah ditetapkan dalam dokumen perencanaan yang telah disahkan.  “Dalam  dokumen Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Ternate saya juga turut boboti banyak menyangkut dengan kebencanaan ini,” katanya. (*)

Share :

Baca Juga

Kabar Kota Pulau

Hutan Lindung Tidore Kepulauan Rawan Dirambah

Kabar Kota Pulau

Ancaman Di Masa Depan Sangat Serius Perlu Kolaborasi Lintas Sektor

Kabar Kota Pulau

Hemiscyllium halmahera Terancam, Perlukah Perlindungan?  

Kabar Kota Pulau

Kuso Endemik Ternate, Terus Diburu untuk Dikonsumsi

Kabar Kota Pulau

Temuan KNTI, Masyarakat Pesisir Semakin Tersisih

Kabar Kota Pulau

Anak Muda Ternate akan Dapat Ilmu Gratis Soal Medsos

Kabar Kota Pulau

Di Musyawarah IKAPERIK, Bahas Perikanan Malut dan Tantangan Era 4.0

Kabar Kota Pulau

Transportasi Sumbang 5 Persen Emisi Karbon