Home / Kabar Kampung / Lingkungan Hidup

Minggu, 4 Februari 2024 - 11:06 WIT

Kiprah Jamal Adam Jaga dan Rawat Paruh Bengkok    

Sabtu (17/12/2023) siang sekira pukul 12.30 WIT itu terasa menyengat.  Suasana Suaka Paruh Bengkok (SPB) di kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) Desa Koli Oba Kota Tidore Kepulauan Maluku Utara itu juga, terlihat hanya ada 3 pengunjung. Mereka adalah karyawan sebuah perusahaan tambang yang datang selain berwisata juga menyerahkan seekor kakatua jambul kuning (cacatua alba) ke suaka  ini.  

Sekadar diketahui, SPB ini adalah satu-satunya  di Indonesia Timur  dan  setiap saat menerima  burung hasil sitaan maupun yang diserahkan warga secara sadar untuk dirawat dan dikembalikan sifat liarnya. Jika sudah layak, lepas ke alam.

Di kantor SPB ini  terlihat sepi, selain karena dokter hewan yang bertugas  sedang cuti, beberapa petugasnya juga sedang libur.  Saya bersama 20 rombongan trip jurnalistik pelatihan Pengarustamaan Isyu Keanekaragaman Hayati  oleh The Society Indonesian Enviromental Journalist (SIEJ) Indonesia simpul Maluku Utara yang datang ke SPB ini hanya bertemu Jamal Adam. Dia  adalah animal keeper atau penjaga satwa di SPB ini.

Dia bilang   ada 5 petugas di sini. Kordinator SPB, dokter hewan, animal keeper dan petugas keberasihan serta keamanan. Mereka  bekerja menjaga serta merawat burung yang ada  agar tetap hidup dan  bisa  dikembalikan  habitat aslinya.

Sebagai animal keeper  dia ikut membantu dokter  merawat  dan memberi makan burung- burung pagi,  siang sore hingga malam jelang tidur.

Jamal  sempat menjelaskan tugasnya  di SPB  dan penanganan burung-burung tersebut.  Dia juga jelaskan satu persatu kandang yang disiapkan untuk burung yang masuk.

Dari kandang karantina/observasi, kandang rehabilitasi, kandang edukasi   juga kandang ekosistem. Total  ada 10 unit dan ukurannya bervariasi. Paling kecil adalah  kandang ICU, dan paling besar kandang ekosistem. Memiliki fungsi masing-masing ketika ditempatkan burung.

Dia bilang, ketika burung masuk ke SPB langsung ke kandang karantina. Selanjutnya kandang rehabilitasi. Dari situ  dibuat perbandingan. Jika selama 6 bulan sudah layak akan dilepas. Tergantung karakter burung  tersebut.  

Untuk  yang sudah tidak bisa lepasliar lagi karena alami kecacatan tubuhnya dimasukan ke kandang edukasi,  berfungsi menampung burung yang sudah tidak bisa dikembalikan lagi ke alam liar. Terutama  yang patah kaki maupun sayap. Sementara kandang ekosistem  ditempatan burung   yang  sifat liarnya hilang karena bisa berbicara.  “Burung burung ini sudah tidak  bisa mencari makan sendiri,  alami cacat tetap   jadi  satwa untuk pendidikan,”katanya. 

Saat rombongan mengunjungi SPB itu ada 25 ekor paruh bengkok ikut dirawat dan dilatih untuk dilepasliarkan.  Ada 4 ekor kakatua jambul kuning,  4 ekor kakatua putih, 2 ekor kakatua Maluku 2 ekor nuri bayan, 5 ekor kalung ungu, 2 ekor nuri Maluku 1 ekor nuri kepala hitam, dan 5 ekor kasturi Ternate.    

Baca Juga  Nelayan Lingkar Tambang KI IWIP Was-was

Lalu sejak kapan Jamal yang tidak  punya latarbelakang  pengetahuan konservasi  bergabung dan  ikut merawat burung- burung ini?  

Awalnya tidak memiliki pengetahuan khusus tentang burung atau kehidupan liar lainnya. Namun karena kecintaannya  dia jalankan tugas dengan penuh dedikasi.  

Dari 2019 hingga saat ini sudah ada 100 ekor paruh bengkok  berhasil dirawat  dan dilepliarkan ke alam. Jamal yang hanya seorang petani di Desa Koli sambil jalan belajar dengan memahami langsung kondisi burung yang ada.

Jamal memberi makan dua ekor burung nuri Ternate yang ada di kandang rehabilitasi foto Jamal Adam.jpg

Kecintaanya  dalam dunia konservasi burung diawali saat bergabung sebagai Masyarakat Mitra Polhut (MMP). Selain sebagai petani juga melakukan kegiatan MMP.  Salah satu tugasnya mengkampanyekan masalah lingkungan hidup terutama isyu konservasi kepada masyarakat desa dan siswa sekolah.

“Ini menjadi modal termasuk menjadi guide tamu atau pengunjung taman nasional,” katanya. Setelah itu ketika dibangun SPB ini dia ikut direkrut menjadi animal keeper.  

 Karena  setiap hari merawat burung-burung ini, dia mengaku  merasa sangat dekat. Ketika burung berbeda dari biasanya dan butuh apa perlakuan sudah sangat dipahami. “Misalnya burung mendapatkan ancaman dari satwa lain atau sakit, dari suara teriakan  kita sudah   paham  dan segera memberi pertolongan,” katanya.  Begitu juga ketika burung sakit, gerak geriknya sudah bisa  diberi pertolongan seperti apa. Keberadaan burung- burung  dan proses perawatan  untuk dikembalikan sifatnya liarnya butuh waktu berbeda beda. Tergantung kondisi burung itu berapa lama dipelihara. “Bisa cepat bisa juga lama. Ada yang bisa setahun ada juga bisa beberapa bulan. Jika burung itu jinak atau sudah sangat dekat dengan manusia  untuk direhabilitasi  butuh waktu yang lama.

Merawat dan memelihara burung itu   juga butuh biaya.  Untuk merawat 24 ekor burung  butuh anggaran setiap pekannya Rp550 ribu  untuk penyediaan pakan dan lainnya. Artinya  sebulan butuh  Rp2,2 juta. Makanan yang diberikan juga bervariasi jangan sampai burung- burung itu jenuh  dan tidak mau makan. Kadang dikasih buah papaya, jagung hingga semangka dan pisang. “Jika hanya satu jenis makanan, burung itu juga alami sakit. Kalau dikasih pisang terus  burung mengalami diare. Itu  hasil amatan dan kajian kita,” katanya. Beda dengan karakter aslinya di hutan,  burung  jadi dokter bagi dirinya sendiri. Dia akan makan sesuai kesukaanya di hutan. Berbeda  burung yang dikurung dalam kandang pilihan makanannya terbatas. Karena itu harus ada varasi makanan.   

Baca Juga  Keanekaragaman Hayati Teluk Buli Terancam

Dia bilang lagi  burung- burung itu ketika datang atau masuk ke suaka semua tidak bisa disatukan dalam satu kandang  tetapi  dipisah. Mana yang sakit, mana yang sehat,  yang bisa terbang  dan  tidak bisa terbang.      

Perawatan burung ini kata dia  bisa medis dan non medis.  Jadi tidak semuanya perawatan secara medis,  saling mengisi. Umpamanya dokter lakukan perlakuan berdasarkan penelitian di Jawa,  di sini beda lagi karena  beda iklim.  Untuk medis ketika burung baru datang disuntik dan diberi pengobatan tetapi non medis dikasih gula merah atau air kelapa muda. Ini semua adalah proses belajar.  

Lalu apa suka dukanya bekerja merawat burung-burung ini? Dia bilang yang agak sulit itu mau mengembalikan sifat liar dari burung burung tersebut. Sebab rata-rata  burung  peliharaan yang masuk sudah  berbicara bahkan ada seperti manusia.

Salah satu cara yang dilakukan mengurangi interaksi dengan burung tersebut. Atau juga menyiramnya dengan air jika burung berusaha mendekat ke manusia. Tujuannya mengagetkan dan mengembalikan sifat liarnya.   

Masa-masa sulit mereka hadapi kala  Covid- 19 2021 2022 dua tahun lalu.  Kala itu   akses ke luar juga sulit. Akhirnya mereka memberikan pengobatan berdasarkan pengetahuan lokal yang dimiliki. Yakni menggunakan air kelapa muda dan gula aren.

Warga-menyerahkan-burung-kakatua-alba-ke-PSB-untuk-dirawat-dan-dikembalikan-ke-habitatnya

Dengan pemberian air kelapa muda akhirnya puluhan ekor burung bisa pulih. “Waktu itu ada burung yang masuk ke SPB dapat serangan virus sehingga dokter ikut menyuntikkan anti virus tetapi ternyata ikut mengancam keselamatan burung. Saat itu ada 10 ekor burung  mati. Karena akses keluar susah akhirnya  harus melakukan upaya lain,” katanya.    

Jamal yang dulu sebagai petani  dan  kerja serabutan, akhirnya menyadari mengabdikan hidup untuk konservasi itu tidak mudah. Harus  penuh kesabaran   dari hati.

Dari kerjaya   sudah ratusan ekor paruh bengkok  dirawat dan dikembalikan ke alam liar.  “Yang endemic Halmahera dikembalikan ke hutan  dia biasa hidup. Dari luar Maluku Utara  dikembalikan ke daerah asal selanjutnya dilepasliarkan,” katanya.

Pekerjaan Jamal   bagi sebagian orang mungkin dianggap sepele. Tetapi dari  ketekunannya  burung-burung yang nyaris mati maupun sudah hilang sifat liarnya mampu terselamatkan. Dikembalikan ke  habitat aslinya sehingga bisa tetap disaksikan  hidup bebas di alam liar.   

Share :

Baca Juga

Kabar Malut

Aksi Lingkungan, Masyarakat Bisa Akses Dana 2 Ribu hingga 50 Ribu Dolar

Kabar Kampung

Lebah Raksasa Kembali Ditemukan di TNAL Resort Tayawi

Lingkungan Hidup

Pulau-pulau Rentan Akibat Industri Ekstraktif

LAUT dan Pesisir

Bina Desa di Pulau Laigoma, FPK Unkhair Turut Lepas Tukik

LAUT dan Pesisir

MK Tolak Gugatan Anak Usaha PT Harita

Lingkungan Hidup

Air Laut Coklat Kemerahan, Ikan Mati dan Warga Was-was

Kabar Kampung

Toyom, Pohon Penyembuh Luka dari Halmahera

Lingkungan Hidup

Tambang Hadir, Burung di Kawasan Goa Bokimoruru Terancam