Sumber daya hutan telah terbukti memberikan kehidupan dan sumber penghidupan bagi semua. Selain manfaat jangka pendek berupa kayu, hutan juga memberikan manfaat jangka panjang yang sangat beragam, seperti sumber tanaman obat-obatan, jasa lingkungan air, iklim mikro, mikroba, jamur, penjaga keseimbangan air permukaan-air tanah, menjaga kesuburan lahan, pencegahan banjir, tanah longsor, habitat satwa liar, yang mewakili lebih dari 95% nilai manfaat sumber daya hutan.
Dengan demikian, pengelolaan hutan bersama masyarakat di sekitar hutan, yang bergantung kepada sumber daya hutan, merupakan alternatif nyata dan telah terbukti membawa kelestarian dan manfaat lainnya. Ini juga sekaligus meningkatkan harkat martabat masyarakat desa pinggir hutan, termasuk masyarakat (hukum) adat. Setidaknya pembahasan ini mengemuka dalam kegiatan Peserta Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat I Angkatan XXXVIII Lembaga Administrasi Negara.
Dalam kegiatan ini Wiratno salah satu peserta kegiatan melakukan kajian dan merumuskan kebijakan pengelolaan hutan bersama masyarakat dalam sebuah policy brief yang diserahkan kepada Menteri KLHK Sitti Nurbaya Bakar. Policy Brief berjudul “Masyarakat Mampu Mengurus Hutan itu disampaikan kepada Menteri Selasa (3/7) dengan berisi sembilan usulan perbaikan kebijakan percepatan capaian kinerja perhutanan social. Baik di hutan produksi, hutan lindung, dan di hutan konservasi.
Menurutnya Peraturan Pemerintah tentang perhutanan sosial; Sosialisasi program lintas kementerian; kolaborasi program bersama Coaching Clinic; Skema pendanaan di provinsi; Pemetaan pendanaan multipihak untuk membangun komitmen; Membangun UPT Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, di tiap provinsi dan SDM; Program pendampingan dan penyuluhan terpadu; Desentralisasi perizinan perhutanan sosial di provinsi; dan Perhutanan sosial di hutan konservasi.
Sebagaimana rilis yang disampaikan Kementerian KLHK bahwa keberhasilan program pro-rakyat ini bukan hanya menjadi tanggungjawab KLHK namun juga perlunya kerja lintas Eselon I di KLHK, dan kerja-kerja lintas kementerian. Termasuk adanya dukungan dari masyarakat sipil, aktivis, lembaga donor, LSM, tokoh-tokoh masyarakat, dan tokoh-tokoh agama. Wiratno yang juga menjabat Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK turut menyerahkan policy brief itu kepada Menteri KLHK Sitti Nurbaya di Jakarta. Sementara Menteri Siti dalam kesempatan itu menyampaikan terima kasih dan penghargaan terpilihnya subyek KLHK dalam penyusunan tugas akhir peserta pelatihan ini. “Policy brief yang dihasilkan sangat relevan, dan diharapkan melahirkan regulasi-regulasi baru”, tuturnya.
itu Menteri Siti menyampaikan bahwa ada tiga hal yang menjadi catatan terkait konteks kebijakan. Pertama, peran pemerintah dan key problem di lingkup KLHK; Kedua, Governance dan konsep environmental governance; Serta terakhir, konteks partisipasi.
Terkait contoh dan dikaji dalam policy brief ini antara lain pengelolaan ekowisata di Tangkahan, Desa Namo Sialang dan Sei Serdang, Kabupaten Langkat Sumatera Utara; Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan Kulonprogo yang lebih terkenal sebagai Desa Wisata Kalibiru; pengelolaan Repong Damar di Lampung; serta pengelolaan Hutan Adat Ammatoa Kajang di Bulukumba, Sulawesi Selatan.

CEO Kabar Pulau