HHBK yang Punya Kontribusi Besar bagi Kehutanan dan Negara
Warga Pulau Makeang Maluku Utara patut bersyukur. Pasalnya, hutan kenari yang tumbuh subur di pulau ini dan menjadi hasil utama masyarakat, mulai dilirik investor. Bahkan akan hingga menyasar pasar Eropa. Kenari yang telah dibudidayakan turun temurun masyarakat di pulau vulkanik ini, ternyata tidak hanya dibuat cemilan halua kenari (cemilan sejenis noga,red) atau bahan pencampur kue. Kini, ada secercah harapan kenari bakal diekspot yang akan menyasar dua negara di Eropa yakni Finlandia dan Italia.
Rilis resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehuatanan Selasa (15/8) yang dikutip dari (http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/6006/produk-kenari-pulau-makian-untuk-kesejahteraan-rakyat-dan-kelestarian-hutan) menyebutkan bahwa kenari yang masuk Produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ternyata memberikan kontribusi sangat besar bagi perekonomian negara di sektor kehutanan.
Dalam kunjungan kerja di lokasi produksi kacang kenari di Pulau Makian, Kepala Subdit Pemolaan KPHP, Direktorat KPHP, Dirjen PHPL, Rudi Eko Marwanto mengatakan, produk HHBK ini memiliki nilai 90% dari keseluruhan produksi hutan.
“Karena itu, harus mendapatkan dukungan semua pihak, termasuk Kementerian Perdagangan untuk memberikan kode HS pada produk kenari agar terjamin keberterimaan pasar internasional serta Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dalam pengembangan desa,” katanya.
HS adalah nomenklatur klasifisikasi komoditas impor/ekspor yang digunakan secara seragam di seluruh dunia berdasarkan International Convention on The Harmonized Commodity Description and Coding System atau dikenal dengan HS code.
Dia bilang Perusahaan Timurasa mengembangkan pasar kacang kenari dan bekerjasama dengan BUMDes di Makeang dan didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Program Kehutanan Multipihak Fase 4 (MFP4).
Kunjungan yang dilaksanakan pada 2-4 Juni 2021 lalu itu juga dihadiri oleh perwakilan dari KPHP, BUPSHA serta Sesditjen PHPL, Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi, Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara, Timurasa dan MFP4.
Kasubdit Pengembangan Usaha HKm, HD dan HTR, Direktur Bina Usaha Perhutanan Sosial dan Hutan Adat (BUPSHA), Eko Nopriadi mengatakan tantangan terbesar bagi program perhutanan sosial adalah tentang pemasaran produk hutan. “Karena itu diperlukan mitra-mitra yang bisa membantu pengembangan produk, kapasitas produksi dan kelembagaan,” ujarnya.
Tantangan itulah yang kemudian dijawab oleh Program Kehutanan Multipihak (Multistakeholder Forestry Programme 4/MFP) melalui pendekatan pasar atau market driven approach sebagai upaya mendukung peningkatan pertumbuhan usaha kehutanan berbasis masyarakat dengan dua cara yaitu inkubasi dan percepatan bisnis.
Direktur MFP4, Tri Nugroho mengatakan MFP4 belajar dari pengalaman sebelumnya yang banyak fokus pada rantai suplai, maka dibutuhkan pendekatan untuk melengkapi hal itu yakni pendekatan pasar.
“Kami mulai mengidentifikasi pelaku pasarnya atau Market Access Player yang bekerja dengan komoditas dari hutan. Salah satu mitra MAP kami adalah Timurasa yang produknya adalah kacang kenari dari Pulau Makian, Pulau Alor dan Pantar. Kami yakin pendekatan dari pasar ini sebagai complementary ini akan mampu memberikan kesejahteraan kepada masyarakat,” tuturnya.
Sementara, Analis Kebijakan Ahli Madya dari Ditjen Promosi dan Pemasaran Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Dani Usadi mengatakan meskipun pihaknya belum mengindentifikasi kerjasama antara Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dengan BUMDes, tetapi di antara 42 ribu BUMDes yang terdaftar dan diyakini ada sebagian berada di kawasan hutan.
“Yang saat ini belum ada adalah instrumen BUMDes yang bekerjasama dengan pihak ketiga seperti Yayasan. Tetapi UU Cipta Kerja telah mengakui BUMDes sebagai badan hukum dan dapat bekerjasama dengan pihak lain untuk memasarkan produk desa,” terangnya.
Direktur Timurasa Erdi Rulianto, berharap dukungan dari semua pihak, agar dapat mendorong keberlangsungan bisnis hutan berbasis masyarakat ini, baik untuk peningkatan ekonomi rakyat Pulau Makian, juga hutan yang di sana.
“Kami bergerak memasarkan Kenari Makian tidak sendiri, tapi bekerjasama dengan 200 reseller di seluruh Indonesia. Harapannya agar bisa memasarkan produk sekaligus mengenalkan Pulau Makian yang tidak hanya punya potensi kenari tapi juga produk lain, termasuk wisata. Kami juga fokus pada pengembangan manusia di Makian agar siap menerima investasi desa,” kata Erdi.(*)
CEO Kabar Pulau