Data yang disajikan Badan Penelitian dan Perencanaan Pembangunan (Bappelitbang) Kota Ternate menyebutkan, Ternate memiliki 8 pulau, 5 berpenghuni 3 tak berpenghuni.
Luas wilayah laut mencapai 5795,4 kilometer, sementara luas wilayah darat mencapai 162,03 kilometer. Dari 5 pulau berpenghuni, mengoleksi penduduk berdasarkan data BPS Kota Ternate 2018 sebanyak 228105 jiwa. Mereka berada di 8 kecamatan dan 72 kelurahan. Di mana 56 kelurahan berada di daerah pesisir dan 22 kelurahan bukan pesisir.
Gambaran kondisi Ternate ini, ternyata dilingkupi berbagai masalah pembangunan yang perlu mendapat perhatian pemerintah terutama dalam memberikan pelayanan. Misalnya masalah Infrastruktur, pendidikan, kesehatan dan lingkungan hidup.
Awal Agustus lalu, ada sejumlah elemen gerakan mahasiswa yang menamakan dirinya, kelompok Cipayung Plus, menggelar aksi ke kantor Wali Kota Ternate di Jalan Pahlawan Revolusi. Melalui spanduk dan pamphlet yang mereka bawa, tertulis jelas tagline Cipayung Kota Ternate Plus Menggugat; Tuntaskan Pembangunan di Kecamatan Pulau Batang Dua. Lembaga itu yakni HMI, IMM, GMKI, KAMMI GMNI dan PMII menyoroti ketimpangan pembangunan di Kecamatan Pulau Batang Dua. Dari selebaran yang mereka bagikan kepada warga kota, menyoroti empat poin penting problem yang dihadapi Kota Ternate sebagai Kota Pulau. Bahwa Ternate tak hanya pulau Ternate tetapi wilayahnya tersebar dari Ternate hingga perbatasan Halmahera Selatan dan , Sulawesi Utara.
Tiga kecamatan dari Kota Ternate yang disebut- sebut tak mendapat perhatian serius yakni Moti, Batang Dua dan Hiri. Padahal dia juga bagian integral dari wilayah administrasi Kota Ternate. Aksi yang digelar itu memang tidak seramai aksi-aksi dengan massa berjubel. Amatan Kabarpulau.co.id tak cukup 30 peserta aksi. Namun demikian isu yang digaungkan menyasar problem kota Ternate sebenarnya, yang selama ini dirasakan warga di daerah pulau- pulau.
Tiwing Peo yang juga Ketua GMKI Kota Ternate misalnya, menyoroti problem yang dihadapi warga Batang Dua. Bahwa Kota Ternate tidak hanya 4 kecamatan di Pulau Ternate yakni Ternate Utara, Ternate Selatan, Ternate Tengah dan Ternate Barat. Tetapi ada tiga kecamatan berada di pulau-pulau yang meraskan ketimpangan pembagunan luar biasa.
“Batang Dua dengan dua pulaunya yakni Tifure dan Mayau memiliki problem keterisolasian luar biasa. Begitu juga Moti dan Hiri. Tiga kecamatan ini diabaikan dalam kebijakan pembangunan. Apalagi Batang Dua yang cukup jauh dari Ibu Kota Ternate, kondisinya sangat tersisolasi. Dari aspek infrastruktur dasar, sangat terbatas. Kemiskinan dan pengangguran juga tinggi. Hal ini yang mestinya menjadi perhatian serius eksekutif dan legislative,” katanya.
Dua pulau di Batang Dua ini sebenarnya memiliki potensi sangat luar biasa di sector perkebunan, peternakan dan perikanan. Dari jumlah penduduk dan potensi yang dimiliki kecamatan Batang Dua dibutuhkan pemerataan pembangunan infratruktur terutama jembatan dan pelabuhan yang memadai. Ini sebagai sarana melancarkan arus barang produksi dan manusia.
Begitu juga pembangunan sarana telekomunikasi, di Batang Dua masih belum dirasakan merdeka. Akses jalan keliling pulau juga hingga kini masih jadi problem serius.
Dia mengakui, ada transportasi Tol Laut Ternate- Batang Dua– Bitung. Hanya saja dalam hal transportasi barang produksi warga, ada tarif yang tidak menentu. Biasanya per koli barang dibayar Rp110.000. Tetapi ada pengguna jasa menemukan hal berbeda yakni Rp350. 000. Nah ini masalah yang mesti dipecahkan bersama pemerintah. Belum lagi persoalan pendidikan dan kesehatan. Dua masalah ini sangat serius.
“Kami mendesak pemerintah kota Ternate menuntaskan berbagai masalah dan ketimpangan yang ada. Terutama persoalan pembangunan infrastruktur, jalan dan pelabuhan, pembangunan jaringan telekomunikasi, dan pelayanan listrik. Mendesak juga agar pemerintah kota Ternate menyediakan sarana transportasi laut untuk menunjang pelayaan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat Batang Dua di saat mendesak,” harapnya. Di bidang pendidikan pemerintah juga perlu menyediakan tenaga guru terutama untuk mata pelajaran MIPA di Batang Dua.
Pulau Batang Dua berada paling luar dan dekat ke Sulawesi Utara menghadapi begitu banyak problem pembangunan. Lantas bagaimana dengan nasib pulau Hiri yang berada hanya sepelemparan batu dari Kota Ternate?
Jawabannya hampir sama. Pulau ini juga masih menghadapi masalah ketertinggalan infrstruktur. Aksi yang digelar pemuda dan mahasiswa Pulau Hiri yang menamakan dirinya Aliansi Masyarakat Pulau Hiri (AMPH) pada 26 Agustus lalu, ternyata juga meributkan masalah yang sama. Yakni ketimpangan infrastruktur di Pulau Hiri. Satu tuntutan yang selama ini diminta bahkan sudah hamper 10 tahun lamanya, belum juga terealisasi adalah pembangunan dermaga untuk akses transportasi dari dan ke Pulau Hiri.
Mereka menggelar aksi ke kantor Wali Kota bahkan ke DPRD menuntut agar sarana penting ini perlu dibangun agar melepaskan warga Pulau Hiri ketika dari dan Ternate tak lagi berenang atau basah karena ketiadaan dermaga.
“Kami datang ke sini bukan meminta uang tetapi ini bagian dari tanggung jawab untuk kesejahteraan masyarakat. Termasuk kami di Pulau Hiri. Maka itu pula hari ini kami datang mendesak pemerintah kota Ternate merealisasikan pembangunan dermaga pulau Hiri di Ternate agar segera dimasukkan dalam rancangan APBD-Perubahan Kota Ternate,” teriak Wawan Ilyas Koordinator Aksi kala itu. Menurutnya, orang Hiri merasa termarginalkan selama ini karena pembangunan yang belum berpihak. Salah satu contohnya dermaga sebagai sarana paling penting bagi masyarakat.
Menurutnya, ada banyak masalah dihadapi masyarakat Hiri seperti air bersih dan berbagai problem lainnya. Aksi itu katanya berdasarkan kesepakatan pemerintah kecamatan dan kelurahan didukung oleh mahasiswa, pemuda dan masyarakat Hiri melalui sebuah konsolidasi yang dilakukan selama dua hari. ”Kami berdiri di atas kepentingan bersama bahwa membangun dermaga berarti memberi kenyamanan bagi setiap orang yang akan ke Hiri begitu juga sebaliknya. Atas problem itu, Aliansi Masyarakat Pulau Hiri menyatakan sikap ingin memastikan gambaran pembangunan dermaga di APBD-P 2020. Mendesak pemerintah kota Ternate membangun dermaga di pantai Hao Madaha sebelum proses pemilihan Walikota 2020-2024.
Perlu pemerataan air bersih di pulau Hiri. Perlu pembangunan tower jaringan internet di Kelurahan Faudu Pulau Hiri, perlu segera diadakan Polsek di pulau Hiri. Perlu mempercepat fasilitas kesehatan rawat inap di kelurahan Faudu, percepat KUA dan aktifkan pasar di Hiri. Berbagai tuntutan ini disampaikan sekaligus menjadi warning bagi pemerintah agar memberikan perhatiannya secara serius ke pulau Hiri.
Usai massa berorasi, Wali Kota Burhan Abdurahman menemui para peserta aksi dan membuat kesepakatan segera membangun dermaga ini. Kesepakatan ini juga telah diakomodir oleh DPRD dalam pembahasan APBD Perubahan Kota Ternate. Wawan Ilyas mengakui anggaranya sudah diakomodir dan tinggal menunggu realisasi pembangunannya.
Persoalan Ternate sebenarnya tak hanya soal elementer seperti pelayanan dan infrastruktur pendukung bagi layanan publik.
Dalam focus diskusi grup (FGD) yang digelar Perkumpulan PakaTiva 13 Agustus lalu di Paddock Café Ternate mengangkat tema Perencanaan Pembangunan Kota Pulau Ternate dan menghadirkan Kepala Bappelitbang Kota Ternate M Said Assagaf mencuat berbagai problem. Dengan peserta journalis dan NGO di Maluku Utara, mengungkap banyak problem kota terutama pembangunan di bidang lingkungan hidup yang belum berjalan baik.
Ada tiga persoalan mendasar mengemuka dalam FGD itu yakni persoalan urban, keterbatasan lahan sampah dan air bersih.
Soal ketersediaan air bersih kota ini menghadapi persoalan cukup pelik. Kasus tercemarnya sumber air Ake Gaale Kota Ternate, sampai saat ini belum tuntas seratus persen. Distribusi air bersih untuk warga kota terus dikeluhkan. Warga yang berada di daerah ketinggian masih menghadapi masalah serius menyangkut dengan pelayanan air bersih.
Lalu soal Sampah? Sampah yang dihasilkan oleh warga kota Ternate sudah mencapai 80 ton setiap hari. Dari jumlah itu sampah 20 ton tidak terangkut. Sampah yang tidak terangkut masuk ke barangka dan pantai. Produksi sampah meningkat karena penduduk Kota Ternate yang terus bertambah. Volume sampah 2017-2019 mencapai 60-65 Ton per hari dan pada 2020 meningkat 80 Ton per hari.
Kategori sampah bervariasi, antara lain sampah rumah tangga, sampah tak terduga, sampah daur ulang dan lainya. Pengangkutan sampah dalam satu hari dilakukan rutin dua kali pengangkutan dan dalam satu minggu bisa 12 kali pengangkutan. .
Produksi sampah yang semakin banyak sementara dari sisi armada punya keterbatasan. Mobil angkut yang melayani hanya ada 6 unit mobil armroll, 18 unit dump truk , dan 6 unit pick up jenis L300. Artinya fasilitas yang dibutuhkan masih sangat minim.
Itu baru sampah. Belum lagi soal penambangan galian C. Ada 17 galian C di Kota Ternate. Tambang ini sebagian besar tak berizin. Yang aneh dari galian C itu izinnya perataan tanah tetapi di lapangan aktivitasnya adalah galian C. Tambang ini menjadi ancaman serius bentangan alam Ternate karena dampaknya cukup serius bagi pulau ini.
“Ini persoalan serius kota Ternate. Selain tambang galian C, ada juga reklamasi kawasan pantai Ternate yang saat ini terus berlangsung. Tentu ini menjadi masalah lingkungan serius kota Ternate,” kata Hairil Abdurahim Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Ternate dalam FGD PakaTiva Bappelitbang Kota Ternate itu.
Pulau Ternate juga merupakan daerah rawan bencana gunung berapi. Masalah yang tak kalah seriusnya dihadapi saat ini, adalah pertumbuhan pembangunan pemukiman yang mengarah ke daerah rawan bencana. Pemukiman warga semakin mengarah ke daerah puncak. Bahkan mendekati kawasan rawan bencana (KRB) tiga yang sangat beresiko jika aktivitas gunung berapi. Di daerah puncak Ternate misalnya, pemukiman sudah menyasar daerah –daerah perkebunan cengkih dan pala. Di Ternate Tengah khususnya Kelurahan Moya dan Marikurubu sudah mulai dibuka kawasan baru yang mengarah puncak. Ada jalan kebun yang mengarah ke puncak dibuka lebar dan berpotensi menjadi kawasan pemukiman baru.
Hal yang juga tidak bisa dinafikkan dari problem kota ini adalah tingginya pertumbuhan kendaraan roda dua dan roda empat yang tidak seimbang dengan ruas jalan yang dimiliki Kota Ternate. “Ternate adalah kota dengan kendaraan roda dua terpadat di Indonesia. Ini menjadi masalah serius yang perlu juga diselesaikan,” kata Said dalam FGD itu. Said bilang sudah ada beberapa upaya termasuk membangun jalan baru melalui kegiatan penataan kawasan pantai (reklamasi,red) yang dilakukan Pemkot Ternate.
Faisal Dirham Direktur Kampanye WALHI Maluku Utara dalam FGD dengan Bappelitbang itu menyoroti tentang semakin massive-nya reklamasi yang dilakukan pemerintah Kota Ternate. Dia mempertanyakan dokumen lingkungan dari aktivitas ini. Di hadapan Kepala Bappelitbang dia meminta transparansi dokumen lingkungannya.
Menjawab berbagai kritik dan masukan dalam FGD itu, Said memaparkan beberapa tantangan yang dihadapi Kota Pulau Ternate sekarang dan akan datang. Dia fokus pada 6 persoalan penting problem kota pulau seperti Ternate. Yakni keterbatasan lahan, konektivitas antarpulau, tingkat kebencanaan meliputi gunung api, gempa, longsor abrasi dan banjir akibat perubahan iklim, termasuk ancaman tsunami. Tingginya pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti ketersediaan lahan. Tumbuhnya pemukiman kumuh akibat urban yang tinggi serta terbatasnya infrastruktur dasar dan akses yag terbatas. Dia bilang beberapa isu actual itu menjadi dasar kerangka acuan program prioritas RPJMD 5 tahun 2016 2021.
Dari sisi dukungan regulasi di bidang lingkungan Pemkot juga sudah menghasilkan beberapa Perda. Yakni Perda Nomor 2 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ternate 2012 2032. Perda Nomor 5 tahun 2016 tentang pembuatan sumur resapan, Perda No 2 tahun 2017 tentang Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau, Perda no 6 Tahun 2018 tentang pengelolan air limbah domestic Perda nomor 21 2018 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, dan Perda Nomor 24 Tentang Pengelola dan Perlindungan Lingkungan Hidup. Ada juga Perda nomor 8 tahun tahun 2016 Tentang RPJMD Kota Ternate, 2016-2021 dan Perda Nomor 39 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD Kota Ternate 2005 2025. Semua regulasi ini sudah ada hanya saja pelaksanaanya belum maksimal.
Dari persoalan di atas, perlahan-lahan pemerintah membuat berbagai kebijakan dalam mengatasi ketimpangan yang terjadi. Ada banyak program telah dilaksanakan di bidang lingkungan.
Kolaborasi yang sudah dilakukan itu misalnya dengan USAID IUWASH Plus yang bergerak dalam program air minum sanitiasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Program Ternate My Darling Masyarakat Ternate sadar lingkungan. Ini merupakan program kolaborasi antara Pemkot Ternate dengan CSR salah satu perusahaan rokok. Ada juga program Ternate Smart Island. Ini adalah sebuah konsep penataan kota secara terintegrasi dengan cakupan pembangunan berbasis kepulauan yang dipadukan dengan perkembangan tekhnologi saat ini. (*)
CEO Kabar Pulau