Merbau atau ipil adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras berkualitas tinggi anggota suku Fabaceae (Leguminosae). Karena kekerasannya, di wilayah Maluku, Maluku Utara dan Papua barat juga dinamai kayu besi.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan peraturan yang dikhawatirkan mengancam keanekaragaman hayati dan ekologi hutan. Melalui Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 106 tahun 2018 yang mengeluarkan jenis-jenis tanaman sasaran pemburu kayu seperti ulin dan kayu besi maluku dari daftar tanaman yang dilindungi.
Kebijakan ini dikhawatirkan mendorong laju percepatan kehilangan hutan alam terutama yang masih terlindungi di hutan konservasi maupun hutan-hutan adat.
Peraturan yang ditandatangani 28 Desember 2018 ini mulai berdampak serius di hutan Halmahera dan beberapa pulau kecil lainnya di Maluku Utara. Kayu dari pohon hutan ini banyak diburu untuk berbagai kebutuhan berbagai jenis pembangunan. Baik untuk kebutuhan sendiri maupun kepentungan bisnis. Sementara jenis kayu ini belum ada yang membudidayakan baik secara pribadi maupun para pemilik izin pengelolaan hutan. Misalnya dengan menanam kembali setelah ditebang guna menjaga keberlanjutannya.
Di hutan hutan Halmahera, Obi, Bacan dan Taliabu serta Kepulauan Sula Kayu jenis ini paling diburu karena harganya cukup mahal. Tidak hanya untuk kebutuhan domestic tetapi untuk eksport yang kadang kala mempraktekkan cara-cara illegal. Bebebrapa waktu lalu di Halmahera Selatan Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengendus sebuah perusahaan bernama PT Bela Berkat Anugerah (BBA) mengirim jenis kayu bulat di mana dari 100 pohon, 40 pohon diantaranya adalah merbau atau kayu besi. Sisanya rimba campuran. Sementara di beberapa desa yang selama ini banyak mengolah jenis kayu ini sekarang sudah semakin sulit mendapatkan. Jika ada satu dua pohon yang didapat untk diolah, sudah cukup jauh dan medan yang sulit dijangkau. Kondisi inilah membuat harga kayu merbau naik gilaan gilaan. Dulu harga per kubik antara Rp 4 juta sampai Rp 5 juta. Saat ini di Ternate harga sudah melambung tinggi antara Rp8 juta hingga Rp 9 juta per kubik. Karena harga yang sangat mahal tersebut perburuan kayu dari jenis merbau juga makin massive. Kondisi ini dikuatirkan makin mengancam jenis pohon ini menuju kepunahan. Bukan tidak mungkin suatu saat keberadaan kayu besi tinggal hanya cerita di 20 atau 50 tahun akan datang. (*)