Home / Lingkungan Hidup

Senin, 7 November 2022 - 13:43 WIT

Kayu Besi di Hutan Halmahera yang Terancam  

Merbau atau ipil adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras berkualitas tinggi anggota suku Fabaceae (Leguminosae). Karena kekerasannya, di wilayah Maluku, Maluku Utara  dan Papua barat  juga dinamai  kayu besi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan peraturan yang dikhawatirkan mengancam keanekaragaman hayati dan ekologi hutan. Melalui Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018 yang mengeluarkan jenis-jenis tanaman sasaran pemburu kayu seperti ulin dan kayu besi maluku dari daftar tanaman yang dilindungi.

Kebijakan ini dikhawatirkan mendorong laju percepatan kehilangan hutan alam terutama yang masih terlindungi di hutan konservasi maupun hutan-hutan adat.

Peraturan yang ditandatangani 28 Desember 2018 ini  mulai berdampak serius di hutan  Halmahera dan beberapa pulau kecil lainnya di Maluku Utara.  Kayu dari  pohon hutan ini banyak diburu  untuk berbagai kebutuhan berbagai jenis pembangunan. Baik untuk kebutuhan sendiri  maupun   kepentungan  bisnis. Sementara jenis kayu ini belum ada  yang membudidayakan  baik secara  pribadi   maupun para pemilik izin  pengelolaan hutan. Misalnya  dengan  menanam kembali setelah ditebang guna  menjaga keberlanjutannya.  

Baca Juga  Cerita Miris Desa Terang di Pulau Kecil

Di hutan hutan Halmahera, Obi, Bacan dan Taliabu serta Kepulauan Sula Kayu jenis ini paling diburu karena  harganya cukup mahal.  Tidak hanya untuk kebutuhan domestic tetapi untuk  eksport yang kadang kala mempraktekkan cara-cara illegal. Bebebrapa waktu lalu di Halmahera Selatan  Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengendus sebuah perusahaan bernama PT Bela Berkat Anugerah (BBA) mengirim jenis kayu bulat di mana dari 100 pohon, 40 pohon diantaranya adalah merbau atau kayu besi. Sisanya rimba campuran. Sementara di beberapa desa yang selama ini banyak mengolah jenis kayu ini sekarang sudah semakin sulit  mendapatkan. Jika ada satu dua pohon yang didapat untk diolah, sudah  cukup jauh dan medan yang sulit dijangkau. Kondisi inilah membuat harga kayu merbau naik gilaan gilaan. Dulu   harga per kubik  antara Rp 4 juta sampai Rp 5 juta. Saat ini di Ternate harga sudah melambung tinggi antara Rp8 juta hingga Rp 9 juta per kubik. Karena harga yang sangat mahal tersebut perburuan kayu dari jenis merbau juga makin massive. Kondisi ini dikuatirkan makin mengancam jenis pohon ini menuju  kepunahan. Bukan tidak mungkin suatu saat keberadaan kayu besi tinggal hanya cerita   di   20 atau 50 tahun akan datang. (*) 

Share :

Baca Juga

Lingkungan Hidup

Alihfungsi Lahan Penyebab Banjir di Halmahera Utara?

Kabar Malut

Daya Dukung Halmahera Tengah Terlampaui,  Tambang Perlu Dibatasi

Lingkungan Hidup

Warning!  Global Boiling Mengancam  Dunia

Kabar Kota Pulau

Ternate Kaya Keanekaragaman Hayati Laut

Lingkungan Hidup

Tersedia Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim

Kabar Malut

Kepastian Ake Sagea “Tercemar” Tunggu GAKKUM KLHK

Lingkungan Hidup

Hari Peduli Sampah Nasional Sepi Agenda  

Lingkungan Hidup

Ini Hasil Riset Scooping Nikel untuk Electric Vehicle (EV)