Beberapa kawasan di Kota Ternate yang dulunya masih memiliki pantai dengan pasir pantainya yang menawan kini nyaris habis karena adanya reklamasi. Tengoklah ke kawasan selatan kota Ternate di wilayah Kayu Merah dan Kalumata. Proyek reklamasi yang dikerjakan sepanjang 2017 lalu itu mulai merambah pantai kawasan itu. Bahkan proyek rekmalasi untuk tahap berikutnya dalam program multi year segera dilaksanakan tahun ini. Pemerintah Kota Ternate di tahun anggaran 2019 ini bahkan sudah menganggarkan lagi dana yang tidak sedikit untuk mereklamasi bagian utara kota Ternate.
Di Utara Kota sendiri sebelumnya sudah direklamasi kawasan Dufa- dufa, Akehuda Tafure dan Tarau. Kini rencana reklamasi akan dilakukan pemerintah Kota Ternate terutama kawasan Salero sampai Dufa-dufa.
Pemerintah Kota Ternate telah menganggarkan dana cukup besar untuk reklamasi Salero sampai Dufa-dufa sepanjang 2 kilometer dengan alokasi anggaran awal mencapai Rp6 miliar.
Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Badan Penelitian Pembangunan Daerah (Balitbangda) Ternate, Reno L awal Desember lalu (4/12/2018) pada wartawan menjelaskan, Pemkot akan mengalokasikan dana sekitar Rp30 miliar secara bertahap. Rp6 miliar dialokasikan dalam APBD 2019 untuk perencanaan, sosialisasi dan penyusunan Amdal.
Soal reklamasi yang massive ini, dalam berbagai kesempatan Wali Kota Ternate Burhan Abdurahman beralasan menjadi solusi menjawab terbatasanya lahan untuk pembangunan di kota Ternate. “Kita melakukan reklamasi itu karena menjawab masalah keterbatasan lahan untuk pembangunan,” ujar Wali Kota Ternate Burhan Abdurahman saat mengisi acara workshop terumbu karang Rabu (12/12) akhir 2018 lalu di kawasan wisata Jikolamo Ternate.
Ini juga karena kendala pembangunan di wilayah Barat kota Ternate, dengan kondisi topografi berupa lereng Gunung Gamalama dan sesuai tata ruang diperuntukan sebagai daerah resapan air untuk menjaga stabilitas air bawah tanah. Reklamasi katanya dilakukan dengan tetap mempertimbangkan persoalan dampak lingkunganya. Tanggapan Wali Kota ini menjawab pertanyaan salah satu penanggap workshop dari Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang mempertanyakan adanya kekeliriuan Pemkot, dalam perencanaan pembangunan. Di mana di satu sisi bicara konservasi terumbu karang dan perlindungan pantai, sementara di sisi yang lain reklamasi terus dilakukan.
Wali Kota lantas memberikan contoh di wilayah Ternate Tengah dan Ternate Selatan, yang telah direklamasi semuanya sudah dimanfaatkan menjadi lokasi pembangunan kawasan perekonomian serta ruang publik. Dia mengklaim kawasan tapak I dan tapak II Ternate Tengah hasil reklamasi pantainya telah dijadikan lokasi pembangunan pusat perdagangan modern, kompleks pertokoan, pasar tradisional serta fasilitas publik, yang kesemuanya telah memberi kontribusi besar bagi daerah, terutama dari penerimaan PAD.
Dikutp dari Kie Raha.com Reno menjelaskan bahwa di Utara Kota Salero sampai Dufa-dufa selain untuk penyediaan lahan bagi kebutuhan pembangunan juga sebagai upaya pemerintah kota Ternate menghilangkan kawasan yang dianggap kumuh di wilayah itu.
“Reklamasi di kawasan pantai Kalumata dengan lebar 75 meter dan panjang 300 meter dikerjakan bertahap yang diprogramkan rampung 2019,” jelas Reno. Menurut dia, kalau reklamasi di pantai Kalumata selesai akan dimanfaatkan pelaku usaha untuk mengembangkan berbagai aktivitas usaha. Dipastikan akan meningkatkan pendapatan daerah, sekaligus menyediakan lapangan kerja bagi pencari kerja. Khusus reklamasi pantai di kawasan Kayu Merah, yang dimulai 2018 dan dilanjutkan 2019 nanti dialokasikan lagi anggaran Rp10 miliar lebih. Lahan ini nanti dimanfaatkan untuk lokasi pembangunan RSUD Ternate dan terminal angkot.
Lalu bagaimana dampak reklamasi selama ini terhadap kondisi biota dan lingkungan laut Ternate? Dosen Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate Dr Nuhalis Wahidin yang hadir dalam workshop terumbu karang yang digelar Pemkot Ternate bekerjasama pihak Lanal Ternate dan beberapa BUMN wkaktu itu menjelaskan, untuk lokasi yang sudah direklamasi pihaknya tidak memiliki catatan kondisi awal kawsan laut tersebut. Karena tidak ada rekaman awal saat reklamasi akhirnya tidak diketahui pasti berbagai biota yang hilang akibat rekkamasi. Pihaknya kesulitan mengidentifikasi apa saja ancaman biota yang hilang dan terancam punah, terutama terumbu karang. “Kita tidak bisa menghitung karena ketiadaan catatan data awal saat reklamasi di kawasan pusat kota tahun 2003 lalu. Namun demikian temuan hasil riset yang pernah dilakukan ada terumbu karang yang masih survive meski sudah tertimbun lumpur akibat rekalmasi. “ Hasil riset kami di kawasan pantai pusat kota Ternate masih ada terumbu karang yang survive,” katanya.
Sementara reklamasi di kawasan pantai Kalumata dan sekitarnya mereka sudah melakukan kajian dan mengantongi data awalnya meski belum secara keseluruhan. Sayangnya, mereka tidak mendapatkan dokumen lingkungan dari reklamasi tersebut. Akhirnya kesulitan melihat dampak penting seperti ada dalam rekomendasi dokumen AMDAL. “Kita belum melihat dokumennya,”katanya.
Senada Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate Abdul Muthalib Angkotasan meminta untuk daerah yang akan direklamasi terutama yang ada di utara kota di mana menjadi tempat hidup nelayan perlu dipikirkan juga kehidupan dan aktivtas para nelayan. Terutama aktivitas mereka tidak terganggu. Baginya dalam pemeirntah kota ternate sebelum melakukan rekalmasi perlu duduk bersama dengan masyarakat nelayan untuk memikirkan solusi bagaimana kehidupan para nelayan ini jika rekalamasi sudah dilakukan. Bagi dia yang perlu ada solusi yang baik bagi para nelayan terutama, bagaimana lokasi tambatan perahu mereka jika ada reklamasi. Baginya sebelum ada reklamasi perlu duduk bersama agar dikemudian hari setelah reklamasi tidak menimbulkan masalah baru. “Bagi saya soal reklamasi ini perlu dibicaakan secara tuntas sehingga kemudian tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,”katanya. Terkait soal rencana reklamasi ke kawasan utara kota terutama daerah Salero sampai Kelurahan Sangaji menurutnya berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di kawasan itu ada biota laut maupun terumbu karang serta padang lamun hanya saja di kawasan tersebut lebih didominasi kawasan lumpur. Karena itu jika reklamasi dilakukan lebih banyak masuk ke kawasan yang berlumpur. Karena itu tidak terlalu berdampak pada biota maupun terumbu karangnya.
Sementara dalam banyak referensi seperti dijelaskan melalui beberapa hasil riset di Sulawesi Maluku dan Jawa menunujukan dampak cukup serius dari reklamasi ini. Dampak itu bisa lingkungan, sosial budaya maupun ekonomi. Dampak lingkungan misalnya mengenai perubahan arus laut, kehilangan ekosistem penting, kenaikan muka air sungai yang menjadi terhambat untuk masuk ke laut yang memungkinkan terjadinya banjir yang semakin†parah. Kondisi lingkungan di wilayah tempat bahan timbunan, sedimentasi, perubahan hidrodinamika yang semuanya harus tertuang dalam analisis mengenai dampak lingkungan. Dampak sosial budaya diantaranya adalah kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM (dalam†pembebasan tanah), perubahan kebudayaan, konflik masyarakat, dan isolasi masyarakat. Sementara dampak ekonomi diantaranya berapa kerugian masyarakat, nelayan, petambak yangkehilangan mata pencahariannya akibat reklamasi pantai.
Kegiatan Reklamasi pantai juga memungkinkan timbulnya dampak. Untuk menilai dampak tersebut bisa dibedakan dari tahapan yang dilaksanakan dalam proses reklamasi
Menurut (Maskur, 2008) Tahap Pra Konstruksi, yang meliputi kegiatan survey teknis dan lingkungan, pemetaan dan†pembuatan pra rencana, perijinan, pembuatan rencana detail atau teknis. Tahap seperti konstruksi, kegiatan mobilisasi tenaga kerja, pengambilan material urug, transportasi material urug, proses pengurugan. Dari seluruh proses ini kemungkinan muncul dampak adalah :
Wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang karena akan dimanfaatkan kegiatan privat. Dari sisi lingkungan banyak biota laut yang mati baik flora maupun fauna karena timbunan tanah urugan mempengaruhi ekosistem yang sudah ada. System hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah di luar reklamasi akan mendapat limpahan air yang banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya banjir atau rob karena genangan air yang banyak dan lama. Ketiga, aspek sosialnya, kegiatan masyarakat di wilayah pantai sebagian besar adalah petani tambak, nelayan atau buruh. Adanya reklamasi akan mempengaruhi ikan yang ada di laut sehingga berakibat pada menurunnya pendapatan mereka yang menggantungkan hidup kepada laut. Selanjutnya aspek ekologi, kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun rekayasa akan mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem. Ketidak seimbangan ekosistem perairan pantai dalam waktu yang relatif lama akan berakibat pada kerusakan ekosistem wilayah pantai, kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai. Ada bermacam dampak reklamasi daerah pesisir pantai yang banyak dilakukan pada negara atau kota maju dalam rangka memperluas daratan sehingga bisa digunakan untuk area bisnis, perumahan, wisata rekreasi dan keperluan lainya. “Selalu ada dampak positif dan negatif dalam setiap kegiatan termasuk dalam hal pengurugan tepi laut. Ini, bisa jadi yang melakukan kegiatan hanya mendapat keuntunganya saja sementara kerugian ditanggung pihak yang tidak mengerti apa-apa. Tanpa disadari banyak daerah pesisir pantai terpencil yang hilang karena aktifitas reklamasi. Dampak negatif atau kerugian reklamasi pesisir pantai misalnya terjadi peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah menjadi daratan. Akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainya rawan tenggelam. Atau setidaknya air asin laut naik ke daratan sehingga tanaman banyak yang mati, area persawahan sudah tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam, hal ini banyak terjadi di wilayah pinggir pantai. Musnahnya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu. Apabila gangguan dalam jumlah besar maka dapat memengaruhi perubahan cuaca serta kerusakan planet bumi secara total. (*)
CEO Kabar Pulau