Home / Kabar Kota Pulau

Sabtu, 3 Oktober 2020 - 12:44 WIT

Ini Problem Pembangunan Kota Pulau Ternate

hutan cengkih di Ternate

hutan cengkih di Ternate

Data yang disajikan Badan Penelitian dan Perencanaan Pembangunan (Bappelitbang) Kota Ternate menyebutkan, Ternate  memiliki  8 pulau, 5 berpenghuni  3 tak berpenghuni.

Luas wilayah laut mencapai 5795,4 kilometer, sementara luas wilayah darat mencapai 162,03 kilometer. Dari 5 pulau berpenghuni,  mengoleksi penduduk berdasarkan data BPS Kota Ternate  2018   sebanyak  228105  jiwa. Mereka  berada di 8 kecamatan dan 72 kelurahan. Di mana  56 kelurahan berada di daerah pesisir dan 22 kelurahan  bukan pesisir. 

Gambaran kondisi Ternate ini, ternyata dilingkupi berbagai masalah pembangunan yang perlu mendapat perhatian pemerintah terutama dalam memberikan pelayanan. Misalnya masalah  Infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup.

Awal Agustus lalu, ada sejumlah elemen gerakan mahasiswa yang menamakan dirinya, kelompok Cipayung Plus, menggelar aksi ke kantor Wali Kota Ternate di Jalan Pahlawan Revolusi. Melalui spanduk dan pamphlet yang mereka bawa, tertulis jelas tagline Cipayung Kota Ternate Plus Menggugat; Tuntaskan Pembangunan di Kecamatan Pulau Batang Dua.  Lembaga  itu yakni HMI, IMM, GMKI, KAMMI GMNI  dan PMII menyoroti ketimpangan pembangunan di Kecamatan Pulau Batang Dua. Dari selebaran yang mereka bagikan kepada warga kota,  menyoroti empat poin penting  problem yang dihadapi Kota Ternate sebagai Kota Pulau. Bahwa Ternate tak hanya pulau Ternate tetapi wilayahnya   tersebar dari Ternate hingga perbatasan Halmahera Selatan dan , Sulawesi Utara.

Aksi warga Jere Busua Kelurahan Jati yang pernah memprotes putusnya distribusi air hampir sebulan ke PDAM.

Tiga kecamatan dari Kota Ternate yang disebut- sebut tak  mendapat perhatian serius  yakni Moti, Batang Dua dan Hiri. Padahal dia juga bagian integral dari wilayah administrasi Kota Ternate.  Aksi yang digelar itu memang tidak seramai aksi-aksi dengan  massa  berjubel. Amatan Kabarpulau.co.id tak cukup 30 peserta aksi. Namun demikian isu yang digaungkan  menyasar problem kota Ternate sebenarnya, yang selama ini dirasakan warga  di daerah pulau- pulau.

Tiwing Peo yang juga Ketua GMKI Kota Ternate misalnya,  menyoroti  problem yang dihadapi warga Batang Dua. Bahwa Kota Ternate tidak hanya  4 kecamatan  di Pulau Ternate yakni Ternate Utara, Ternate Selatan,  Ternate Tengah dan Ternate Barat. Tetapi ada tiga kecamatan berada di pulau-pulau yang meraskan ketimpangan pembagunan  luar biasa.

“Batang Dua dengan dua pulaunya yakni Tifure dan Mayau memiliki problem keterisolasian luar biasa. Begitu juga Moti dan Hiri.  Tiga kecamatan ini diabaikan dalam kebijakan pembangunan.  Apalagi Batang Dua yang cukup jauh dari Ibu Kota Ternate, kondisinya sangat tersisolasi. Dari aspek infrastruktur dasar, sangat terbatas. Kemiskinan dan pengangguran juga tinggi. Hal ini yang mestinya menjadi perhatian serius eksekutif dan legislative,” katanya.

Dua pulau di Batang Dua ini sebenarnya  memiliki potensi  sangat luar biasa  di sector perkebunan, peternakan dan perikanan. Dari  jumlah penduduk dan potensi  yang dimiliki kecamatan Batang Dua dibutuhkan pemerataan pembangunan infratruktur terutama  jembatan dan pelabuhan yang memadai. Ini sebagai sarana   melancarkan  arus barang  produksi dan manusia.

Begitu juga pembangunan sarana telekomunikasi, di Batang Dua masih belum dirasakan  merdeka.   Akses jalan keliling pulau  juga hingga kini masih jadi problem serius.

Dia mengakui, ada transportasi Tol Laut  Ternate- Batang Dua– Bitung. Hanya saja dalam hal  transportasi barang  produksi warga, ada tarif  yang tidak menentu. Biasanya per koli barang dibayar Rp110.000. Tetapi ada pengguna jasa  menemukan  hal berbeda yakni Rp350. 000. Nah ini masalah yang mesti dipecahkan bersama pemerintah. Belum lagi persoalan pendidikan dan kesehatan. Dua masalah  ini   sangat serius. 

“Kami mendesak pemerintah kota Ternate  menuntaskan berbagai masalah dan ketimpangan yang ada. Terutama persoalan pembangunan infrastruktur, jalan dan pelabuhan, pembangunan jaringan telekomunikasi, dan pelayanan  listrik.  Mendesak juga agar pemerintah kota Ternate menyediakan  sarana transportasi laut untuk menunjang pelayaan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat Batang  Dua di saat mendesak,” harapnya.  Di bidang pendidikan pemerintah juga perlu menyediakan tenaga guru terutama untuk mata pelajaran MIPA di Batang Dua.

Pulau Batang Dua berada paling luar dan dekat ke Sulawesi Utara menghadapi begitu banyak problem pembangunan. Lantas bagaimana dengan nasib pulau Hiri yang berada hanya sepelemparan batu dari Kota Ternate?  

Kelurahan-Mayau-di-Kecamatan-Batang-Dua foto Abdul Fatah

Jawabannya hampir sama. Pulau ini juga masih menghadapi masalah ketertinggalan  infrstruktur.  Aksi  yang digelar  pemuda dan mahasiswa Pulau Hiri  yang menamakan dirinya Aliansi Masyarakat Pulau Hiri (AMPH)  pada 26 Agustus lalu, ternyata juga meributkan masalah yang sama. Yakni ketimpangan infrastruktur di Pulau Hiri. Satu tuntutan yang selama ini diminta bahkan sudah hamper 10 tahun lamanya, belum juga terealisasi adalah pembangunan  dermaga untuk  akses transportasi dari dan ke Pulau Hiri. 

Baca Juga  Hutan Lindung Tidore Kepulauan Rawan Dirambah

Mereka menggelar aksi ke kantor Wali Kota bahkan ke DPRD menuntut agar sarana penting ini perlu dibangun agar melepaskan warga Pulau Hiri ketika dari dan Ternate tak lagi berenang  atau basah  karena ketiadaan dermaga.

“Kami datang ke sini bukan meminta uang tetapi ini bagian dari tanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat.  Termasuk kami  di Pulau Hiri.  Maka itu pula hari ini kami datang mendesak pemerintah kota Ternate merealisasikan pembangunan dermaga pulau Hiri di Ternate agar segera dimasukkan dalam rancangan APBD-Perubahan Kota Ternate,” teriak Wawan Ilyas Koordinator Aksi kala itu.  Menurutnya, orang Hiri merasa termarginalkan selama ini karena pembangunan yang belum berpihak.  Salah satu contohnya dermaga sebagai  sarana paling penting bagi masyarakat. 

Menurutnya, ada banyak masalah dihadapi masyarakat Hiri seperti air bersih dan berbagai problem lainnya. Aksi  itu katanya berdasarkan kesepakatan pemerintah kecamatan dan kelurahan didukung oleh mahasiswa, pemuda dan masyarakat Hiri melalui sebuah konsolidasi yang dilakukan  selama dua hari. ”Kami berdiri di atas kepentingan bersama bahwa membangun dermaga berarti memberi kenyamanan bagi setiap orang yang akan ke Hiri begitu juga sebaliknya. Atas problem itu, Aliansi  Masyarakat Pulau Hiri  menyatakan sikap  ingin memastikan  gambaran pembangunan dermaga di APBD-P 2020. Mendesak pemerintah kota Ternate  membangun dermaga di pantai Hao Madaha sebelum proses pemilihan Walikota  2020-2024.

Perlu pemerataan air bersih di pulau Hiri.  Perlu pembangunan tower  jaringan internet di Kelurahan Faudu Pulau Hiri, perlu segera diadakan Polsek di pulau Hiri. Perlu mempercepat fasilitas kesehatan  rawat inap di kelurahan Faudu, percepat KUA dan  aktifkan pasar di Hiri.  Berbagai tuntutan ini disampaikan sekaligus menjadi warning bagi pemerintah agar memberikan perhatiannya secara serius ke pulau Hiri.

Usai massa berorasi, Wali Kota Burhan Abdurahman  menemui para peserta aksi dan membuat kesepakatan segera membangun dermaga ini.  Kesepakatan ini juga telah diakomodir oleh DPRD dalam pembahasan APBD Perubahan Kota Ternate. Wawan Ilyas mengakui anggaranya sudah diakomodir dan tinggal menunggu realisasi pembangunannya.

Kondisi pelabuhan yang menghubungkan Ternate dan Hri/foto wawan Ilyas Facebook

Persoalan Ternate sebenarnya tak hanya  soal  elementer seperti pelayanan dan infrastruktur pendukung  bagi layanan publik.

Dalam focus diskusi grup (FGD) yang digelar Perkumpulan PakaTiva   13 Agustus lalu di Paddock Café Ternate   mengangkat tema  Perencanaan Pembangunan Kota Pulau Ternate dan  menghadirkan Kepala Bappelitbang Kota Ternate  M Said Assagaf mencuat berbagai problem. Dengan  peserta journalis dan  NGO di Maluku Utara, mengungkap  banyak problem kota terutama  pembangunan di bidang lingkungan hidup yang  belum berjalan baik.

Ada tiga persoalan mendasar  mengemuka dalam FGD itu yakni persoalan urban, keterbatasan lahan sampah dan air bersih.

Soal ketersediaan air bersih kota ini menghadapi persoalan cukup pelik. Kasus tercemarnya sumber air Ake Gaale Kota Ternate,  sampai saat ini belum  tuntas seratus persen.  Distribusi air bersih untuk warga kota terus dikeluhkan. Warga yang berada di daerah ketinggian masih menghadapi masalah serius menyangkut dengan pelayanan air bersih.

Lalu soal Sampah?  Sampah   yang dihasilkan oleh  warga kota Ternate sudah mencapai 80  ton  setiap hari.  Dari jumlah itu sampah  20 ton tidak terangkut. Sampah yang tidak terangkut  masuk ke barangka dan pantai. Produksi sampah meningkat karena penduduk Kota Ternate yang terus bertambah. Volume sampah  2017-2019 mencapai 60-65 Ton per hari dan pada 2020 meningkat 80  Ton per hari.

Kategori sampah bervariasi, antara lain sampah rumah tangga, sampah tak terduga, sampah daur ulang dan lainya. Pengangkutan sampah dalam satu hari dilakukan rutin dua kali pengangkutan dan dalam satu minggu bisa 12 kali pengangkutan.  .  

Produksi   sampah yang semakin banyak  sementara dari sisi  armada  punya keterbatasan. Mobil angkut yang melayani  hanya ada 6 unit mobil armroll, 18 unit dump truk , dan 6 unit pick up jenis L300.   Artinya  fasilitas yang dibutuhkan masih sangat minim.

Baca Juga  Lebah Raksasa Kembali Ditemukan di TNAL Resort Tayawi
Kondisi sampah di pantai Ternate foto Ipang Mahardika/Cermat

Itu  baru sampah. Belum lagi soal  penambangan galian C.  Ada 17  galian C  di Kota Ternate. Tambang ini sebagian besar tak berizin.  Yang aneh dari galian C itu  izinnya perataan tanah tetapi  di lapangan  aktivitasnya adalah  galian C. Tambang ini menjadi ancaman serius bentangan  alam Ternate karena dampaknya cukup serius bagi pulau ini.   

“Ini persoalan serius kota Ternate. Selain tambang galian C, ada juga  reklamasi kawasan pantai Ternate yang saat ini  terus berlangsung.  Tentu ini menjadi masalah lingkungan serius  kota Ternate,” kata Hairil Abdurahim Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Ternate dalam FGD PakaTiva Bappelitbang Kota Ternate  itu.

 Pulau Ternate  juga merupakan daerah rawan bencana gunung berapi. Masalah yang tak kalah seriusnya   dihadapi saat ini, adalah pertumbuhan pembangunan pemukiman yang mengarah ke daerah rawan bencana. Pemukiman warga semakin mengarah  ke daerah puncak. Bahkan  mendekati kawasan rawan bencana (KRB) tiga yang sangat beresiko jika  aktivitas gunung berapi. Di daerah puncak Ternate misalnya, pemukiman sudah menyasar daerah –daerah perkebunan cengkih dan pala. Di Ternate Tengah khususnya Kelurahan Moya dan Marikurubu  sudah mulai dibuka kawasan baru yang mengarah  puncak. Ada jalan kebun yang mengarah ke puncak  dibuka lebar dan berpotensi  menjadi kawasan pemukiman baru.

Hal yang  juga tidak bisa dinafikkan dari problem kota ini adalah tingginya pertumbuhan kendaraan  roda dua dan roda empat yang  tidak seimbang dengan ruas jalan yang dimiliki  Kota Ternate.  “Ternate adalah kota dengan kendaraan roda dua terpadat di Indonesia. Ini menjadi masalah serius  yang perlu juga diselesaikan,” kata Said dalam FGD itu. Said bilang sudah ada beberapa upaya termasuk membangun jalan baru melalui kegiatan penataan kawasan pantai (reklamasi,red) yang dilakukan Pemkot Ternate.

Faisal Dirham Direktur Kampanye WALHI Maluku Utara dalam FGD dengan Bappelitbang  itu menyoroti tentang semakin massive-nya reklamasi yang dilakukan  pemerintah Kota Ternate. Dia mempertanyakan dokumen lingkungan  dari aktivitas ini. Di hadapan Kepala Bappelitbang dia meminta transparansi   dokumen lingkungannya.

Menjawab berbagai kritik dan masukan  dalam  FGD itu, Said memaparkan beberapa tantangan yang dihadapi Kota Pulau Ternate  sekarang dan akan datang.  Dia fokus pada 6 persoalan penting problem kota pulau seperti Ternate.  Yakni keterbatasan lahan, konektivitas antarpulau, tingkat kebencanaan  meliputi gunung api, gempa, longsor abrasi dan banjir akibat perubahan iklim, termasuk ancaman tsunami.  Tingginya pertumbuhan penduduk  yang  tidak diikuti  ketersediaan lahan. Tumbuhnya pemukiman kumuh  akibat urban yang tinggi  serta terbatasnya infrastruktur dasar   dan akses yag terbatas.   Dia bilang beberapa isu actual itu menjadi dasar  kerangka acuan  program prioritas  RPJMD 5 tahun 2016 2021.   

Dari sisi dukungan regulasi di bidang lingkungan Pemkot juga sudah menghasilkan beberapa Perda. Yakni Perda Nomor 2 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ternate  2012 2032. Perda Nomor 5 tahun 2016 tentang pembuatan sumur resapan, Perda No 2 tahun 2017  tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, Perda no 6 Tahun 2018  tentang pengelolan air limbah domestic Perda nomor 21 2018 tentang  Pengelolaan Kualitas Air  dan Pengendalian Pencemaran Air,  dan Perda Nomor 24 Tentang Pengelola dan Perlindungan  Lingkungan Hidup.  Ada juga Perda nomor 8 tahun tahun 2016  Tentang RPJMD Kota Ternate, 2016-2021 dan Perda Nomor 39 2012  tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang  Daerah RPJPD  Kota Ternate 2005 2025. Semua regulasi  ini  sudah ada hanya saja pelaksanaanya  belum maksimal.

Dari persoalan di atas, perlahan-lahan pemerintah  membuat  berbagai kebijakan dalam mengatasi ketimpangan yang terjadi. Ada banyak program telah dilaksanakan di bidang lingkungan.

Kolaborasi yang sudah dilakukan itu misalnya dengan  USAID IUWASH Plus yang bergerak  dalam program air minum sanitiasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Program Ternate My Darling Masyarakat Ternate sadar lingkungan. Ini merupakan program kolaborasi antara Pemkot Ternate dengan  CSR salah satu perusahaan rokok.  Ada juga program Ternate Smart Island. Ini adalah sebuah konsep penataan kota secara terintegrasi  dengan cakupan pembangunan  berbasis kepulauan yang dipadukan dengan perkembangan tekhnologi saat ini. (*)

Land Mark Ternate sebagai icon foto Rajif Duchlun

Share :

Baca Juga

Kabar Kota Pulau

Ingatkan Warga Kota Ternate Hemat, Jaga dan Rawat Air

Kabar Kota Pulau

Pohon di Tepi Jalan Ternate Jadi Korban Pemilu

Kabar Kota Pulau

Negara Dibutuhkan Hadir di Tengah Warga Pesisir

Kabar Kota Pulau

Butuh Aksi Nyata Bebaskan Laut Malut dari Sampah Plastik

Kabar Kota Pulau

Tangkap Tuna Makin Jauh, Ukurannya juga Makin Kecil

Kabar Kota Pulau

Fitako Sumber Energi Terbarukan yang Belum Dilirik

Kabar Kota Pulau

Ini Model Mitigasi Gempabumi Siswa SD

Kabar Kota Pulau

Transportasi Sumbang 5 Persen Emisi Karbon