Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Malut » Kawasan Konservasi di Malut Terancam Industri Tambang?

Kawasan Konservasi di Malut Terancam Industri Tambang?

  • account_circle
  • calendar_month Sen, 15 Nov 2021
  • visibility 284

Kawasan konservasi dikuatirkan dimasuki  kegiatan tambang. Banyaknya izin tambang yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi yang telah ditetapkan menjadi Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) di Kabupaten Halmahera Tengah itu. resisten dimasuki tambang.

Merujuk revisi RTRW Kabupaten Halmahera Tengah 2012 -2032 yang disampaikan Kepala Badan Perencanan Penelitian Pembangunan (Bappelitbang) Kabupaten Halmahera Tengah Salim Kamaluddin di Weda pada 20 Desember 2020 lalu, dijelaskan bahwa, dalam penentuan deliniasi kawasan industry teluk Weda sesuai usulan daerah  luasnya mencapai 15.2005 hektar. Usulan daerah tersebut berada pada kelas kemampuan lahan tinggi, sedang dan rendah. Usulan tersebut juga berada di lahan hutan produksi seluas 11.596 hektar. Usulan deliniasi tersebut bersinggungan langsung dengan kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata. Tidak itu saja,   berbatasan langsung juga dengan kawasan perlindungan bawahan atau hutan lindung yang akan memberikan dampak lingkungan dan ekosistem. “Usulan deliniasi itu juga bersinggungan langsung dengan kawasan transmigrasi di Halmahera Tengah,” tulis dokumen pemaparan revisi RTRW tersebut.  Sekadar diketahui, kawasan transmigrasi merupakan daerah pertanian dan lumbung pangan di Halmahera Tengah.

Usulan tersebut, masuk dalam kawasan hutan produksi konversi 3167 hektar. Sementara untuk  kawasan hutan produksi tetap ada 8431 hektar diusulkan masuk dalam deliniasi kawasan industri Teluk Weda.  

Sekadar diketahui,  kawasan hutan di Halmahera Tengah saat ini terdiri dari hutan lindung 33.765 hektar, Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata 16.036 hektar dan hutan produksi 158.220 hektar (dokumen revisi RTRW Halmahera Tengah). Halmahera Tengah juga merupakan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Di mana daerah dengan luas  hutan  di atas,  ada 17 Izin Usaha Pertambangan (IUP).    Banyaknya izin pertambagan   di Halmahera Tengah  ikut memantik hadirnya  praktek pengkaplingan lahan hutan  oleh masyarakat dengan harapan  jika eksploitasi tambang masuk ke kawasan tersebut,  mereka bisa jual ke perusahaan. Praktek ini ramai terjadi sejak mencuatnya kabar ada rencana penambahan dan perluasan  kawasan eksploitasi.

Kawasan tambang PT IWIP di Lelilef Halmahera Tengah. usulan penambahan lahan konsesianya berbatasan langsung denga TNAL

Praktek ini terjadi di daerah yang berdekatan dengan kawasan industri tambang nikel yang beroperasi di daerah tersebut. Hasil penelusuran kabarpulau.co.id/   beberapa waktu lalu, menemukan ada praktek yang dilakukan secara berkelompok atau perorang naik ke hutan dan melakukan pengkaplingan. Hal ini ternyata sudah merambah mendekati kawasan konservasi.

Kawasan konservasi yang dikuatirkan terancam tambang saat ini  adalah Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) di Halmahera Tengah dan Kota Tidore Kepulauan.

Dua kawasan ini memang dikelilingi beberapa izin tambang. Hal ini  dikuatirkan menggerus  hutan yang   kaya keanekaragaman hayati tersebut.

TNAL sendiri ada di  Halmahera Tengah, Kota Tidore Kepulauan dan Halmahera Timur dengan luas 163. 300 hektar. Ditetapkan 18 Oktober 2004 lalu yang terdiri dari hutan lindung (91%), hutan produksi terbatas (5%), dan hutan produksi tetap (4%). Kawasan ini terbagi jadi dua blok, yaitu Aketajawe (77.100 hektar) dan Lolobata (90.200 hektar).

Beberapa polisi kehutanan yang melakukan patroli di dalam kawasan  baik di Halmahera Tengah maupun di Kota Tidore Kepulauan menemukan adanya kapling lahan  di kawasan konservasi.  “Yang kami temukan ada yang sudah menandai pohon dalam kawasan taman nasional menggunakan cat. Lahan di mana pohon yang ditandai mungkin jadi penanda nanti dijual ke perusahaan tambang,” kata salah satu polisi kehutanan yang mengaku pernah berpatroli  dalam Kawasan TNAL.   

Di Kota Tidore kepulauan juga saat ini ada satu izin tambang emas.    Kawasan ekspolarasi tambang ini berada tidak jauh dari TNAL.  

Hutan mangrove tak jauh dari kawasan industri PT IWIP terbabat foto M Ichi

Di Halmahera  Tengah  kawasan konservasinya berbatasan langsung dengan beberapa izin tambang. Sesuai temuan polisi kehutanan, juga ada penandaan pohon menggunakan cat dilakukan orang tidak dikenal. Penandaan pohon ini adalah bagian dari pengkaplingan yang dilakukan agar nanti bisa dijual ke pemilik izin perusahaan   tambang.

“Saat dilakukan patroli banyak ditemukan  penandaan pohon di tengah hutan ada yang mengecat warna merah di batang pohon   maupun hijau,” tambah anggota Polhut  yang meminta namanya tidak ditulis itu. 

Keluhan ancaman terhadap kawasan konservasi ini  disuarakan juga oleh Kepala Balai Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) T Heri  Wibowo saat  menjadi  pembicara dalam symposium Peran Anak Muda  Menyelamatkan Keanekaragaman Hayati Maluku Utara   dalam agenda  pameran foto satwa liar  oleh beberapa komunitas dan LSM  di Sofifi Senin (15/6/2021) lalu. 

Heri mengaku persoalan yang sama juga sudah disuarakan saat menjadi pemateri diskusi  di Universitas Khairun Ternate beberapa waktu lalu yang juga membahas soal pertambangan di Maluku Utara. Waktu itu, dia turut suarakan hal ini di hadapan Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Maluku Utara. Waktu itu dia menyampaikan kepada Kepala Dinas  ESDM  Malut bahwa  ada beberapa izin tambang  yang mengelilingi kawasan taman nasional.  Saat ini  ada pihak yang memanfaatkan dengan masuk dalam kawasan dan menandai pohon  di dalam taman nasional. Dia kuatirkan ada pencamplokan orang tidak bertanggung jawab dan dijual ke perusahaan tambang.  Dia bilang  lagi,  masyarakat tidak terlalu memahami  dan tahu secara persis  kawasan yang  masuk ke dalam taman nasional  atau bukan. Karena itu pihak taman nasional hanya memberikan imbauan    kawasan  taman nasional dan bukan.  Jika  masyarakat   paham meskipun pohon dan batas kawasan itu dibuat tanda,   tidak bisa dijual karena itu kawasan taman nasional yang tidak bisa dimasuki.  “Untuk mengubah fungsi pengelolaan itu tidak mudah,” katanya kepada kabarpulau.co,id  di Sofifi Juni lalu.  Soal ini juga, bahkan  pernah duduk  bersama PT IWIP yang saat ini mengeksploitasi tambang nikel di Halmahera Tengah. 

Lantas sampai saat ini apakah perusahaan sudah mencaplok sampai dalam kawasan?

Dia bilang   perusahaan beli  lahan yang dikapling warga memang belum memasuki kawasan TNAL,  tetapi  hanya di  HPK dan HPT. Meski begitu, kekuatiran memasuki kawasan konservasi tetap disuarakan. Pihaknya  menyarankan perusahaan memikirkan pemberdayaan warga  karena jika lahan lahan warga terus dijual  akan habis.   Dia meminta perlu memerangi praktek menjual lahan yang nanti menyengsarakan masyarakat. “Jual lahanya hanya pakai kwitansi  ini  masyarakat tidak sadari,” katanya.

Kawasan hutan yang berbatasan dengan izin konsesi tambang PT IWIP

Diakui juga, saat ini perusahaan belum sampai mengeksploitasi masuk kawasan konservasi  sesuai hasil patroli yang dilakukan Polhut. Dia bilang lagi pengkaplingan  itu sebenarnya karena mereka  tidak tahu jika lahan yang dipatok itu kawasan TNAL. Jika mereka tahu  Kawasan TNAL itu susah diubah peruntukannya maka akan sadar juga.

Masalah yang sama turut disuarakan Heri di hadapan Sekretaris Daerah  Maluku Utara Syamsudin A Kadir,  para akademisi dan LSM yang diundang hadir dalam seminar baru baru ini di Sofifi.  Heri sempat menyampaikan  ancaman tambang terhadap kawasan konservasi terutama taman nasional yang dipimpinnnya. Dia bilang,  di sekitar taman nasional  banyak izin tambang. Hal ini tidak menutup kemungkinan ikut mengancam kondisi taman nasional, jika eksploitasnya tidak diperhatikan.

Dia menyebutkan, ada eksplorasi dan eksploitasi membuat banyak pihak masuk dan melakukan pengkaplingan wilayah taman nasional. “Hal ini perlu diwaspadai,” katanya. (*)    

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Dampak Perubahan Iklim di Ternate, Kota Pesisir dan Pulau Kecil (Habis)

    Dampak Perubahan Iklim di Ternate, Kota Pesisir dan Pulau Kecil (Habis)

    • calendar_month Sab, 6 Des 2025
    • account_circle Redaksi
    • visibility 40
    • 0Komentar

    Dampak  Langsung Perubahan Iklim  di Kota  Ternate   Dampak perubahan iklim yang mengancam kehidupan manusia saat ini nyata adanya.  Kondisi itu dirasakan  tidak hanya  oleh mereka  di pulau besar. Di pulau kecil  seperti Ternate juga sama. Pulau kecil memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi  dan dampaknya pun berlapis. Ancaman perubahan iklim dalam 10 tahun terakhir tidak hanya […]

  • Harusnya Maluku Utara Miliki Balai KSDA

    • calendar_month Jum, 20 Nov 2020
    • account_circle
    • visibility 253
    • 0Komentar

    Persoalan konservasi sumberdaya alam di Maluku Utara sangatlah besar. Dengan 805 pulau  dan luas hutannya mencapai 2,25 juta hektar, memiliki persoalan pengawasan yang  rumit.   Sementara lembaga dan personil atau sumberdaya manusia yang menjalankan tugas tidak maksimal.  Seksi Konservasi SDA alam di Maluku Utara saat ini, tidak sanggup lagi memikul beban kerja  besar dengan wilayah […]

  • Cerita dari Laigoma Setelah Ada Solar Cell (1)

    • calendar_month Sab, 12 Agu 2023
    • account_circle
    • visibility 299
    • 2Komentar

    Rumah milik Safa Kamari (67 tahun) berada di ujung selatan Dusun I Desa Laigoma Kecamatan Kayoa Kabupaten Halmahera Selatan Maluku Utara.   Berdinding beton beratap seng, di halamannya berdiri satu buah panel surya yang berfungsi mengubah tenaga surya menjadi energi listrik. Dari panel ini tersambung dengan empat bola lampu yang dipasang di teras, ruang tamu, dapur […]

  • 7.280 Pulau di BANUSRAMAPA Terancam

    • calendar_month Rab, 22 Feb 2023
    • account_circle
    • visibility 222
    • 0Komentar

    Ancaman Perubahan Iklim sangat nyata fot M Ichi

  • Ini Masalah Warga Pulau Kecil di Halmahera Selatan  

    • calendar_month Jum, 4 Feb 2022
    • account_circle
    • visibility 253
    • 1Komentar

    Tambyambut atan perahu desa Hatejawa Moari yang tenggelam jika air pasang. Terlihat anak anak desa ini berdiri menyambut speed boat yang akan sandar di tambatan perahu desa ini

  • Gelar Program Save The Small Island, Warga dan Walhi Malut Tanam Mangrove

    • calendar_month Jum, 19 Agu 2016
    • account_circle
    • visibility 43
    • 0Komentar

    LABUHA – Masyarakat Desa Gane Dalam Kecamatan Gane Barat Selatan Halmahera Selatan, melakukan gerakan menanam 20  ribu anakan pohon mangrove. Aksi menanam di lahan-lahan mangrove yang rusak akibat perambahan orang tidak bertanggungjawab itu,  dilakukan selama  dua hari Rabu (5/11) dan Kamis (6/11) lalu. Program selamatkan lingkungan dengan menanam mangrove ini,  dilakukan bersama  LSM Wahana Lingkungan Hidup […]

expand_less