Home / Lingkungan Hidup

Jumat, 14 September 2018 - 02:19 WIT

Kala Rusa Pulau Mare Tinggal Cerita

Hamparan ilalang  mencapai 10 hektar di bagian Timur Gunung Mare itu merupakan hutan lindung. Ada juga pohon jambulang tumbuh liar bersama tanaman perdu lain. Tempat ini oleh warga dikenal dengan Bilarung Makota, bahasa Tidore, berarti tempat bermain rusa.

Warga menyebut, tempat bermain rusa, karena di sinilah sekitar 15 tahun lalu bisa menyaksikan rusa-rusa di Puncak Gunung Pulau Mare. Kini, rusa tak lagi terlihat. Rusa kini hanya menjadi cerita dari orang tua pada anak-anak Mare.

“Kami sudah jarang bahkan tak lagi mendengar warga bercerita melihat tanda kaki rusa,” kata Hatta Hamzah, tokoh pemuda Mare Gam.

Dia meyakini, rusa langka, bahkan punah di Mare, penyebab utama perburuan liar.

Berdasarkan data Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ternate-Tidore luas hutan lindung Pulau Mare adalah 31,31 hektar, areal penggunaan lain 67,72 hektar dan hutan produksi Dikonversi 153,98 hektar.

Di pulau ini taka da lagi hutan perawan dengan pepohonan besar. Yang ada kebun warga dengan beragam tanaman kelapa dan pala.

Di puncak didominasi perdu dan ilalang. Di Bilarung Makota didominasi ilalang dengan jambulang (Syzygium cumini).

Jambulang adalah sejenis pohon buah dari suku jambu- jambuan dengan buah sepat masam. Dalam bahasa lokal Ternate dan beberapa daerah lain di Maluku Utara disebut jambula.

Data Kementerian Kementerian Kelautan dan Perikanan, terkait pulau-pulau kecil menunjukkan, Mare adalah pulau berbatu yang sebagian hutan berubah jadi perkebunan. Sedang daerah landai untuk perkampungan.

Kala saya mendatangi kawasan ini, dari Mare Gam sekitar 1,5 kilometer juga tak melihat rusa.

Perjalanan ini agak terhibur karena dari Puncak Mare pemandangan begitu indah. Kala memalingkan muka ke bagian timur terlihat laut indah dan Gunung Kie Matubu Tidore.

Agak ke utara akan menyaksikan berjejer Pulau Maitara dan Ternate. Begitupun ke selatan , bisa melihat Halmahera memanjang dari utara dan selatan.

Baca Juga  Nama Pejabat Ada pada Burung dan Tanaman

Kala memandang ke barat bisa menyaksikan gugusan Pulau Moti Makian dan Kayoa seperti terapung- apung dari kejauhan.

Cerita tentang Mare dan rusa kuat dalam ingatan warga terutama mereka yang berusia lebih 30 tahun. Pasalnya, waktu masih kanak- kanak rusa liar banyak bahkan kadang masuk kampung.

Kini, cerita warga mengejar rusa liar saat turun ke pantai juga tak ada lagi. “Dulu, kalau ada yang cerita melihat rusa turun ke pinggir pantai, warga 20 sampai 25 orang berjejer dan mengepung lokasi itu,” kata Udin Hadi, warga Mare Kofo.

Udin bilang, memasuki tahun 2000-an, di pulau ini masih ada rusa. Sekitar 2010 sampai kini tak ada lagi.

Syukur Hadi warga Mare Gam, mengatakan, semasa kecil hampir setiap saat melihat rusa turun dari gunung dan bermain di belakang rumah mereka.

“Dulu, malam hari rusa turun sampai belakang rumah,” katanya.

Memasuki 2005, rusa masih tersia satu dua. Bahkan jika mereka ke kebun masih melihat bekas pijakan kaki. Setelah tahun itu, katanya, tak lagi terlihat.

Dulu, setiap sore di ujung kampung bagian selatan Desa Mare Gam, ada bukit yang menjadi tempat rusa turun ke tepi pantai untuk minum air.

Ahmad Syarif, tokoh masyarakat Mare Gam mengatakan, perburuan rusa di pulau kecil ini cukup lama. Ada warga dari Tidore berburu rusa pakai anjing.

“Warga Tidore membawa puluhan ekor anjing untuk memburu rusa di pulau ini. Aktivitas hingga 2000-an. Sebelum mereka berburu, terlebih dahulu meminta izin kepada tetua kampung membuat semacam ritual dengan mendatangi gubuk atau rumah yang disebut rumah obat.”

Rumah obat diyakini menjadi tempat leluhur. Rumah itu memiliki beragam fungsi untuk permintaan apa saja sepertii pengobatan keluarga sakit atau permintaan lain seperti berburu rusa.

Baca Juga  Pemda Kalah Hadapi Korporasi Tambang?

“Rumah obat ini perantara meminta petunjuk yang maha kuasa. Para leluhur meneruskan permintaan kita,” ujar Ahmad.

Setelah selesai ritual, mereka masuk hutan buat berburu. Saat ini, katanya, sisa anjing buruan masih hidup liar di Mare Gam. “Warga Mare ini tak memelihara anjing. Yang banyak itu anjing liar hidup di kampung ini karena ditinggalkan pemilik usai berburu.”

Dia bilang berburu dengan anjing, hasil buruan tak terlalu banyak kadang satu dua ekor saja. Yang membuat rusa habis, katanya, berburu pakai senjata.

Ahmad menceritakan, awal 2000 an ada warga dari Ternate, berburu di Pulau Mare pakai senjata. Dia menembak 15 rusa dan dibawa ke Ternate.

Ada juga warga memasang jerat buat menangkap rusa. Berbagai aktivitas ini, katanya, membuat rusa di Mare, punah.

Ibrahim Tuhateru, Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ternate-Tidore, mengaku baru tahu kalau rusa punah di Mare.

Dia bilang, belum mempelajari terlalu jauh karena lembaga mereka baru terbentuk seiring kewenangan Dinas Kehutanan kabupaten/kota ke provinsi. Rusa punah ini, katanya, persoalan serius.

“Kita akan membuat imbauan atau memasang pengumuman melarang penangkapan atau perburuan satwa di pulau-pulau kecil di wilayah kerja kita,” katanya.

Wilayah kerja KPH Ternate–Tidore meliputi, Pulau Ternate, Pulau Moti, Pulau Hiri, Pulau Batang Dua, Pulau Tidore, Pulau Mare, Pulau Maitara dan Pulau Filonga. “Pulau- pulau ini masuk kawasan lindung. Otomotis sesuai UU Kehutanan mengatur tak hanya hutann juga satwa di dalamnya.”

Dia mengakui, belum bisa berbuat banyak karena sebagai lembaga baru belum memiliki dokumen perencanaan baik jangka pendek maupun panjang.

Share :

Baca Juga

Lingkungan Hidup

Kayu Besi di Hutan Halmahera yang Terancam  

Lingkungan Hidup

Selamatkan Air Tanah, Tanam Sagu dan Buat Sumur Resapan

Lingkungan Hidup

Ada 3 Spesies Baru Ditemukan Pada 2023

Lingkungan Hidup

Kerusakan Hutan di Obi Cukup Serius

Lingkungan Hidup

Kelola Sampah untuk Kesejahteraan

Lingkungan Hidup

Hutan dan Laut  Malut Makin Terancam

Lingkungan Hidup

Pulau-pulau Rentan Akibat Industri Ekstraktif

Lingkungan Hidup

Wacana Konsesi Tambang untuk Kampus Harus Ditolak