Digelar di Kalaodi dan Kayoa 17 hingga 19 November
Sebuah pesta berbasis lingkungan segera digelar Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Maluku Utara. Pekan lingkungan ini akan digelar di Kalaodi puncak Kota Tidore Kepualuan dan Kayoa Halmahera Selatan. Bertitel Pekan Lingkungan Hidup Pesisir Laut dan Pulau-pulau Kecil akan digelar sejumlah acara. Mulai dari seminar lingkungan hidup dan pulau- pulau kecil, Festival Kalaodi bahkan menanam 5 ribu pohon mangrove di Guruapin Kayoa Halmhera Selatan.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Maluku Utara, Ismet Soelaiman menjelaskan, kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Walhi ke-38 yang akan digelar pada 17 hingga 20 November mendatang di Kalaodi – Tidore dan Kayoa. “Rangkaian kegiatannya meliputi Seminar Lingkungan Hidup, Festival Kalaodi, serta Pelestarian Hutan Mangrove dan Ekowisata Pesisir Laut Berbasis Komunitas di Kayoa,” ujar Ismet Selasa (13/11).
Kegiatan ini rencana dihadiri berbagai pihak, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Eksekutif Walhi Nasional, dan 17 Eksekutuf Walhi dari beberapa provinsi di Indonesia. Walhi Maluku Utara juga mengundang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, akademisi kelautan dan perikanan Universitas Khairun dan Universitas Nuku, serta berbagai lembaga dan organisasi yang concern dalam isu lingkungan hidup, terutama persoalan krisis pesisir laut dan pulau- pulau kecil di Maluku Utara.
Seminar akan menjadi pembuka rangkaian kegiatan dengan pembicara dari KKP, Sultan Tidore, dan Direktur Eksekutif Walhi Nasional Selanjutnya, Festival Kalaodi menghadirkan keragaman hasil produksi, penampilan musik dan tarian tradisional, serta kegiatan lain berkaitan dengan kehidupan sosial- ekologis masyarakat Kalaodi. Selanjutnya Desa Guruapin – Kayoa untuk proses penanaman mangrove dan ditutup dengan ekowisata berbasis komunitas di Guraici, Lelei – Kayoa. Pemilihan Kampung Kalaodi di hulu Kota Tidore Kepulauan sebagai salah satu lokasi kegiatan, karena dipercaya sebagai penjaga Tidore oleh sebagian masyarakat. Posisi kampung di pegunungan (± 900 mdpl) menjadikan Kalaodi dan tiga kampung lainnya sebagai pelindung bagi perkampungan lain dan pusat kota di pesisir. Warga Kalaodi sendiri masih menjalankan tradisi yang berisi ritual-ritual kecintaan terhadap alam. Pala, cengkih, kenari, kayu manis, durian, pinang dan bambu yang menjadi sumber mata pencaharian warga, selain tanaman bulanan seperti tomat, cabe, sayur-mayur, dan rempah-rempah, berdampingan dengan hutan alam yang ada di sekitar perkampungan.
Sesuai tema kegiatan berkaitan dengan pesisir laut dan pulau-pulau kecil, Kayoa menjadi pilihan selanjutnya untuk kegiatan pelestarian mangrove dan ekowisata berbasis komunitas. Kayoa merupakan gugusan pulau-pulau di Halmahera Selatan yang memiliki cerita mangrove sebagai pelindung bagi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Beberapa desa pesisir di Kayoa merupakan contoh kampung pesisir yang dikelilingi dan dilindungi berbagai jenis mangrove dan ekosisitem laut, sehingga hasil laut seperti ikan karang berlimpah.
Kearifan lokal masyarakat Kalaodi dan Kayoa dalam menjaga kelestarian dan keberlanjutan ekologi dapat menjadi pembelajaran bagi pengelolaan lingkungan hidup di Maluku Utara sebagai provinsi kepulauan, maupun di berbagai wilayah kepulauan lainnya di Indonesia. “Kalaodi adalah laboratorium bagaimana masyarakat lokal secara turun-terumun telah menjadi penjaga wilayah hutan dan pegunungan Tagafura yang melindungi perkampungan wilayah pesisir dari banjir dan bencana ekologi lainnya. Sementara Kayoa merupakan miniatur kampung pesisir yang melindungi dan dilindungi mangrove. Pengetahuan lokal ini harusnya dijaga serta ditransformasikan, bukannya direduksi dan diganti dengan kawasan lindung/konservasi yang ditetapkan h pemerintah dan pengelolaannya diserahkan kepada investasi,” jelas Ismet. Peran warga Kalaodi dan Kayoa dalam menjaga dan melindungi lingkungan hidup di sekitar mereka haruslah diapresiasi dan diberikan dukungan penuh oleh negara.
CEO Kabar Pulau