Kawasan konservasi Kepulauan Sula di Kabupaten Kepulauan Sula di Provinsi Maluku Utara mencakup enam kecamatan, yaitu Kecamatan Sanana, Kecamatan Sulabesi Tengah, Kecamatan Sulabesi Timur, Kecamatan Mangoli Utara Timur, Kecamatan Mangoli Timur, dan Kecamatan Mangoli Tengah. Terdapat 35 desa di enam kecamatan masuk di dalam wilayah konservasi Kepulauan Sula. KKP Sula yang masuk dalam Taman Pesisir Kepulauan Sula terletak memanjang dari ujung selatan Pulau Sulabesi sampai bagian utara Pulau Mangoli yang melingkupi tiga pulau besar dan 5 pulau kecil dengan luas 117.959,88 hektar.
Kawasan Konservasi Kepulauan Sula dicadangkan melalui Surat Keputusan Gubernur Maluku Utara Nomor 360 Tahun 2018 itu memiliki kekayaan potensi laut dan pesisir yang luar biasa. Sayang hingga kini pengelolaanya belum maksimal.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 02 tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kawasan Konservasi Perairan Kepulauan Sula dialokasikan seluas 120.723 Hektar. Pengusulan Kawasan Konservasi Perairan untuk mendapatkan SK Pencadangan Gubernur Maluku Utara karena titik koordinat batas luar kawasan terlalu banyak dan akan menyulitkan pengelolaan kawasan sehingga luasan yang ditetapkan Gubernur Maluku Utara adalah sebesar 117.959,88 hektar. Dalam draft Rencana Pengelolaan dan Zonasi dilakukan pemetaan menggunakan pembaruan sumber data citra dari data Badan Informasi Geospatial (BIG) 2017 sehingga terjadi penyusutan luas Kawasan Konservasi Perairan menjadi 116.909,387 hektar terdiri dari 116.891,53 hektar perairan dan 17,85 hektar daratan.
Berdasarkan data dokumen perencanaan TP Kepulauan Sula memiliki keanekaragaman hayati mulai dari terumbu karang dan kelimpahan ikan karang. Kepulauan Sula secara umum perairannya memiliki terumbu karang dengan tipe terumbu karang tepi (fringing reef) dengan derajat kemiringan berkisar antara 50° – 90. Beberapa perairan memiliki keunikan masing-masing, seperti perairan Desa Waigoyofa dan Waisepa yang memiliki dinding terumbu karang (drop off) yang dipenuhi karang hidup, karang lunak (soft coral) dan spon (sponge) berukuran kecil dan besar yang sangat cocok dijadikan sebagai lokasi wisata dan pendidikan bawah laut.
Sebaran terumbu karang di Kepulauan Sula kurang merata; terumbu karang hanya bisa ditemukan di perairan tertentu. Di Pulau Sulabesi, terumbu karang hanya ditemukan di bagian selatan dan utara pulau, bagian timur dan barat pulau tidak ditemukan terumbu karang. Sedangkan di Pulau Mangoli terumbu karang tidak ditemukan di bagian utara dan bagian tengah. Luasan tutupan terumbu karang di TP Kepulauan Sula sebanyak 1.308,85 ha atau 69,64% dari luas tutupan terumbu karang di Kabupaten Kepulauan Sula (1.877,97 ha)
Terumbu karang di Kabupaten Kepulauan Sula bervariasi antara cukup baik hingga berada dalam kondisi baik dengan kisaran tutupan karang keras hidup antar 29,00% sampai 68,00%.
Safrudin bilang, berdasarkan hasil monitoring kesehatan terumbu karang pada 2017 dan survei lokasi pemijahan ikan tahun 2018 dan 2019 diidentifikasi sebanyak 407 spesies ikan dari 154 genera dan 50 famili ikan dengan rata kelimpahan ikan sebesar 9.698 individu/hektar. Kepulauan Sula merupakan habitat ikan ekonomis penting seperti napoleon, kakap, kerapu, kerapu tikus, giant trevally, Queensland grouper dan lain lain. Lokasi pemijahan ikan untuk ikan ekonomis penting seperti kakap merah (red snapper), kakap hitam (black snapper), giant trevally, ikan napoleon ditemukan di Batu Kuning (Desa Fatkauyon), Pulau Limo dan Black Rock (Desa Waisum), serta Selat Pagama (Desa Waisakai) Kabupaten Kepulauan Sula.
Secara umum, kelimpahan ikan rata-rata di Kepulauan Sula adalah 9.698 individu/hektar, dengan kelimpahan ikan tertinggi terletak di lokasi Lifmatola Penyu (19.348 individu/hektar) dan terendah di Tanjung Waka (2.496 individu/hektar). Biomassa ikan rata-rata di Kepulauan Sula adalah 5.134,0 kg/hektar. Biomassa ikan tertinggi ditemukan di lokasi Lifmatola penyu (9.217,3 kg/hektar) dan terendah di Waka Tanjung (1.770,6 kg/hektar) . Berdasarkan temuan ini, perairan Kepulauan Sula memiliki biomassa ikan target yang cukup baik.
Beberapa hasil riset yang dikutip dalam dokumen perencanaan zonasi KKP menunjukan Indeks Keanekaragaman Ikan Karang atau Coral Fish Diversity Index (CFDI) Kepulauan Sula adalah 214 spesies dan memiliki nilai yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan CFDI Raja Ampat 345. Sementara untuk mangrove di Kepulauan Sula merupakan vegetasi yang tumbuh secara alami yang tersebar diberbagai titik sampling, baik di Pulau Sulabesi, Pulau Mangoli dan Pulau Lifmatola secara keseluruhan total luas vegetasi mangrove di TP Kepulauan Sula adalah 100,672 hektar , sebaran mangrove di TP Kepulauan Sula berada di belakang garis pantai.
Sebaran mangrove di TP Kepulauan Sula terbilang tidak merata ditemukan dibeberapa lokasi seperti Tanjung Waka, Teluk Mangoli, dan Pulau Lifmatola. Penyebaran spesies mangrove pada masing masing wilayah survei hampir sepenuhnya merata, hal ini diduga karena habitat untuk pertumbuhan masing-masing spesies masih stabil dan mendukung pertumbuhan dan kelangsungan hidup mangrove. Pada lokasi-lokasi pengamatan ditemukan total 11 spesies yaitu Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata, Sonneratia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera parviflora, Ceriops decandra, Rhizophora stilosa, Xylocarpus granatum, Avicennia marina, Avicennia alba, dan vegetasi Nypa fruticans
Ekosistem Lamun
Keberlanjutan ekosistem ini tergantung dari kondisi perairan, hasil survei menujukkan kondisi perairan pada lokasi tersebut secara umum relatif masih baik bagi kehidupan sumber daya lamun dan biota laut asosiasinya Kecerahan perairan yang teramati adalah 95% yang artinya bahwa penyinaran terjadi hingga ke dasar perairan kecuali pada beberapa perairan seperti Waisakai di Pulau Mangoli dan Kampung Bajo di perairan Pulau Sulabesi dengan kecerahan perairan berkisar 40%
Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa perairan Pulau Sulabesi dan Pulau Mangoli termasuk perairan yang dangkal dan jernih. Kondisi ini sangat memengaruhi intensitas cahaya matahari yang sampai ke dasar perairan karena cahaya matahari merupakan faktor pembatas pertumbuhan dan produksi lamun.
Hasil observasi dan beberapa studi yang telah dilakukan di perairan Kepulauan Sula menunjukkan, beberapa jenis biota karismatik seperti hiu karang sirip putih (Triaenodon obesus), hiu karang sirip hitam (Carcharhinus melanopterus), ikan napoleon (Cheilinus undulatus), ikan kakatua bonggol paruh (Bolbometopon muricatum), penyu (Chelonia mydas,Eretmochelys imbricata) cetacean (mamalia laut) khususnya lumba-lumba (Spotted dolphin, Spinner dolphin) dan paus (beaked whale, orcas) dan setasea kecil . Penyu sisik dan penyu hijau dapat dijumpai di perairan Kepulauan Sula dengan berbagai ukuran mulai dari 30 cm sampai 100 cm. Hal unik lainnya di perairan Pulau Lifmatola dan Desa Fatkauyon, terhitung sebanyak 40-50 individu penyu dapat dijumpai dalam sekali penyelaman (40 menit/penyelaman)
Sebaran ikan napoleon di perairan Kepulauan Sula cukup tinggi, di Desa Fatkauyon ditemukan lokasi pemijahan untuk ikan napoleon, di beberapa lokasi penyelaman di Pulau Sulabesi, Pulau Mangoli, Pulau Lifmatola dapat dijumpai ikan napoleon dengan ukuran yang cukup bervariasi. Ikan napoleon memiliki nilai ekonomis yang tinggi namun tidak dijadikan sebagai target utama penangkapan nelayan di Kepulauan Sula dikarenakan mereka telah mengetahui peraturan pelarangan pemanfaatan ikan napoleon baik untuk dikonsumsi maupun diperdagangkan. Namun, ikan napoleon banyak ditemukan tertangkap oleh nelayan sebagai tangkapan sampingan (bycatch), hasil survei pemanfaatan sumber daya tahun 2019 ditemukan beberapa ekor ikan napoleon tertangkap nelayan sebagai tangkapan sampingan. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat mengenai upaya perlindungan ikan napoleon dan tata cara penanganan ikan dlindungi yang tertangkap sebagai tangkapan sampingan
Saat ini ikan napoleon telah masuk dalam daftar spesies yang perlu diatur perdagangannya untuk mencegah kepunahanatau Appendiks II CITES dan secara nasional dilindungi berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 37/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Status Perlindungan ikan napoleon (Cheilinus undulatus). Perlindungan jenis ikan napoleon tersebut meliputi larangan penangkapan di alam dengan berat antara 100-1000 gram dan lebih dari 3000 gram. Identifikasi dan pemetaan daerah asuhan dan habitat penting lainnya (seperti daerah pemijahan) menjadi prioritas utama dalam upaya konservasi dan dalam setiap bentuk pengelolaan secara spasial. Banyak spesies ikan karang menggunakan tempat pemijahan yang sama sehingga tempat tersebut seharusnya dilindungi sebagai zona larangan tangkap (fully protected, no-take zones).
Perairan Kepulauan Sula juga memiliki potensi yang sangat besar dan memiliki beberapa lokasi perairan yang dijadikan sebagai lokasi pemijahan ikan pelagis maupun ikan demersal. Identifikasi dan pemetaan daerah pemijahan ikan pelagis dan ikan demersal menjadi salah satu prioritas utama dalam upaya konservasi dan dalam setiap bentuk pengelolaan secara spasial. Beberapa hasil survei lokasi pemijahan ikan pada tahun 2018 dan 2019 ditemukan beberapa situs pemijahan ikan yaitu: Batu Kuning di Desa Fatkauyon, dan Selat Pagama yang terletak antara Pulau Mangoli dan Pulau Lifmatola, dan beberapa situs yang masih dalam tahap konfirmasi seperti perairan Pulau Limo, Black rock, dan Tanjung Harimau. (*)

CEO Kabar Pulau