Resume Hasil FGD Lingkungan PakaTiva-Bappeda- DLH
Kondisi lingkungan hidup di Maluku Utara tidak baik baik saja. Meski dalam laporan yang dipublikasi oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku Utara menyebutkan beberapa indeks yang berhubungan dengan lingkungan hidup dalam kondisi baik, namun kenyataanya di lapangan aktivitas tambang di lahan hutan memiliki dampak cukup serius dan berdampak pada masyarakat tempatan. Kondisi air, udara dan lahan memprihatinkan sehingga butuh perhatian semua pihak.
Masalah ini dibahas dalam diskusi terfokus yang digelar Perkumpulan PakaTiva salah satu organisasi masyarakat sipil yang dalam dua tahun ini melakukan pendampingan warga di bidang lingkungan dan aktivitas masyarakat local di Maluku Utara.
Kegiatan ini melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Lingkungan Hidup Maluku Utara Maluku Utara, akademisi, NGO dan media, membahas kondisi lingkungan di Malut yang saat ini ramai dengan kegiatan industry ekstraktif.
FGD yang digelar pada 13 November 2021 lalu itu mengangkat tema Perencanaan Pembangunan Wilayah Maluku Utara Berbasis Lingkungan sub tema Menyelamatkan Lahan, Sumberdaya Alam dan Kekayaan Negera.
FGD yang dipusatkan di Hotel Safirna Transito Kelurahan Kota Baru Ternate Selatan itu menghadirkan pemateri Kepala Bidang Infrastruktur Wilayah dan Pembangunan Bappeda Provinsi Maluku Utara Ikhwan ST dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku Utara Bapak Fahrudin Tukuboya. Sebenarnya ada tiga pemateri yang diundang. Namun satu dari akademisi Universitas Khairun Ternate Dr Asis Hasyim tidak sempat hadir.
Fahrudin Tukuboya yang memantik pertama FGD menyebutkan bahwa berdasarkan data data yang dikantongi, lingkungan di Maluku Utara secara akumulasi masih dikategorikan baik. Indeks lingkungan hidup masih di atas 70. Tepatnya 74,61. Indeks kulaitas lingkungan hidup dengan empat parameter yakni kualitas air, udara, tutupan lahan dan ditambah satu lagi, indeks kualitas air laut masih baik.
“Sekarang kita sudah tambah satu poin. Indeks kualitas air kita masih di atas 50,5 poin tetapi semakin hari semakin menurun. 2020 ini total poin 50 lebih. Kemudian Indeks kualitas udara makin baik. Poinnya masih tinggi. Masih bagus karena industri melarang penggunaan batu bara sebagi sumber energi. Kalau ada perusahaan menggunakan batubara sebagai sumber bauran energy sudah tidak bisa. Kalau masih pakai menimbulkan asap yang menyebabkan udara kurang sehat. Untuk tutupan lahan juga mengalami pengurangan dari tahun ke tahun.
“Memang kita tidak bisa bilang bagus. Kesimpulan indeks itu masih baik tetapi tiap tahun terus turun. Faktanya orang mau bangun industri mesti pohon ditebang baru ambil tanahnya lalu diolah jadi nikel dan emas,” katanya.
Dia bilang ada kebijakan yang sama sama disepakati bahwa proses mengembalikan kondisi alam, katakanlah untuk reklamasi, pihaknya coba lakukan kebijakan yang sifanya progresif. Artinya jangan tunggu semua sumberdaya habis baru direklamasi. Daerah daerah yang tidak punya deposit itu harus segera direklamasi lalu ditanam lagi pohon supaya pelan pelan manfaatnya didapat.
“Kondisinya masih dikategorikan bagus tetapi perlu dipikirikan agar sama sama didorong kawasan konservasi bisa ditambah. Perlu ada kebijakan Pemda menambah kawasan konservasi. Ada beberapa kawasan lindung sudah dipakai. Bukan hanya perusahaan, beberapa daerah yang punya kawasan lindung juga dipakai masyarakat untuk izin tambang rakyat. Yang masuk hutan lindung maupun suaka alam tetapi dieksploitasi. Ini luar biasa. Kebijakannya agak longgar akirnya berdampak seperti ini. Berkaitan dengan lingkungan dan jumlah kerusakan semakin baik karena pengawasan cukup baik sehingga aspek yang berkaitan dengan kerusakan dengan metode bakar hutan misalnya mulai berkurang. Salah satu yang bagus di Malut ada penambah basis hutan yakni mangrove. Meski begitu sudah mulai ada penebangan juga dan pergeseran karena ada areal yang ditambang. Sementara untuk hutan yang berada di bawah pengelolaan industri itu kewajiban perusahaan. Cuma di industri itu kadang dalam perencanaan lingkungan sering menunggu nanti sudah ada masalah baru diperbaiki. Padahal mestinya tidak begitu. Saat ini perlu sama sama di dorong perbaikan kondisi lingkungan sehingga bisa membantu pemerintah.
Sementara Ikhwan ST Kepala Bidang IPW Bappeda Malut bilang forum untuk isyu lingkungan hidup terkait adaptasi perubahan iklim, kurang ada geliat. Karena itu melalui forum ini diberi apreseasi. Pemprov Maluku Utara saat ini sedang merevisi dokumen RPJMD dan membutuhkan masukan dari mitra pembangunan memberi masukan atau pembobotan berhubungan dengan pembangunan lingkungan hidup. “Kami coba upayakan kebijakan pembangunan Maluku utara terutama penanggulangan bencana dan perubahan iklim. Kita tahu bersama pemerintaha Malut di bawah pimpinan KH Gani Kasuba dan M Yassin Ali memiliki sebuah kitab suci perjalanan pemerintahan yakni dokumen RPJMD. Ini RPJMD terakhir dari perencanaan RPJPD Malut 2005 2025. Jadi setelah ini juga kami akan siapkan sebuah dokumen jangka panjang. Hal itu menjadi momen bersama membahas dan menggali isyu- isyu strategis untuk pembangunan jangka panjang kedua 2026-2046.,” jelasnya.
Terkait RPJPD Malut ini katanya di-breaakdown dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Maluku Utara 2013 2023. Pada 2019 lalu sudah dilakukan review terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah dan materi teknisnya sudah selesai untuk perode 2019- 2039 namun karena ada perubahan akibat lahirnya Undang- undang Cipta Kerja sehingga perlu mengintegrasikan rencana tata ruang laut ke dalam RTRW. Jadi ke depan RTRW provinsi itu akan ada tata ruang darat sendiri dan tata ruang lautnya. Dulu dipisah sekarang sudah digabung. Proses tersebut diikuti dengan arahan daya dukung dan daya tampung yang terintegrasi. Tantanganya ke depan kata dia, dari sisi perencanaan butuh ada evaluasi karena selama ini tidak ada evaluasinya. Jadi perencanaan dan evaluasi dari RTRW itu perlu dikawal sehingga arahan arahan di dalam perencanaan benar benar terkendali. Paling tidak dilakukan evaluasi secara periodik capaian capaiannya. Ikhwan juga mengungkap persoalan yang mereka hadapi soal data yang diformulasikan dalam dokumen sangat sulit diperoleh. “Kabupaten/kota kesulitan mendapatkan data. Apakah karena SDM nya atau budgetingnya yang kurang kita kurang tahu. Saya pikir ke depan perlu ada kerjasama Pemda,”katanya
Terkait visi misi Maluku Utara sejahtera 2024 merupakan akronim dar Cerdas, Berbudaya, Agamais humanis adalah visi misi Maluku Utara. Soal visi khusus lingkungan hidup ada lima dan masalah lingkungan hidup ada di misi ke 5 yakni pembangunaan infrastruktur yang bersih dan berkualitas beriorientasi pada pengembangan sumberdaya alam. Prioritas atau kerangka logiknya adalah membangun kualitas lingkungan hidup yang baik. Kualitas lingkungan hidup di sini berhubungan dengan indeks kualitas air, udara dan lahan. Kemudian dari sisi perubahan iklim diwakili oleh tingkat ketahanan, dan kerentanan perubahan iklim.
Kegiatan yang berhubungan dengan isyu ini adalah program kegiatan yang diterjemahkan di bidang kehutanan, kelautan serta kebencanaan. “Ini juga kita butuh masukan. Kita sudah lakukan mapping terkait indicator yang mengarah ke sana salah satunya lingkungan hidup. Nanti dengan dinas membahas lagi isyu isyu lingkungan hidup dalam rangka menjabarkan isyu perubahan iklim ini kedalam dokumen perencanaan. Karena itu butuh penajaman tujuan pembangunan berkelanjutan,” jelasnya.
Masalah lingkungan hidup katanya kompleks dan melibatkan partisipasi banyak sector. Dalam dokumen perencanaan butuh masukan dan pembobotan rencana rencana pembangunan ke depan.
Dalam diskusi itu, Zulham Harahap akademisi dari Unkhair bilang Negera dengan Undang undang Dasar pasal 33 menyebutkan melindungi segenap sumberdaya alam untuk mensejahterakan rakyat. Undang- undang pasal 33 ini kemudian didukung dengan undang undang lain. Nah yang terjadi aturan itu kurang tegas terutama dalam turunan aturan. Baik UU, PP dan Perda terutama masalah pembangunan berkelanjutan. “Kita semua terbuka kalau lihat turunan Undang- undang kurang tegas bicara soal pembangunan berkelanjutan. Dalam dokumen tata ruang apakah kemudian diterjemahkan, ada bab khusus yang mengatur soal ini. Bahkan tak ada satupun tata ruang yang ada bab tentang perubahan iklim. Ini menyimpang dalam konteks kebijakan pembangunan daerah sering kali didikte oleh pemerintah pusat. Terutama pembangunan berkelanjutan
Perubahan iklim misalnya diwajibkan oleh UU sebenarnya. Pelaksanaan UU juga banyak. Sekarang pertanyaanya titik pusat pembangunan ada di mana. Tidak sekadar hanya irisan-irisan. Itu yang belum didapatkan dalam kebijakan baik nasional dan daerah. Kalau ekonomi jadi panglima jangan harap lingkungan terselamatkan. Selalu dilihat kemajuan itu berhubungan dengan ekonomi. Akhirnya indeks pembangunan lingkungan dan sosial menjadi nomor dua. Manusia sehat kalau lingkungan juga sehat. “Maka itu saya bicara pembangunan lingkungan itu tak sekadar irisan program. Terlalu banyak hasil bumi kita keruk, contoh kasus di Halteng ada PT IWIP ada tambang emas di Halsel dan Halut. Ini yang harusnya kita lihat secara objektif apakah masyarakat, misalnya di Weda mendapatkan manfaat ekonomi dari investasi ini. Tenaga kerja sudah mencapai 15 ribu orang. Harus dipastikan Malut mendapatkan manfaatkan atau tidak dari setiap usaha industri yang ada. Coba dicek mungkin Puskesmas yang bagus juga tidak ada. Listrik juga tidak ada tetapi hutanya dibabat habis. Ini pelajaran yang harus dipelajari. Saat ini memang masih banyak sumberdaya alam seolah olah lingkungan kita bagus,” jelasnya.
Padahal katanya defenisi membangun itu hari esok lebih baik dari hari ini. Jika hari besok sama dengan hari ini itu lebih buruk. Karena itu baginya Malut tidak baik baik saja. “Pertanyaanya bisa tidak Malut sejahtera dengan sumberdaya alamnya tanpa merusak lingkungan,” katanya.
Adita Agoes peserta diskusi yang selama ini bergerak untuk pariwisata bawah laut, menyoroti apa yang dibahas dalam diskusi tersebut. Dia bilang tergelitik seperti yang disampaikan Pak Kadis Lingkungan hidup menyangkut perizinan yang dikeluarkan untuk tambang seperti daerah tidak memiliki kekuatan apa apa. “Saya sering bilang ke kawan kawan termasuk kawan kawan di PakaTiva bahwa kita butuh alam. Alam tidak butuh kita. Kita mau membangun atau tidak membangun alam tetap begitu. Jadi kita yang butuh alam. Karena itu perlu kita perlakukan alam dengan baik. Saya sepakat dengan pak Zulham sudah saatnya kita focus pada lingkungan kita,”katanya.
Dia bilang kalau pembangunan yang focus lingkungan maka semua ujungnya ada di dokumen Amdal. “Jadi focus pembangunannya apa mau ekonomi, social atau lingkungan,” katanya . China misalnya pendapatan terbesarnya di tambang tetapi apakah di negaranya ada tambang. Ternyata tambangnya di Indonesia. Atau ini strategi untuk habiskan dulu di luar negara mereka. Jadi yang punya mereka aman dan tetap sustain. Berbeda dengan di Indonesia, habiskan dulu yang kita punya nanti dipikirkan perbaikannya. Adit yang focus wisata bahari berharap laut tetap terjaga sehingga jualannya semakin banyak dan bagus. “Sederhanaya kalau dirusak ya jualan kita akan habis,” imbuhnya.
Baginya kualitas air laut sudah jadi perhatian dan masuk dalam parameter pengukuran lingkungan itu sudah bagus. Kedua dari sisi strategi, orientasinya green ekonomi. Kalau bicara sustaine apa yang mesti diperhatikan. Dari sisi lingkungan masalah sustain ini yang harus dikejar.
Begitu juga Nurdewa Safar dari LSM Daurmala sebuah NGO yang selama ini bergerak untuk pendampingan perempuan dan anak, memberi sorotan serius terhadap aktivitas industry tambang di Malut dan dampaknya terhadap perempuan dan anak. Terutama perempuan dan anak di daerah lingar tambang. Dia bilang setelah dilakukan advokasi ke lapangan terhadap kasus kekerasan sesksual di daerah lingkar tambang PT IWIP menemukan banyak masalah. Kekerasan seksual misalnya hingga menyebabkan kematian seorang perempuan di sana. Dewa mengaku sangat prihatin dengan kondisi yang terjadi di daerah lingkar tambang. “Saya sangat prihatin dengan kondisi lingkar tambang. Terutama masalah perempuan dan anak. Dalam aspek kesehatan debu tambang tiap hari dihirup warga terutama ibu dan anak. Hal ini sangat berbahaya. Belum lagi ada 15 ribu tenaga kerja yang masuk di sana menimbulkan persoalan yang pelik yang sangat dirasakan oleh kelompok rentan terutama perempuan dan anak anak. Banyaknya tenaga kerja otomotis ½ tenaga kerja sudah menjadi warga Haalteng karena sudah ber-KTP di sana ini. Pemda perlu membuka mata karena harus memikirkan dampaknya. Pasalnya mereka ada juga datang membawa istri dan anak ini membuat penduduk bertambah dan menyebabkan banyak masalah social. Sementara infrastruktur di sana juga tidak mendukung menyabebakan kondisi kesehatan juga tidak tertangani denga baik. “Kalau kemarau debu luar dihirup oleh warga yang dampaknya kepada ibu dan anak. Sementara dimusim hujan banjir luar biasa. Ini juga berdampak. Hal ini perlu diperhatikan pemerintah. Belum lagi soal kekerasan seksual. Bagamana menjadikan anak anak sahet jika gizinya tidak terpenuhi.
“Saya lakukan advokasi 3 hari di desa desa dekat PT IWIP tidak pernah makan ikan. Di kampung kampung sekitarnya dekat laut tapi ikan disuplai dari daerah lain. Ada apa dengan Halteng. Kondisi ini berdampak langsung kepada anak dan perempuan. Jika perempuan tidak mengkonsumsi ikan maka berpengaruh pada gizi yang juga menyebabkan stunting pada anak anak mereka. “Saya mau bilang pemerintah jangan hanya mau memikirkan soal ekonomi semata sementara aspek lain lingkungan terabaikan,”cecarnya. (bersambung)
CEO Kabar Pulau