Wilayah Provinsi Maluku Utara yang terdiri dari 805 tersebar dan memanjang dari ujung Utara di Morotai hingga ke ujung Selatan pulau Obi di Halmahera Selatan memiliki kekayaan keanekaragaman hayati luar biasa. Baik darat dan di laut kekayaan keanekaragaman hayati tersebut sangat butuh pengawasan dan kontrol perlindungannya. Pasalnya, keanekaragaman hayati itu tidak didukung dengan infrastruktur pengawasan yang mumpuni. Lembaga yang mengurusnya seperti Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) saja tidak berada di Maluku Utara. BKSDA saat ini masih di bawah Provinsi Maluku yang wilayahnya begitu luas.
Dasar inilah kemudian DPRD Provinsi Maluku Utara mengeluarkan rekomendasi dan meminta Gubernur Maluku Utara menyampaikan ke Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK). Rekomendasi dan permintaan itu sudah dilakukan sejak 2019 dan kembali diajukan pada 2020 lalu. Sayangnya, hingga kini permintaan agar Malut punya BKSDA belum ada tanggapan dari KLHK.
Ketua Komisi II DPRD Maluku Utara, Ishak Naser bilang, upaya mendorong agar BKSDA ada di Maluku Utara karena kekayaan sumberdaya hayati yang banyak diburu dan diperjualbelikan. Sementara pengawasan juga tidak maksimal. “Tujuan kita mendorong BKSDA di Maluku Utara itu karena berpikir soal perlindungan terutama sumber keanakeragaman hayati yang kita miliki. Tidak hanya itu habitat di mana hewan hewan endemic berada juga harus dilindungi. Maka badan ini harus ada,”katanya.
Persoalan saat ini katanya adalah pengawasan yang lemah karena lembaga atau badan ini berada satu dengan Maluku. Akhirnya keterbatasan personil dan anggaran membuat pengawasan menjadi lemah.
“Kita sebenarnya berusaha mengawal usulan ini ke Jakarta hanya saja karena bertepatan dengan pandemic Covid 19 sudah hamper dua tahun ini membuat rencana menindaklanjutinya juga terhambat. Sudah diagendakan kembali dalam waktu dekat berkoordinasi lagi dengan KLHK untuk memastikan tindaklanjut usulan ini,” jelas Ishak.
Usulan ini juga mendapat respon dari Kementerian LHK. Dirjen Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Ir Wiratno mengaku setuju karena luasnya wilayah dan terbatasnya sumberdaya manusia yang ada untuk melakukan control atau pengawasan. “Sangat penting ada BKSDA di Maluku Utara. Selama ini masih satu dengan Maluku jadi memang sangat kesulitan terutama tugas dan fungsi pengawasan. Karena itu terkait usulan yang sudah disampaikan dia mengaku segera akan menanyakan kepada Menteri KLHK. Dia bilang, memang untuk pembentukan badan atau lembaga baru ada di Kenterian PAN RB. “Saya akan menanyakan lagi ke Ibu Menteri karena dokumen ini juga belum sampai ke saya. Saya akan cek usulan BKSDA Maluku Utara ini,” jelas Wiratno. Dijelaskan urusan ini ada di PAN RB maka harus dipastikan prosesnya sampai di mana.
Permintaan segera ada BKSDA ini diakui Kepala Seksi BKSDA yang membawahi Maluku Utara Abas Hurasan. Dia bilang, hal ini sangat realistis dengan kondisi yang dihadapi. Pasalnya, kesulitan dalam tugas karena kondisi wilayah yang luas sementara personil dan pembiayaan sangat minim. Ini akibat dari seksi di Maluku Utara masih berada di bawah Balai KSDA Maluku. “Kami berterimakasih mereka (DPRD) mau membantu ikut memperjuangkan Seksi jadi Balai. Tentu ikut bersykur,” katanya.
Dia mengaku di Malut ada 6 kawasan konservasi belum lagi hutan dan pulau-pulau yang belum terjamah. Sumberdaya genetic baik hewan maupun tumbuhan cukup tinggi. Di sisi yang lain upaya-upaya pencurian terhadap sumber genetik di juga terbilang tinggi. Karena itu menurut dia, upaya ini patut diberi apreseasi. Usulan agar Seksi KSDA segera ditingkatkan statusnya menjadi Balai ini mengemuka dalam berbagai forum diskusi dan pertemuan berhubungan dengan perlindungan dan konservasi sumberdaya alam. Dalam pertemuan dan koordinasi stakeholder dengan BKSDA di Ternate beberapa waktu lalu juga mengemuka soal ini dan dibuat dalam sebuah nota kesepakatan yang minta segera disampaikan ke Kementerian KLHK. (*)
CEO Kabar Pulau