Breaking News
light_mode
Beranda » Kabar Kampung » Lebah Raksasa Kembali Ditemukan di TNAL Resort Tayawi

Lebah Raksasa Kembali Ditemukan di TNAL Resort Tayawi

  • account_circle
  • calendar_month Rab, 21 Okt 2020
  • visibility 309

Lebah raksasa (Megachile Pluto) kembali ditemukan di hutan Halmahera. Penemuan ini tepatnya di dalam kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) Resort Tayawi Kota Tidore Kepulauan Jumat  (16/10)  lalu.

Sebelumnya, setelah dianggap punah jenis ini  ditemukan kembali pada  Januari 2019 oleh peneliti dari Amerika dan Australia, bersama  fotografer satwa liar didampingi warga di hutan Halmahera Timur. Lebah ini terakhir dilihat pada 1981.  Penelusuran empat peneliti ke lokasi hidup lebah  waktu itu, berdasarkan data dalam jurnal yang pernah ditulis peneliti sebelumnya Adam Meser pada 1981. Dari penelusuran itu mereka  menemukan kembali lebah raksasa  yang pertama kali diidentifikasi Alfred Russel Wallacea itu.

Sementara penemuan pekan lalu, oleh seorang warga Tobelo Dalam yang saat ini  bersama keluarganya bermukim di hutan  kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) Resort Tayawi.

Pria  yang biasa disapa  Antonius “Tayawi” Jumati itu  secara tidak sengaja menemukan sarang lebah ini tak jauh dari Resort Tayawi.  

Dihubungi kabarpulau.co.id/ via hand phone Selasa (20/10), Antonius menceritakan bahwa serangga ini dia temukan saat  menuju  kawasan hutan  Tayawi untuk mencari getah damar.  “Saya berjalan menyusuri kawasan hutan Tayawi belum terlalu jauh, baru sekira 1,5 kilometer. Saya lihat ada sarang lebah besar yang tergantung di pohon,” ceritanya.  

Lebah raksasa yang keluar dari sarangnya foto Clay Bot

Antonius mengaku,  tertarik ketika  melihat sarang lebah ini karena sebelumnya ada petugas dari TNAL yang  juga  menemukan lebah sejenis  dalam kawasan taman nasional  dan mengabadikan  dalam bentuk foto.  Foto itu juga diperlihatkan kepadanya. Ini  menjadi dasar ketika menemukan sarang lebah itu, dia berinisiatif melihat lebih dekat untuk memastikan,  apakah lebah raksasa atau bukan.

“Setelah saya liat sarangnya saya tunggu lama untuk pastikan apakah lebah raksasa atau bukan. Sekira 30 menit, muncul satu ekor lebah.  Kemudian muncul lagi pasangannya,” ceritanya. 

Serangga langka yang menjadi incaran para  ahli  biologi  dunia itu, saat ditemukan sarangnya berada di atas pohon yang tingginya sekira tiga meter.   Dia  bilang  seperti sarang rayap  terletak tak jauh di atas pohon. Dia lalu melihat dari dekat sarang itu. Ternyata benda itu mirip dengan foto yang pernah ditunjukan Sukardi salah satu staf teknis di resort Tayawi.

“Saya duduk diam, lalu memperhatikan sarang lebah tersebut. Tak lama kemudian, seekor lebah besar berwarna hitam keluar dari lubang. Saya terkejut melihat  lebah  ini, mirip  foto  staf TNAL itu. Akhirnya saya  ambil hp (hand phone,red) dan berusaha mengabadikan beberapa foto yang berjarak kurang lebih dua meter dari sarang,”  cerita  Anton.  

Sofyan Ansar dari Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata yang juga salah satu petugas polisi   kehutanan di resort  mendampingi Om Anton saat dihubungi dari Ternate mengungkapkan,  Temuan “Megaachile pluto” di kawasan Taman Nasional Aketajawe Lolobata di Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara  ini  membuktikan, bahwa di dalam kawasan konservasi ini  banyak menyimpan keanekaragaman hayati jenis flora dan fauna endemik Maluku Utara. Salah satunya  spesies serangga yang paling langka dan banyak dicari  peneliti di dunia ini.

Untuk itu,  tidak bisa ditawar-tawar dan hukumnya wajib  tetap menjaga dan melestarikan kawasan Taman Nasional Aketajawe Lolobata sebagai jantung dan benteng terahir Pulau Halmahera. Dia bilang di kawasan TNAL sendiri sudah ada dua lokasi  ditemukannya lebah raksasa ini.

“Kita sudah mengidentifikasi ada dua tempat  ditemukanya  lebah  raksasa ini. Karena setelah temuan  empat ilmuan 2019 lalu,  ada staf TNAL juga menemukan satu lokasi sebagai tempat hidup serangga ini. Ke depan  dua titik ini segera dibatasi pengunjung dan dilindungi.   Penemuan ini juga bertepatan dengan momentum hari jadi Taman Nasional Aketajawe Lolobata ke 16  19 Oktober 2020.  Ini  menjadi kabar gembira bagi kami karena   kembali menemukan sarang lebah raksasa Wallace  “Megaachile pluto” di Resort Tayawi, Kota Tidore Kepulauan,” ujarnya.

Karena itu sebagai petugas di lapangan dia   berharap, temuan kembali  ini menjadi informasi  penting kepada para peneliti maupun   ahli ekologi untuk bisa mengembangkan penelitiannya soal  lebah terbesar ini di TNAL dan hutan Halmahera. Terutama bagaimana  kehidupan  serangga ini.

Sekadar diketahui, referensi yang dikumpulkan  kabarpulau.co.id/ dari berbagai sumber    menyebutkan, temuan empat peneliti sebelumnya sempat menghebohkan  jagat ilmu pengetahuan dunia. Mereka mendeskripsikan bahwa spesies lebah ini soliter  dengan membentuk sarang komunal di dalam sarang rayap, menggunakan rahangnya untuk mengumpulkan dan memberikan resin pohon ke dinding bagian dalam sarangnya.  Megachile Pluto memiliki ciri morfologi, betina dengan panjang 3,8 centimeter, bentang sayap 6,35 centimeter, dan digolongkan dalam lebah terbesar di dunia. 

Perbaidngan lebah madu dan lebah raksasa dari hutan Halmahera foto AFP

Spesies itu ditemukan pertama kali oleh naturalis Inggris Alfred Russel Wallace pada 1859, kemudian dia berikan kepada kawannya seorang ahli serangga Frederick Smith. Oleh Smith serangga itu dinyatakan spesies baru dan diberi nama Megachile Pluto pada 1860 dan di umumkan setahun kemudian. Setelah dideskripsi dan diberi nama, lebah yang juga disebut Wallace’s Giant Bee itu tidak pernah dijumpai lagi.

Lebah ini masuk daftar pencarian spesies yang hilang di Dunia oleh Global Wildlife Conservation (GWC). Pernah dijual dengan harga cukup mahal. Salah satu koleksi spesimen lebah betina yang berasal dari Pulau Bacan  dijual pada Februari 2018 dengan harga 127 juta. Pada 24 Maret 2018 ditawarkan kembali dengan harga US$ 39 ribu setara Rp 546 juta melalui penawaran  online yang sama,” ujar ahli entomologist LIPI Rosichon Ubaidillah seperti ditulis  Tempo, Selasa, 26 Februari 2019 lalu. Lebah raksasa ini adalah endemik di lokasi yang sangat sempit yaitu di Maluku utara yaitu di Pulau Bacan, Halmahera dan Tidore menurut Messer pada 1984. Lebah ini juga rentan kepunahan, serta perburuan yang akan terus meningkat . (*)

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Kawasan Khusus Sofifi di Atas DAS Kritis

    • calendar_month Sel, 15 Jun 2021
    • account_circle
    • visibility 342
    • 0Komentar

    Rawan Banjir dan Berada di Daerah Pusat Gempa Ibu kota Provinsi Maluku Utara yang berada di Kota  Sofifi  Pulau Halmahera ternyata dibangun di atas Daerah Aliran  Sungai (DAS) yang kondisinya kritis. Karena itulah  DAS ini masuk dalam pemulihan. Ibukota Provinsi yang telah ditetapkan melalui Undang undang Pemekaran provinsi Maluku Utara no 46 Tahun 1999  itu, […]

  • Kisah “Kampung Tua” Tifure di Pulau Batang Dua

    • calendar_month Kam, 17 Jun 2021
    • account_circle
    • visibility 389
    • 1Komentar

    Tifure (Kiri) Pulau Gurida (Kanan) Dulu warga yang berkebun di pulau Gurida dijangkau dengan jalan kaki. Kini seiring waktu karena naiknya permukaan air laut untuk menuju pulau Gurida harus menggunakan perahu. foto koleksi pribadi Asgar Saleh

  • Sektor Perikanan di Malut Dianaktirikan?

    • calendar_month Rab, 19 Jul 2023
    • account_circle
    • visibility 195
    • 2Komentar

    Nelayan kecil Pulau Obi yang menangkap tuna. Foto MDPI

  • Mulai Dirintis Pembentukan Jejaring Kawasan Konservasi Perairan

    • calendar_month Sab, 17 Jun 2017
    • account_circle
    • visibility 146
    • 0Komentar

    Hingga Desember 2018  sudah diresmikan 177 Kawasan Konservasi Perairan. Dari jumlah itu , 35 KKP yang menjadi prioritas sudah dimasukkan ke Bappenas. Hal ini terungkap  dalam Lokakarya Petunjuk Teknis Jejaring Kawasan Konservasi Perairan Rabu (13/6) lalu di Jakarta. Lokakarya ini oleh  pemerintah Indonesia (Kementerian Kelautan dan Perikanan), Kementerian Lembaga Terkait, USAID Indonesia dan USAID SEA […]

  • Jalan Pendek

    • calendar_month Sen, 1 Mei 2023
    • account_circle
    • visibility 281
    • 1Komentar

    Sketsa Kehidupan di Pulau Hiri Siang itu saya dan dua kawan jalan-jalan ke Pulau Hiri. Pulau kecil yang letaknya dekat dengan pulau Ternate. Hanya 20 menit menyeberangi pulau itu menggunakan perahu motor. Pulau Hiri masih terjaga, tradisi dan budayanya. Meskipun struktur geografis di pulau tersebut tidak jauh beda dengan pulau-pulau lain di Maluku Utara, namun […]

  • Morotai Dijadikan Rute Pelayaran Nasional

    • calendar_month Jum, 19 Agu 2016
    • account_circle
    • visibility 195
    • 0Komentar

    DARUBA— Direktur SDM dan Umum PT. Pelayaran Nasional Indonesia Detep Purwa Saputera  baru-baru ini berkunjung ke Daruba Kabupaten Pulau Morotai. Kedatangan mereka disambut Pemkab Pulau Morotai  pihak Lanal Morotai dan Dishub Pulau Morotai  di ruang Kadis Pariwisata dan Kebudayaan. Kedatangan mereka dalam rangka survei ekspedisi Pelayaran Nasional Indonesia ke Morotai, karena Morotai akan dijadikan sebagai rute […]

expand_less