Butuh Kolaborasi Multi Pihak Selamatkan Mangrove
Berdasakan data terbaru one map mangrove yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Maluku Utara memiliki hutan mangrove mencapai 41.228,7 hektar. Dari luasan itu, kondisinya semakin hari semakin terdesak. Baik oleh pemukiman, industri ekstraktif, perkebunan, tambak bahkan perluasan kota. Mangrove juga menjadi sumber bahan bakar sebagian masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove. Kondisi ini menambah laju kerusakan terhadap keberadaan hutan eksosistem pesisir ini. Meskipun belum ada riset mendalam mengenai total luasan hutan mangrove yang rusak namun fakta menunjukan hamper semua wilayah di Malut mangrove-nya terdesak.
Radios Simanjuntak, Ketua Program Studi Kehutanan, Universitas Halmahera, bilang, seharusnya ada aturan larangan alih fungsi mangrove, sebagaimana di ekosistem gambut. Bagi dia, dua ekosistem ini memiliki peranan penting dalam mitigasi perubahan iklim, terutama kemampuan menyerap karbon yang tersimpan dalam tanah jauh lebih tinggi dari hutan mineral.
Mangrove Indonesia, katanya, menyimpan sepertiga cadangan karbon dunia. “Hutan mangrove juga menyerap 20 kali lebih besar CO2 dari hutan tropis daratan,” katanya mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Bagi saya hutan mangrove dengan status hutan lindung maupun bukan, memiliki fungsi ekologis sama.”
Dia menyarankan, pemerintah daerah mengambil langkah cepat agar hutan mangrove masuk zona perlindungan dalam tata ruang wilayah daerah. Kalau memungkinkan, agar seluruh hutan mangrove dengan status APL ada aturan perlindungan.
Radios juga usul Dinas Lingkungan Hidup dan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) di tiap kabupaten dan kota bersinergi dengan para pihak, baik akademisi, pegiat lingkungan, maupun pemerintah desa dalam mengupayakan kelola mangrove berkelanjutan bagi masyarakat.
Virni Budi Arihanti, peneliti Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), mengatakan Dia mengatakan, tekanan terhadap ekosistem mangrove sangat tinggi. Konversi lahan mangrove terjadi di mana mana mulai jadi tambak, infrastruktur, reklamasi pantai, bahkan terkena sampah laut. Dari semua ancaman itu, konversi mangrove jadi tambak menduduki posisi tertinggi. Laju kerusakan hutan mangrove di Indonesia, setiap tahun sekitar 52.000 hektar.Laju deforestasi, katanya, tidak diikuti rehabilitasi. Dia mengusulkan pertama, konservasi mangrove tersisa. “KLHK punya program pengelolaan KEE juga KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan-red) punya program. Bisa mengarusutamakan konservasi mangrove oleh dua kementerian.”
Kedua, perlu ada larangan buka hutan mangrove. “Pemerintah perlu mengeluarkan perturan mengenai moratorium konversi mangrove. Apakah itu konversi jadi tambak atau sawit dan lain-lain.”
Pembentukan TIM KKMD
Di balik tingginya tekanan terhadap mangrove ada kabar gembira dari upaya pemerintah menggerakan semua kelompok berkolaborasi menyelamatkan mangrove. Pemerintah melalui KLHK saat ini mendorong pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Mangrove Daerah (KKMD). Pokja yang berisi multi pihak ini nanti bekerja bersama. Kelembagaan ini juga dibentuk di daerah baik kabupaten dan provinsi, untuk pengelolaan mangrove lestari yang menyinergikan langkah para pemangku kepentingan.
Arbain Mahmud Koordinator Fungsional Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Akemalamo yang juga sebagai wali data potensi mangrove Maluku Utara menjelaskan, mereka bertugas mengkoordinasikan pembentukan tim KKMD Maluku Utara. Tim ini sudah diusulkan dibentuk tinggal diusulkan ke Gubernur Malut untuk segera di SK kan. “Draft pembentukan tim saya sudah kirim ke Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara. Mereka yang nanti mengusulkan ke gubernur untuk pengesahan tim KKMD,” jelas Arbain.
Di dalam tim ini berisi instansi pemerintah pusat dan daerah, akademisi, media, LSM yang concern terhadap lingkungan, pegiat hingga komunitas yang menggerakan perlindungan mangrove di lapangan. Tim ini nanti merumuskn pola pengelolaan mangrove di Maluku Utara.
Dijelaskan, di Maluku Utara sendiri ada 2400 hektar akan diperbaiki. Sesuai data potensi yang jadi patokan adalah mangrove yang jarang dan sangat jarang. Sesuai peta indikasi mangrove yang jarang dan sangat jarang itu ada 2400 hektar. Dari luasan ini ada beberapa kegiatan akan dilakukan yakni rehabilitasi hutan dan lahan mangrove, Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan padat karya penanaman mangrove. “Di Maluku Utara ada beberapa kegiatan ini,” katanya. (*)
CEO Kabar Pulau