Home / Kabar Kampung

Senin, 23 November 2020 - 01:22 WIT

Kemandirian Desa Jangan jadi Nyanyian

Suasana acara pembukaan STS di desa Samo Gane Barat Utara

Suasana acara pembukaan STS di desa Samo Gane Barat Utara

Catatan dari Sekolah Transformasi Sosial  (STS) di Desa Samo Halmahera Selatan

Desa harus benar– benar mandiri. Mampu menghidupi warganya. Baik pangan  maupun energi. Desa juga harus menjadi basis berbagai program pembangunan yang dijalankan pemerintah. Bahwa kemandirian desa bukan sebuah nyanyian atau slogan. Bukan  nyanyi kepiluan untuk orang kampong. Dia adalah pengejawantahan kerja kerja riil yang  dilakukan dan dirasakan warga kampong.

Hal ini menjadi  tema besar yang diusung dalam   Sekolah Transformasi Sosial (STS) yang di gelar di Desa Samo  Kecamatan  Gane Barat Utara, Halmahera Selatan 7 hingga 22 November lalu. Kegiatan ini diikuti  kepala desa dan perangkatnya serta petani  dari enam  desa di Halmahera Selatan.

Kegiatan penting ini digelar oleh Yayasan EcoNusa  yang merupakan rangkaian kegiatan School of Eco Involvment (SEI) yang dibuat di lima region di tanah Papua dan Kepulauan Maluku.

Para pesertaSTS serius menyimak penjelasan Ahmad Mahmudi soal kiat membangun desa mandiri.

Diawali dengan pelatihan bagi kepala desa dan aparatur pemerintah  desa selama dua hari.  Kegiatan ini bertujuan   berbagi informasi tentang  bagaimana mengenal masalah  dan potensi di desa. Kemudian bagaimana  merancang dan  merencanakan pembangunan di desa. Tidak itu saja melalui pelatihan ini pemerintah desa mengetahui dan mampu membangun system informasi desa. Hal ini sangat urgen dan menetukan  dalam sebuah perencanaan desa.

Untuk pelatihan petani,  mereka dilatih  dari menyiapkan benih, menyemai,  mengolah tanah, menanam, mengenal hama dan penyakitnya. Tidak itu saja, peserta STS juga dilatih membuat, menggunakan pupuk  dan pestisida organik. Selain  itu melakukan praktek membangun alat pengering  kelapa dan cengkih  serta  fasilitas biogas. Fasilitas biogas ini dibangun untuk menghasilkan energi alterntif melalui kotoran sapi. Semua fasilitas contoh ini potensinya berasal dari desa. Sapi  yang saat ini menjadi masalah di desa Samo sebagai hama tanaman petani diharapkan mampu teratasi jika program biogas ini berjalan.

Ada empat pelatih didatangkan yayasan EcoNusa dari Insist Jogjakarta untuk  belajar bersama.  Yakni Ahmad Mahmudi, R Efendy Syarif, Zamzaini dan Tarmo. Sementara  peserta pelatihan  berjumlah 30 orang   dari Desa  Gane Dalam Gane Barat Selatan, Gane Luar Gane Timur Selatan, Samo, Posi-posi, Gumira di Gane Barat Utara, serta  Desa  Pasir Putih Kecamatan Kayoa.  

Ahmad Mahmudi dari Insist Jogjakarta dalam pemaparan STS hari pertama menyampaikan banyak hal tentang  strategi membangun desa  mandiri.

Mahmudi yang sudah berulang kali riset di  Maluku dan Papua sejak 90 an itu,  memaparkan beberapa fakta tentang kondisi desa yang menurutnya tidak satupun mandiri pangan dan energy.

Dia juga bilang, di sisi lain  eksploitasi sumberdaya alam desa oleh  berbagai industri terutama tambang dan perkebunan besar terus dilakukan yang menghabiskan hutan dan lahan. Ini banyak terjadi di Timur Indonesia. “Kedaulatan itu tidak sekadar ucapan. Perlu membangun kedaulatan atas sumber daya yang dimiliki desa terutama hutannya. Tidak berdaulatnya warga atas  sumberdaya alam itu banyak contoh riil telah diperlihatkan.  Misalnya  bebeberapa titik hutan di Papua dan Maluku sudah masuk lampu merah dan kuning. Ini sangat penting dijaga,” katanya.

Baca Juga  Kelompok Tani Hutan di Tidore Kembangkan Minyak Kelapa

Dia bilang, memang banyak cara menjaga sumberdaya  tetapi apa yang akan diberikan  Insist ini berbeda dari biasanya. Insist punya cara sendiri mengajak warga menjaga kedaulatan sumberdaya  yang dimilikinya. Ini setelah banyak belajar dan riset dari berbagai pengalaman selama ini. “Saya terjun dan belajar di kegitan desa untuk penelitian dan pengembangan  sudah hamper 25 tahun. Sejak 90 an belajar dan meneliti bersama Pak Roem Topatimasang, Adi Sasono  sampai Profesor Dawam Raharjo,”kisahnya.

Mahmudi bercerita,  1990 belajar tentang desa dan  dengan melihat apa yang dilakukan  dunia luar.  Karena itu dia ke luar negeri belajar pada petani di luar negeri. “1992 di Indonesia terlalu banyak larangan untuk belajar. Karena itu saya ke Jerman termasuk belajar bagaimana metodenya. Lebih dari 40 negara saya kunjungi tetapi tidak temukan kekayaanya seperti di Indonesia.  Indonesia cukup kaya tetapi pemimpinnya tidak punya kredibilitas dan kemampuan mengelola negerinya yang kaya ini secara benar. Mestinya kekayaan  yang dimiliki  semua rakyatnya sejahtera. Kenyataannya tidak,” imbuhnya.  

Dia bilang lagi,  hasil kunjungan dan belajar ke berbagai Negara seperti Jerman Belanda Korea dan Jepang itu, menemukan ada ancaman serius dihadapi Indonesia dalam keberlanjutan kehidupan. Hal  ini karena sumber daya alam  mulai menurun jumlah dan kualitasnya. Tidak itu saja akses sumberdaya juga terbatas. Kondisi seperti ini  sangat berbahaya. Misalnya ada sumber air tetapi tercemar seiring  masuknya investasi.  Yang paling serius adalah ancaman terhadap pangan.  Dulu ada lebih dari 100 varietas padi local sekarang tinggal 3 saja. Kondisi yang sama juga terjadi pada komoditas pangan  lain.  Misalnya sagu sudah mulai berkurang. Dulu sagu  jadi pagan utama, sekarang hanya jadi pelengkap. Populasi atau kuantitasnya juga menurun.

Di Indonesia tak ada desa tangguh semua dalam ancaman. Ancamannya beragam sementara kehidupan terus berlangsung. Karena itu tema sntralnya adalah bagaimana membangun desa tangguh. Tentu dengan  membangun pemahaman  sampai ke  Undang undang desa.

Untuk jadi desa tangguh, harus memiliki  tiga kuasa desa. Yakni pertama adalah kuasa  atas kepemilikan. Meski desa sudah memiliki asset belum tentu memiliki asset itu. Karena itu desa harus punya kuasa kelola atas sumberdaya  desa. Yakni kuasa mengelola atas asset desa yang dimiliki.   Banyak desa di Indonesia terutama di wilayah tengah dan timur sistim adatnya  kuat, tetapi tak memiliki kuasa kelola atas asetnya.Desa-desanya memiliki sumberdaya yang luar biasa. Hanya tidak memiliki kuasa atas pengelolaan sumberdaya itu.  Tidak ada pengetahuan  sementara teknologi yang menopang. Akhirnya  kuasa kelolanya  menjadi sangat lemah. Ketiga kuasa kemanfaatan.

“Saya pernah ke NTT dan menemukan hal yang sama. Desa  punya   tanah   ulayat sejauh mata memandang tapi tidak ada kuasa kelola. Karena itu maka ketika salah satu perusahaan otomotif  Jepang sedang mengembangkan mesin   diesel generasi ketiga karena  ada peraturan internasional yang melarang penggunaan bahan bakar yang mencemari atau tidak bisa menggunakan enegeri fosil. Maka dibuatkan energi nabati. Di Jepang tidak ada tanah yang luas. Mitsubishi  sedang bersaing dengan  perusahaan mobil di dunia. Karena Jepang tak punya tanah luas maka melihat lahan di Timor NTT melalui pemerintah pusat, maka menanam jarak pagar untuk memproduksi bio solar yang bahannya dari jarak atau jatropa kukas. Masyarakat di sana jadi buruh untuk tanam. Jepang mengambil ribuan hektar tanah ulayat kemudian masyarakat di NTT menjadi buruh untuk menanam.  Artinya jika petani sudah jadi buruh untuk menghasilkan  minyak  akan menjadi milik Mitsubishi.

Baca Juga  Warga "Usir" PT Priven Lestari dari Gunung Wato-wato Halmahera Timur?

Cara membacanya adalah masyarakat punya kuasa milik atas tanah tetapi tak punya kuasa  kelola. Karena orang Jepang tak mengganti kepemilikan. Yang diambil adalah kuasa kelolanya. Akhirnya kuasa manfaatnya juga oleh perusahaan. Akhirnya desa-desa yang ada di NTT itu kehilangan dua kuasa itu.  “Masyarakat kehilangan kuasa  meski secara adat tanah itu tidak diambil. Ini bukan masyarakat tangguh.  Jika Tri kuasa ini tidak ada,” katanya. Miliki, kelola dan manfaat. 

Memiliki saja tidak  cukup apalagi  mengolah  dan  memanfaatkan.  Indonesia  begitu kaya,  maka negara global melirik Indonesia. Banyak perusahaan multi nasional datang. Karena itu sangat perlu menata ruang kelola sumber kehidupan masyarakat desa. Jika dibiarkan masyarakat menjadi rentan. Sekecil apa pun  perlu harus ada tri kuasa. Jangan sampai tak punya hak kelola  dan hak  kuasa. “Ancaman ada di sekitar kita. Ini prinsip pertama. Bagaimana melaksnakan pembangunan agar desa menjadi tangguh.

Tanaman padi ladang yang diusahakn warga Desa Samo sebagai bagian dari upaya menjaga sumber pangan tetap terjaga foto Mahmud Ichi

Lalu apa yang harus kita selamatkan dari desa kita masing-masing. Yang perlu dilakukan adalah menyelamatkan ruang kehidupan  dan menata sumber-sumber penghidupan. Yang kemudian menghasilkan masyarakat yang tangguh. Kalau diam saja maka lama lama –lama akan menjadi masyarakat yang rentan.Gejalanya sudah banyak dan itu ada di Indonesia Timur termasuk Maluku Utara.

Sekecil apapun  harus memikirkan Tri Kuasa ini.  Jangan sampai hanya bangga desa punya tanah yang luas tetapi tidak punya kuasa  kelola dan kuasa manfaat.  Ancaman ada di sekitar kita. Ini prinsip pertama. Lalu pendekatanya seperti apa membangun desa tangguh itu.  Yang pertama yang harus dibangun adalah yang material yang kedua membangun yang non material atau fisik.Fisik dan material itu untuk kebutuhan hidup dan meningkatkan martabat masyarakat desa. Memenuhi kebutuhan hidup  itu tentu  dengan pangan.

Mohammad Hatta tokoh proklamator pernah mengingatkan  sejak dini kalau suatu masyarakat isi perutnya tergantung pada asing maka Negara itu tidak bermartabat. Isi perut  berhubungan dengan martabat. Siapa yang mengisi perutmu  adalah tuanmu. Jika disuapin orang lain  harga diri  akan jatuh. Kita akan menjadi hamba dari mereka yang mengisk perut kita. “Jepang tidak punya tanah. Tetapi  tidak mau import pangan dari luar. Di seluruh Jepang tidak import bahkan kebijakan pangan anti import pangan. Air papan sandang pendidikan kesehtan pekerjaan dan lingkungan,” cecarnya. (bersambung)

Share :

Baca Juga

Kabar Kampung

Perkenalkan Badan Bank Tanah di  Malut 

Kabar Kampung

Kebun Sagu Dijual, Cadangan Pangan Warga Sagea Hilang (1)

Kabar Kampung

Mempertegas Otonomi Kampong (1)

Kabar Kampung

Kolaborasi Dorong Perdes Pesisir dan Laut Kayoa

Kabar Kampung

Warga “Usir” PT Priven Lestari dari Gunung Wato-wato Halmahera Timur?

Kabar Kampung

Ini Rencana Pesta Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Malut

Kabar Kampung

Ini Cara Antisipasi Stok Pangan Saat Pandemi

Kabar Kampung

Dua Masalah di Tiga Pulau Halmahera Selatan