Wilayah Provinsi Maluku Utara saat ini jadi incaran industry ekstraktif tambang. Ada banyak perusahaan yang memiliki izin dan beroperasi di Maluku Utara, baik dalam bentuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun kontrak karya (KK). Sampai saat ini perusahaan tambang yang telah beroperasi di Maluku Utara berjumlah 16 perusahaan termasuk tiga kontrak karya. Yakni NHM di Malifut- Kao Halmahera Utara, PT WBN–IWIP di Weda Halmahera Tengah dan Aneka Tambang di Maba Halmahera Timur. Selain tiga izin KK tersebut, ada puluhan IUP telah beroperasi di Maluku Utara.
Banyaknya IUP yang telah beroperasi itu, mestinya semua pihak (public, red) berkewajiban melakukan pengawasan. Salah satu lembaga yang memiliki kompetensi memantau dan menjaga agar tidak terjadi kerusakan ekologi akibat eksploitasi itu adalah kampus.
Fungsinya di bidang penelitian kampus mestinya berada di garda paling depan menjaga agar lingkungan tidak hancur dan perusahaan tidak mengambil sumberdaya alam yang merugikan negara.
Permintaan ini disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat mengisi kuliah umum di Kampus Universitas Khairun Ternate Senin Rabu (11/11/2021) lalu. Saat memaparkan materi peran perguruan tinggi dalam pemberantasan korupsi, dia turut mempertegas peran kampus, salah satunya di bidang korupsi sumber daya alam yang mestinya mendapat perhatian penuh. Kampus katanya, mesti melakukan riset jika ada aktivitas pertambangan yang menyimpag dan menyebabkan kerusakan ekologi. Dia menekankan, peran kampus di situ yakni melakukan riset atas berbagai persoalan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas tambang. “Kampus memiliki kewajiban melakukan kajian dan penelitian. Punya fakultas atau jurusan lingkungan bisa melakukan kajian terkait banyaknya perusahaan tambang nikel di Maluku Utara saat ini,” kata Wakil Ketua KPK. Kuliah umum yang dihadiri Gubernur Maluku Utara KH Abdul Gani Kasuba dan dimoderatori oleh Rektor Unkhair Dr Ridha Adjam itu, wakil ketua KPK berharap dengan hasil riset yang dilakukan selanjutnya kampus memberikan masukan ke pemerintah agar ditegur dan diberikan sanksi kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran atau aktivitas pertambangan yang merusak. Dia bilang jika mengandalkan pemerintah daerah yang melakukan pengawasan akan tetap sama.
Secara nasional saja menurut Aleksander sampai saat ini kasus kejahatan lingkungan belum banyak dibawa ke meja hijau atau pengadilan dan diproses hukum. “Hal ini katanya diakui sendiri oleh Kementerian ESDM yang memiliki tugas pokok tersebut,” cecarnya.
Wakil Ketua KPK dalam kuliah umum itu mengungkap terjadinya mafia tambang terutama dalam hal eksport bahan mentah yang dimainkan namun sulit sekali terpantau. Dicontohkan, tenggelamnya sebuah kapal pengangkut ore nikel yang hingga kini belum ditemukan di sekitar laut Halmahera Selatan beberapa waktu lalu adalah contoh pengangkutan bahan mentah mineral yang berasal dari Maluku Utara yang perlu dipantau. Dia menyebutkan ada banayak perusahaan yang tidak membangun smelter dan membawa material mineral mentah itu ke China. Atau pun jika ada yang mau bekerjasama dengan perusahaan yang membangun smelter tetapi akhirnya membawa material mineral itu ke luar negeri. Mereka memaksakan untuk mendapatkan izin eksport. Nah hal- hal ini yang mestinya dikawal bersama.
Usai mengisi kuliah umum Aleksander Marwata menegaskan kewjiban mengawal perusahaan tambang ini semata mata bukan hanya kampus tetapi juga seluruh elemen masuyarakat. Dia bilang lagi yang gencar dlakukan saat ini dengan banyak turun ke daerah daerah yang memiliki banyak cadangan tambang dan industry tambang seperti Maluku Utara itu adalah bagian dari upaya mencegah korupsi sumberdaya alam. “Kewajiban untuk menjaga dan mencegah terjadinya korupsi di bidang tambang itu tidak semata mata kampus tetapi juga elemen lainnya di daerah ini,” tambahnya.
Pekan lalu saat datang ke Maluku Utara KPK melakukan koordinasi dengan ESDM dan berbagai unsur seperti pajak, bea cukai dan Dinas Pendapatan Daerah menyangkut penambangan karena, masalah ini menjadi focus KPK dalam urusan pemberantasan korupsi yang dikenal dengan Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam (GPNSDA).
“Fokusnya ke Maluku Utara karena memiliki banyak pertambangan nikel. Ini menjadi perhatian KPK. Misalnya pembangunan smelter di Halmahera Timur oleh PT Antam yang belum selesai selesai hingga saat ini,”katanya. Apakah ada kaitannya dengan ekspor mineral
Dia bilang lagi, tidak hanya kampus tetapi semua masyarakat diajak ikut mengawal adanya aktivitas tambang di daerah ini. Hal ini jika tidak diperhatikan maka ke depan masalah lingkungan semakin parah. Masalah lingkungan ini harus mendapat perhatian seris karena ini juga menjadi perhatian internasional terutama isu perubahan iklim. Karena jika lingkungan rusak dan suhu bumi naik sampai 2 derajat yang akan mengancam generasi yang akan datang. Apalagi soal kondisi lingkunagn dan perubahan iklim menjadi perhatian PBB. Krena itu isu lingkungan itu harus menjdi perhatian semua pihak. Terutama dalam proses kegiatan yakni perencanan dan pelaksanaannya.
Permintaan KPK soal peran kampus yang lebih besar dalam menjaga dan melindungi lingkungan di Maluku Utara terutama soal tambang mendapat kritik dari beberapa elemen yang selama ini concern menyuarakan persoalan lingkungan, ketimpangan ruang dan masyarakat adat. Direktur Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malut Munadi Kilkoda mengaku sejujurnya belum melihat ada peran kampus yang signifikan terutama suara kampus ketika melihat problem tambang. Baik dari aspek lingkungan hidup ketimpangan ruang serta konflik warga dengan korporasi. “Peran kampus lebih pada penyiapan dokumen AMDAL yang kita tahu ternyata selama ini banyak yang dilanggar tidak dilaksanakan dengan baik. Peran lain yang kita lihat kerjasama dengan perusahaan tambang,” katanya. Problem rill yang dihadapi masyarakat terdampak justru tidak dibicarakan. “Saya ambil contoh, apakah pernah ada riset kampus terhadap krisis Lingkungan Hidup atau kemiskinan yang dihadapi masyarakat terdampak. Saya tidak pernah mendapat itu,”cecarnya. Kampus juga katanya diharapkan fokus bicara korupsi di sektor sumbedaya alam. “Kita ini kaya, tapi kekayaan dari SDA itu tidak dinikmati sepenuhnya oleh rakyat. Itu terjadi karena memang praktek korupsi di sektor ini sangat tinggi, turutama proses perizinan. Ada izin tambang yang dikeluarkan gubernur di atas hutan lindung. “Praktek semacam ini cukup banyak di Maluku Utara. Sayangnya kita tidak fokus kesana, termasuk kampus,” tutupnya. (*)
CEO Kabar Pulau