Lebah raksasa (Megachile Pluto) kembali ditemukan di hutan Halmahera. Penemuan ini tepatnya di dalam kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) Resort Tayawi Kota Tidore Kepulauan Jumat (16/10) lalu.
Sebelumnya, setelah dianggap punah jenis ini ditemukan kembali pada Januari 2019 oleh peneliti dari Amerika dan Australia, bersama fotografer satwa liar didampingi warga di hutan Halmahera Timur. Lebah ini terakhir dilihat pada 1981. Penelusuran empat peneliti ke lokasi hidup lebah waktu itu, berdasarkan data dalam jurnal yang pernah ditulis peneliti sebelumnya Adam Meser pada 1981. Dari penelusuran itu mereka menemukan kembali lebah raksasa yang pertama kali diidentifikasi Alfred Russel Wallacea itu.
Sementara penemuan pekan lalu, oleh seorang warga Tobelo Dalam yang saat ini bersama keluarganya bermukim di hutan kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata (TNAL) Resort Tayawi.
Pria yang biasa disapa Antonius “Tayawi” Jumati itu secara tidak sengaja menemukan sarang lebah ini tak jauh dari Resort Tayawi.
Dihubungi Kabarpulau.co.id via hand phone Selasa (20/10), Antonius menceritakan bahwa serangga ini dia temukan saat menuju kawasan hutan Tayawi untuk mencari getah damar. “Saya berjalan menyusuri kawasan hutan Tayawi belum terlalu jauh, baru sekira 1,5 kilometer. Saya lihat ada sarang lebah besar yang tergantung di pohon,” ceritanya.
Antonius mengaku, tertarik ketika melihat sarang lebah ini karena sebelumnya ada petugas dari TNAL yang juga menemukan lebah sejenis dalam kawasan taman nasional dan mengabadikan dalam bentuk foto. Foto itu juga diperlihatkan kepadanya. Ini menjadi dasar ketika menemukan sarang lebah itu, dia berinisiatif melihat lebih dekat untuk memastikan, apakah lebah raksasa atau bukan.
“Setelah saya liat sarangnya saya tunggu lama untuk pastikan apakah lebah raksasa atau bukan. Sekira 30 menit, muncul satu ekor lebah. Kemudian muncul lagi pasangannya,” ceritanya.
Serangga langka yang menjadi incaran para ahli biologi dunia itu, saat ditemukan sarangnya berada di atas pohon yang tingginya sekira tiga meter. Dia bilang seperti sarang rayap terletak tak jauh di atas pohon. Dia lalu melihat dari dekat sarang itu. Ternyata benda itu mirip dengan foto yang pernah ditunjukan Sukardi salah satu staf teknis di resort Tayawi.
“Saya duduk diam, lalu memperhatikan sarang lebah tersebut. Tak lama kemudian, seekor lebah besar berwarna hitam keluar dari lubang. Saya terkejut melihat lebah ini, mirip foto staf TNAL itu. Akhirnya saya ambil hp (hand phone,red) dan berusaha mengabadikan beberapa foto yang berjarak kurang lebih dua meter dari sarang,” cerita Anton.
Sofyan Ansar dari Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata yang juga salah satu petugas polisi kehutanan di resort mendampingi Om Anton saat dihubungi dari Ternate mengungkapkan, Temuan “Megaachile pluto” di kawasan Taman Nasional Aketajawe Lolobata di Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara ini membuktikan, bahwa di dalam kawasan konservasi ini banyak menyimpan keanekaragaman hayati jenis flora dan fauna endemik Maluku Utara. Salah satunya spesies serangga yang paling langka dan banyak dicari peneliti di dunia ini.
Untuk itu, tidak bisa ditawar-tawar dan hukumnya wajib tetap menjaga dan melestarikan kawasan Taman Nasional Aketajawe Lolobata sebagai jantung dan benteng terahir Pulau Halmahera. Dia bilang di kawasan TNAL sendiri sudah ada dua lokasi ditemukannya lebah raksasa ini.
“Kita sudah mengidentifikasi ada dua tempat ditemukanya lebah raksasa ini. Karena setelah temuan empat ilmuan 2019 lalu, ada staf TNAL juga menemukan satu lokasi sebagai tempat hidup serangga ini. Ke depan dua titik ini segera dibatasi pengunjung dan dilindungi. Penemuan ini juga bertepatan dengan momentum hari jadi Taman Nasional Aketajawe Lolobata ke 16 19 Oktober 2020. Ini menjadi kabar gembira bagi kami karena kembali menemukan sarang lebah raksasa Wallace “Megaachile pluto” di Resort Tayawi, Kota Tidore Kepulauan,” ujarnya.
Karena itu sebagai petugas di lapangan dia berharap, temuan kembali ini menjadi informasi penting kepada para peneliti maupun ahli ekologi untuk bisa mengembangkan penelitiannya soal lebah terbesar ini di TNAL dan hutan Halmahera. Terutama bagaimana kehidupan serangga ini.
Sekadar diketahui, referensi yang dikumpulkan Kabarpulau.co.id dari berbagai sumber menyebutkan, temuan empat peneliti sebelumnya sempat menghebohkan jagat ilmu pengetahuan dunia. Mereka mendeskripsikan bahwa spesies lebah ini soliter dengan membentuk sarang komunal di dalam sarang rayap, menggunakan rahangnya untuk mengumpulkan dan memberikan resin pohon ke dinding bagian dalam sarangnya. Megachile Pluto memiliki ciri morfologi, betina dengan panjang 3,8 centimeter, bentang sayap 6,35 centimeter, dan digolongkan dalam lebah terbesar di dunia.
Spesies itu ditemukan pertama kali oleh naturalis Inggris Alfred Russel Wallace pada 1859, kemudian dia berikan kepada kawannya seorang ahli serangga Frederick Smith. Oleh Smith serangga itu dinyatakan spesies baru dan diberi nama Megachile Pluto pada 1860 dan di umumkan setahun kemudian. Setelah dideskripsi dan diberi nama, lebah yang juga disebut Wallace’s Giant Bee itu tidak pernah dijumpai lagi.
Lebah ini masuk daftar pencarian spesies yang hilang di Dunia oleh Global Wildlife Conservation (GWC). Pernah dijual dengan harga cukup mahal. Salah satu koleksi spesimen lebah betina yang berasal dari Pulau Bacan dijual pada Februari 2018 dengan harga 127 juta. Pada 24 Maret 2018 ditawarkan kembali dengan harga US$ 39 ribu setara Rp 546 juta melalui penawaran online yang sama,” ujar ahli entomologist LIPI Rosichon Ubaidillah seperti ditulis Tempo, Selasa, 26 Februari 2019 lalu. Lebah raksasa ini adalah endemik di lokasi yang sangat sempit yaitu di Maluku utara yaitu di Pulau Bacan, Halmahera dan Tidore menurut Messer pada 1984. Lebah ini juga rentan kepunahan, serta perburuan yang akan terus meningkat . (*)
CEO Kabar Pulau