Home / Kabar Malut

Minggu, 28 November 2021 - 23:41 WIT

Kondisi Lingkungan Malut Kritis? (1)

Resume Hasil FGD Lingkungan PakaTiva-Bappeda- DLH  

Kondisi lingkungan hidup di Maluku Utara  tidak baik baik saja. Meski dalam laporan yang dipublikasi oleh  Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku Utara menyebutkan  beberapa indeks yang berhubungan dengan lingkungan hidup dalam kondisi baik, namun kenyataanya di lapangan  aktivitas tambang di lahan hutan  memiliki dampak cukup serius dan berdampak pada masyarakat tempatan. Kondisi air, udara dan lahan memprihatinkan  sehingga butuh perhatian semua pihak. 

Masalah ini  dibahas dalam  diskusi  terfokus yang digelar Perkumpulan PakaTiva salah satu organisasi masyarakat sipil yang dalam dua tahun ini melakukan pendampingan warga di bidang lingkungan dan aktivitas masyarakat local di Maluku Utara.

Kegiatan ini melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara Maluku Utara, akademisi,  NGO dan media, membahas  kondisi lingkungan di Malut yang saat ini  ramai dengan kegiatan  industry ekstraktif.

FGD yang digelar  pada 13 November 2021  lalu itu mengangkat  tema Perencanaan Pembangunan Wilayah Maluku Utara Berbasis Lingkungan sub tema Menyelamatkan Lahan, Sumberdaya Alam dan Kekayaan Negera.

FGD yang dipusatkan di Hotel Safirna Transito Kelurahan  Kota Baru Ternate Selatan  itu menghadirkan  pemateri Kepala Bidang Infrastruktur Wilayah dan Pembangunan   Bappeda Provinsi Maluku Utara  Ikhwan ST dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara Bapak Fahrudin Tukuboya.  Sebenarnya ada tiga pemateri yang diundang. Namun satu dari akademisi Universitas Khairun Ternate Dr Asis Hasyim  tidak sempat  hadir.   

Fahrudin Tukuboya yang memantik pertama FGD  menyebutkan bahwa berdasarkan data data yang dikantongi, lingkungan di Maluku Utara secara akumulasi masih dikategorikan baik. Indeks lingkungan hidup masih di atas 70.  Tepatnya  74,61.     Indeks kulaitas lingkungan hidup dengan empat parameter yakni  kualitas  air, udara,  tutupan lahan dan ditambah satu lagi, indeks kualitas air laut masih baik.

Kondisi pulau Obi yang dibabat hutan dan diambil kayunya

“Sekarang kita sudah tambah satu poin. Indeks kualitas air kita masih di atas 50,5 poin tetapi semakin hari semakin menurun.  2020  ini total poin 50 lebih.  Kemudian Indeks kualitas udara makin baik. Poinnya masih tinggi.  Masih bagus karena industri melarang penggunaan batu bara sebagi sumber energi. Kalau ada perusahaan menggunakan batubara  sebagai sumber bauran energy sudah tidak bisa. Kalau masih pakai menimbulkan asap yang menyebabkan udara kurang sehat. Untuk tutupan lahan  juga  mengalami pengurangan dari tahun ke tahun.

“Memang kita tidak bisa bilang bagus. Kesimpulan indeks itu masih baik tetapi tiap tahun terus turun. Faktanya orang mau bangun industri mesti pohon ditebang baru ambil tanahnya lalu diolah jadi nikel dan emas,” katanya. 
Dia bilang ada kebijakan yang sama sama disepakati bahwa proses mengembalikan kondisi alam, katakanlah untuk  reklamasi, pihaknya coba lakukan kebijakan yang sifanya progresif. Artinya jangan tunggu semua sumberdaya habis baru direklamasi. Daerah daerah yang tidak punya deposit itu harus segera direklamasi lalu ditanam lagi pohon supaya pelan pelan manfaatnya didapat.  

“Kondisinya masih dikategorikan bagus tetapi perlu dipikirikan agar sama sama didorong  kawasan konservasi bisa ditambah. Perlu ada kebijakan Pemda menambah kawasan konservasi. Ada beberapa kawasan lindung sudah dipakai. Bukan hanya perusahaan, beberapa daerah  yang punya kawasan lindung juga dipakai masyarakat untuk izin tambang rakyat. Yang masuk hutan lindung maupun suaka alam tetapi dieksploitasi. Ini luar biasa. Kebijakannya agak   longgar akirnya berdampak seperti ini. Berkaitan dengan lingkungan dan jumlah kerusakan semakin baik karena pengawasan cukup baik sehingga aspek yang berkaitan  dengan kerusakan dengan metode bakar hutan misalnya mulai berkurang. Salah satu yang bagus di Malut ada penambah basis hutan  yakni  mangrove. Meski begitu  sudah mulai ada  penebangan juga dan pergeseran karena  ada areal  yang ditambang.  Sementara untuk hutan yang berada di bawah pengelolaan industri itu kewajiban perusahaan. Cuma di industri itu kadang dalam perencanaan lingkungan sering menunggu nanti sudah ada masalah baru diperbaiki. Padahal mestinya tidak begitu. Saat ini perlu sama sama di dorong perbaikan kondisi lingkungan  sehingga bisa membantu pemerintah.

Sementara Ikhwan ST  Kepala Bidang IPW Bappeda Malut  bilang  forum untuk isyu lingkungan  hidup  terkait  adaptasi perubahan iklim,   kurang ada geliat. Karena itu melalui forum ini diberi  apreseasi. Pemprov Maluku Utara  saat ini sedang merevisi dokumen RPJMD dan membutuhkan masukan dari mitra pembangunan  memberi masukan atau pembobotan berhubungan dengan pembangunan lingkungan hidup. “Kami coba upayakan kebijakan pembangunan Maluku utara terutama penanggulangan bencana dan perubahan iklim.    Kita tahu bersama pemerintaha Malut di bawah pimpinan  KH Gani Kasuba dan M Yassin Ali memiliki sebuah kitab suci perjalanan pemerintahan yakni  dokumen RPJMD. Ini RPJMD terakhir dari perencanaan RPJPD Malut 2005 2025.  Jadi setelah ini  juga kami akan siapkan sebuah dokumen jangka panjang. Hal itu menjadi momen bersama membahas dan menggali isyu- isyu  strategis untuk pembangunan jangka panjang kedua 2026-2046.,” jelasnya.

Baca Juga  UGM Riset Kosmopolis Rempah di Malut

Terkait RPJPD  Malut ini  katanya di-breaakdown dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Maluku Utara 2013 2023. Pada 2019 lalu  sudah dilakukan review terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah  dan  materi teknisnya  sudah selesai  untuk perode 2019- 2039  namun karena ada perubahan akibat lahirnya Undang- undang Cipta Kerja sehingga  perlu mengintegrasikan rencana tata ruang laut  ke dalam RTRW. Jadi ke depan RTRW provinsi itu akan ada tata ruang darat sendiri dan tata ruang lautnya. Dulu dipisah sekarang sudah digabung. Proses tersebut diikuti dengan arahan daya dukung dan daya tampung yang terintegrasi. Tantanganya ke depan  kata dia, dari sisi perencanaan butuh ada evaluasi karena selama ini tidak ada evaluasinya. Jadi perencanaan dan evaluasi dari RTRW itu perlu dikawal  sehingga arahan arahan di dalam perencanaan benar benar terkendali. Paling tidak dilakukan  evaluasi  secara periodik capaian capaiannya.  Ikhwan juga mengungkap  persoalan yang mereka hadapi  soal  data yang diformulasikan dalam dokumen sangat sulit diperoleh.  “Kabupaten/kota kesulitan mendapatkan data. Apakah karena SDM nya  atau budgetingnya yang kurang kita kurang tahu.    Saya pikir ke depan  perlu ada kerjasama Pemda,”katanya 

Terkait visi misi Maluku Utara sejahtera 2024   merupakan akronim dar Cerdas, Berbudaya, Agamais humanis  adalah visi misi Maluku Utara. Soal visi khusus lingkungan hidup  ada lima  dan masalah lingkungan hidup ada di misi ke 5  yakni  pembangunaan infrastruktur  yang bersih dan berkualitas beriorientasi pada pengembangan sumberdaya  alam. Prioritas atau kerangka logiknya adalah membangun kualitas lingkungan hidup  yang baik. Kualitas lingkungan hidup di sini berhubungan  dengan indeks  kualitas air,  udara  dan lahan. Kemudian dari sisi perubahan iklim diwakili oleh tingkat ketahanan,    dan kerentanan perubahan iklim.

Kegiatan yang berhubungan dengan isyu ini adalah   program kegiatan yang diterjemahkan di bidang  kehutanan,  kelautan  serta kebencanaan.   “Ini juga kita butuh masukan.   Kita  sudah  lakukan mapping  terkait indicator yang mengarah ke sana salah satunya lingkungan hidup. Nanti dengan dinas membahas lagi isyu  isyu lingkungan hidup dalam rangka  menjabarkan isyu perubahan iklim ini kedalam  dokumen perencanaan.  Karena itu butuh penajaman tujuan pembangunan berkelanjutan,” jelasnya.

Masalah lingkungan hidup katanya kompleks dan melibatkan partisipasi banyak sector.  Dalam   dokumen perencanaan  butuh masukan dan pembobotan rencana rencana pembangunan  ke depan.   

Dalam diskusi itu, Zulham Harahap akademisi dari Unkhair bilang Negera dengan Undang undang Dasar pasal 33 menyebutkan melindungi segenap  sumberdaya alam untuk mensejahterakan rakyat.   Undang- undang pasal 33 ini kemudian didukung dengan   undang undang lain. Nah yang  terjadi aturan itu  kurang tegas terutama dalam  turunan aturan. Baik UU, PP dan Perda terutama masalah  pembangunan berkelanjutan. “Kita semua terbuka kalau lihat turunan Undang- undang kurang tegas bicara soal pembangunan berkelanjutan. Dalam dokumen tata ruang apakah kemudian diterjemahkan,  ada bab khusus  yang mengatur soal ini. Bahkan tak ada satupun  tata ruang yang ada bab tentang perubahan iklim. Ini menyimpang dalam konteks kebijakan pembangunan  daerah   sering kali didikte oleh pemerintah pusat. Terutama pembangunan berkelanjutan

 Perubahan iklim misalnya diwajibkan oleh UU sebenarnya.  Pelaksanaan UU juga banyak.  Sekarang pertanyaanya titik pusat pembangunan ada di mana.  Tidak sekadar hanya irisan-irisan. Itu yang belum didapatkan dalam kebijakan baik nasional dan daerah.   Kalau ekonomi jadi panglima jangan harap lingkungan terselamatkan. Selalu dilihat kemajuan itu berhubungan  dengan ekonomi. Akhirnya indeks pembangunan lingkungan dan sosial menjadi nomor dua. Manusia sehat kalau lingkungan juga sehat. “Maka itu saya bicara pembangunan lingkungan itu tak sekadar irisan program. Terlalu banyak hasil bumi kita keruk, contoh kasus di Halteng  ada PT IWIP ada tambang emas di Halsel dan Halut. Ini yang harusnya kita lihat secara objektif apakah masyarakat, misalnya di Weda mendapatkan  manfaat ekonomi dari investasi ini.  Tenaga kerja sudah mencapai 15 ribu orang.  Harus dipastikan Malut mendapatkan manfaatkan atau tidak dari setiap usaha industri yang ada. Coba dicek mungkin Puskesmas yang bagus juga tidak ada. Listrik juga tidak ada tetapi hutanya dibabat habis. Ini pelajaran yang  harus dipelajari. Saat ini memang masih banyak sumberdaya alam seolah olah lingkungan kita bagus,” jelasnya.

Baca Juga  Limbah Pertanian Dapat Dijadikan Media Filter Air

Padahal katanya defenisi membangun  itu hari esok lebih baik dari hari ini. Jika  hari besok sama dengan hari ini itu lebih buruk. Karena itu baginya Malut  tidak baik baik saja.    “Pertanyaanya bisa tidak Malut sejahtera dengan sumberdaya alamnya tanpa merusak lingkungan,” katanya.  

Adita Agoes   peserta diskusi yang selama ini bergerak untuk pariwisata bawah laut, menyoroti apa yang dibahas dalam diskusi tersebut. Dia bilang tergelitik seperti yang disampaikan  Pak Kadis Lingkungan hidup menyangkut  perizinan yang dikeluarkan untuk tambang seperti daerah tidak memiliki kekuatan apa apa.  “Saya sering bilang ke kawan kawan termasuk  kawan kawan di PakaTiva bahwa kita butuh alam. Alam tidak butuh kita. Kita mau membangun atau tidak membangun alam tetap begitu.  Jadi kita yang butuh alam. Karena itu perlu kita perlakukan alam dengan baik. Saya  sepakat dengan pak Zulham sudah saatnya kita focus pada  lingkungan kita,”katanya.

Dia bilang kalau pembangunan yang focus lingkungan maka semua  ujungnya ada di dokumen Amdal.  “Jadi  focus pembangunannya apa mau ekonomi, social atau lingkungan,”  katanya . China misalnya pendapatan terbesarnya di tambang tetapi apakah di negaranya ada tambang. Ternyata tambangnya di Indonesia.  Atau ini strategi untuk habiskan dulu di luar negara mereka. Jadi yang punya mereka aman  dan tetap sustain. Berbeda dengan di Indonesia, habiskan dulu yang kita punya nanti dipikirkan perbaikannya.   Adit  yang focus  wisata bahari  berharap laut tetap terjaga  sehingga  jualannya semakin  banyak dan bagus. “Sederhanaya kalau dirusak ya jualan kita akan habis,” imbuhnya.    

 Baginya  kualitas air laut sudah jadi perhatian dan masuk dalam parameter pengukuran lingkungan itu sudah bagus. Kedua  dari sisi strategi, orientasinya green ekonomi. Kalau bicara sustaine apa yang mesti diperhatikan. Dari sisi lingkungan masalah  sustain ini yang  harus dikejar.   

Begitu juga Nurdewa Safar dari LSM Daurmala sebuah NGO yang selama ini bergerak untuk pendampingan perempuan dan anak, memberi sorotan serius terhadap aktivitas  industry tambang di Malut dan dampaknya terhadap perempuan dan anak. Terutama   perempuan dan anak di daerah  lingar tambang. Dia bilang setelah dilakukan advokasi ke lapangan  terhadap kasus  kekerasan sesksual   di daerah lingkar tambang PT IWIP menemukan banyak masalah. Kekerasan seksual misalnya  hingga  menyebabkan kematian seorang perempuan di sana. Dewa  mengaku sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi di daerah lingkar tambang. “Saya sangat prihatin dengan kondisi lingkar tambang.  Terutama masalah perempuan dan anak. Dalam aspek kesehatan debu tambang tiap hari dihirup warga terutama  ibu dan anak. Hal ini sangat berbahaya.  Belum lagi ada  15  ribu tenaga kerja yang masuk  di sana menimbulkan persoalan yang pelik yang sangat dirasakan oleh kelompok rentan terutama perempuan dan anak anak. Banyaknya tenaga kerja   otomotis   ½ tenaga kerja sudah menjadi warga Haalteng karena sudah ber-KTP di sana ini.  Pemda perlu membuka mata karena  harus memikirkan  dampaknya. Pasalnya mereka ada juga datang  membawa istri dan anak  ini  membuat penduduk bertambah dan menyebabkan banyak masalah social. Sementara infrastruktur di sana  juga tidak mendukung menyabebakan kondisi kesehatan  juga tidak tertangani denga  baik. “Kalau  kemarau  debu luar dihirup oleh warga  yang dampaknya kepada ibu dan anak. Sementara dimusim hujan  banjir luar biasa. Ini juga berdampak. Hal ini  perlu diperhatikan pemerintah.  Belum lagi soal  kekerasan seksual.  Bagamana menjadikan anak anak sahet  jika  gizinya tidak terpenuhi. 

Aktivitas tambang di Halmahera Tengah

“Saya lakukan advokasi   3  hari  di desa desa dekat PT IWIP tidak pernah makan ikan. Di  kampung kampung sekitarnya dekat  laut  tapi ikan disuplai dari daerah lain. Ada apa dengan Halteng. Kondisi  ini berdampak langsung kepada anak dan perempuan. Jika perempuan tidak mengkonsumsi ikan maka berpengaruh pada gizi yang juga menyebabkan stunting pada anak anak mereka. “Saya mau bilang pemerintah jangan hanya mau memikirkan soal ekonomi semata sementara aspek lain lingkungan  terabaikan,”cecarnya. (bersambung)

Share :

Baca Juga

Kabar Malut

Ada Apa, Kecelakaan Nelayan Selalu Berulang?  

Kabar Malut

Senjakala Hutan dan Lahan di Maluku Utara

Kabar Malut

Rumpon Liar di Selat Obi Dibersihkan    

Kabar Malut

Pelaksanaan Perhutanan Sosial Masih Bermasalah

Kabar Malut

Perempuan dan Kaum Disabilitas Berperan untuk Inklusivitas Ekonomi Biru

Kabar Malut

Kepastian Ake Sagea “Tercemar” Tunggu GAKKUM KLHK

Kabar Malut

Halmahera Timur, Ayam Mati di Lumbung Padi?

Kabar Malut

Ocean Eye akan Diuji Coba di Morotai