Home / Kabar Kota Pulau / Lingkungan Hidup

Senin, 15 November 2021 - 09:34 WIT

Mangrove Mangga Dua Ternate Nasibmu Kini

Direklamasi, Burung Lenyap, Rumah Warga Tenggelam

Setiap pagi dan petang burung sueko putih atau kuntul besar (ardea alba) great Egret, hinggap di atas pohon mangrove Mangga Dua Kota Ternate Selatan. Burung ini juga mencari makan di kiri kanan hutan mangrove tersebut. Setelah disisakan sedikit  mangrove    akibat dibangunnya berbagai fasilitas pembangunan, masih ada satu dua ekor burung sueko datang  mencari makan.

Kini,  hutan mangrove tersisa itu  dibabat dan ditimbun lagi.Akhirnya burung sueko   tidak  hinggap lagi  atau mencari makan di kawasan  ini. Burung burung itu kini tergusur dan berpindah entah ke mana.  

Akibat reklamasi juga, jangankan habitat dan tempat mencari makan burung yang lenyap,  rumah warga yang berbatasan langsung dengan hutan mangrove itu juga  tenggelam   saat   pasang naik. Sudah hamper sebulan ini  rumah warga  di  Lingkungan Parton Keurahan Mangga Dua dan Lingkungan Kelapa Pendek alami banjir rob berulangkali. Setiap pasang naik mereka harus menyelamatkan barangnya agar tidak terendam air laut.

Adanya banjir rob itu  warga di Kelurahan Mangga Dua Utara  menggelar protes atas penebangan dan reklamasi itu ke pemerintah kota Ternate. Tidak itu saja,  dalam dua hari Selasa (9/11/2021) dan Rabu (10/11)  warga memalang dua akses jalan utama yang melewati kelurahan ini. Aksi tersebut  menimbukan kemacetan luar biasa.  Protes dan palang jalan dilakukan  itu tujuannya  agar kegiatan reklamasi dan penebangan hutan mangrove tersisa itu dihentikan.  Mereka menyuarakan  adanya dampak yang dialami semenjak dilakukan  reklamasi dan penebangan hutan mangrove  di kawasan  tersebut. Penebangan  dan penimbunan itu dilakukan   PT Indoalam Raya Lestari.

Mangrove tersisa sebelum reklamasi terbaru sekarang

“Sejak adanya penebangan dan penimbunan atau reklamasi yang dilakukan saat aer nae (pasanga naik, red)  menenggelamkan sebagian besar rumah warga di beberapa RT.   Rumah yang tenggelam akibat  adanya pembangunan di kawasan hutan mangrove itu adalah RT 03, RT 04,  RT 05 dan RT 14,”jelas Ansar Ahmad peserta aksi warga lingkungan kelapa pendek yang rumahnya ikut terkena banjir rob. 

Lahan yang ditimbun  itu kurang  lebih 1,7 hektar atau kurang lebih  17,260 meter persegi.   Penebangan  dan penimbunan ini dilakukan karena pihak perusahaan menganggap lahan itu milik mereka. Mereka mengklaim mengantongi sertifikat hak kepimilikan.  Pengakuan   lahan milik sah  Budi Liem  ini disampaikan pemerintah kota Ternate.  saat  peninjauan ke lokasi hutan mangrove Mangga Dua bersama Pemerintah Kota Ternate pekan lalu. Seelumnya Pemkot Ternate melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Ternate mengeluarkan rekomendasi dokumen UKL –UPL pada Juli 2014 bernomor 640/26/ 1/23-REK/BLH-Tte/VII/2014 serta SK Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu satu Pintu Kota Ternate tentang Izin lingkungan Perencanaan Pembangunan.   

Meski demkian bagi warga Mangga Dua ada regulasi yang dilanggar. Hal ini tertuang dalam pernyataan sikap yang disampaikan saat aksi ke kantor wali kota. Misalnya menyalahi RTRW di mana kawasan itu telah ditetapkan menjadi kawasan lindung yang tidak bisa dialihfungsikan. “Banyak ketentuan yang dilanggar termasuk UU no 1 tahun 2014  tentang pengelolaan wilayah pesisir  dan pulau kecil  serta Undang undang Kehutanan no 41 tahun 1999,” kata Saiful Amrullah coordinator aksi.           

Baca Juga  Pengelolaan Pesisir dan Pulau Kecil Tak Berdasar Saintifik

Meski demikian Pemerintah Kota Ternate melalui Kepala Dinas PU Isnain Pansiraju menyampaikan bahwa pemerintah kota tidak bisa berbuat banyak karena lahan mangrove itu merupakan lahan hak milik.   PT Alam Indoraya adalah pemilik sah lahan tersebut jadi mereka membangun bangunan itu dengan melakukan penimbunan dan penebangan. “Itu hak mereka katanya kepada wartawan saat bersama Direktur PT ALam Indoraya.

Apa yang disampaikan pemerintah kota melalui Kepala Dinas PU Kota Ternate itu ternyata berbeda dengan   apa yang disampaikan DPRD Kota Ternate. Pasalnya, tidak semua lahan itu menjadi milik PT Alam Indoraya. Ada wilayah yang  tidak menjadi milik pihak perusahaan,” kata Junaidi Bahrudin Komisi II DPRD Kota Ternate. Perdebatan soal kondisi mangrove Manga Dua ini belum juga berakhir. Hingga kini warga sekitar tetap menerima imbasnya yakni rumah mereka tenggelam saat air pasang.  

Mangrove Ternate Terus Menysut

Sekadar diketahui  luas Ternate 5.795,4 kilometer persegi. Didominasi laut  (5.547,55 Km2), daratan 249,6 Km2.   Pulau dengan diameter hanya sekitar 42 kilometer ini, sesuai data Dinas Perikanan 2007, memiliki hutan mangrove 14,65 hektar. Tak tanggung-tanggung, kerusakan hutan mangrove mencapai 78, 57%!

Kerusakan ini ,  akibat tebang habis, konversi menjadi lahan pertanian dan pemukiman, pembuangan sampah padat, pencemaran tumpahan minyak, pembuangan sampah cair dan reklamasi  pantai.

Peneliti Mangrove dari Uiversitas Khairun Ternate Salim Abubakar mengatakan, penelitiannya dalam beberapa tahun ini menunjukkan,    mangrove Ternate rusak dan terancam habis karena pengembangan pemukiman  warga, dan reklamasi  pantai Ternate dan pengambilan kayu untuk rumah tangga.

Paling massif, katanya, reklamasi dan penambahan pemukiman termasuk untuk pertanian dan perikanan.  “Di beberapa lokasi seperti Kelurahan Kastela, Gambesi, Rua, Tobololo , sebenarnya telah penghijauan dengan menanam mangrove, hasilnya tak maksimal,”katanya.

Banjir Rob yang dialami warga Mangga Dua Utara belakangan ini.

Potensi kerusakan juga karena ketidaksadaran masyarakat membuang sampah padat dan cair di sekitar hutan mangrove,  termasuk  pencemaran air laut dari tumpahan minyak.

“Ini terjadi di Kastela dan Rua Kecamatana Pulau Ternate, berdekatan dengan Pelabuhan Pertamina di Kelurahan Jambula,” katanya.

Untuk dampak reklamasi,  paling nyata terjadi di Kelurahan Mangga Dua, Ternate Selatan. Di kawasan ini, hutan mangrove nyaris habis tergantikan jalan dan bangunan beton serta pelabuhan semut  yang menghubungkan antar kabupaten/kota di Maluku Utara.

Sementara di beberapa tempat ,  di Selatan  Pulau Ternate,  masih ada meskipun kondisi makin kritis. Hasil identifikasi potensi dan rehabilitasi hutan mangrove di Ternate oleh Dinas Pertanian menemukan dalam tiga  tahun ini mangrove makin kritis.

Baca Juga  Kolaborasi Bahas Lingkungan, Lahir Gagasan Ecoteologi  

Pulau Ternate, terbilang daerah yang kaya  mangrove. Hasil identifikasi Dinas Pertanian dan Kehutanan Ternate 2009, menemukan keragaman mangrove di Pulau Ternate cukup tinggi. Dari inventarisasi dan eksplorasi di hutan mangrove Sulamadaha, Takome, Rua, Kastela, Sasa-Fitu, Kalumata dan Mangga Dua, setidaknya ada 35 jenis, termasuk 29 marga dan 23 suku.

Tak hanya mengrove biasa,   dari 35 tercatat, 16 dikategorikan jenis-jenis mangrove langka  berdasarkan ketetapan  IUCN dengan status terkikis (LR) sampai kritis (CR).

Di Sulamadaha, masuk zona lindung dengan mangrove terpencar- pencar di beberapa tempat. Ada tegak berdiri di pinggir pantai,  ada bergerombol  di belakang garis pantai.

Belasan bahkan puluhan jenis mangrove,  seperti Sonneratia albaRhizophora apiculataLumnitzera littoreaCalophyllum inophyllum, dan Lumnitzera racemosa, Nypa fruticans, Hibiscus tiliaceusPandanus tectorius, Derris trifoliata, serta Acrostichum aureum, Clerodendrum inerme.

Dua jenis yang mampu tumbuh di hamparan pasir bercampur lumpur  dan selalu terkena gempuran ombak, yaitu Sonneratia alba   dan Rhizophora apiculate.

Tak kalah miris kondisi hutan mangrove Mangga Dua. Ia terletak di belakang pemukiman. Kini   habis terbabat reklamasi. Tinggal sedikit tersisa. Di sini ditemukan antara lain Sonneratia albaRhizophora apiculata, Ipomoea pes-caprae  dan Avicennia marina.

Penimbunan di hutan mangrove tersisa Mangga Dua

Kondisi hutan mangrove yang menyedihkan di Ternate  sebenarnya sudah ada survei dan identifikasi dari Dinas Pertanian. Hasil survei itu menyebutkan, kondisi mangrove makin menurun dan kritis.

Data ini diambil jauh sebelum reklamasi pantai dilakukan pemerintah Ternate  empat tahun terakhir.

Satu contoh reklamasi melibas ‘rumah’ mangrove, yakni penataan kawasan Jalan Kota Baru Bastiong melalui sepanjang tiga kilometer melewati hutan mangrove Mangga Dua.

Kawasan ini dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Ternate  seharusnya dilindungi. Kenyataan, mangrove  sepanjang pantai habis terbabat.  Di Mangga Dua, mangrove selain tergilas pembangunan jalan,  juga Pelabuhan  Semut   antarkota antarkabupaten untuk transportasi speedboat.

Penanaman mangrove yang pernah dilakukan di Ternate

Belakangan juga ada  reklamasi  di sisa hutan mangrove untuk  pembangunan gudang modern multi guna.   Di Mangga Dua,   dulu mangrove rimbun. Setelah reklamasi, terganti pelabuhan dan pemukiman. Saiful  Ahmad,  tokoh pemuda Mangga Dua  mengatakan, dulu di mangrove ini banyak elang, bangau dan beberapa jenis burung lain.

Pasca  reklamasi,  burung-burung hilang entah ke mana.  Begitu juga sebelum reklamasi, setiap malam warga mencari ikan maupun kepiting  bakau yang keluar mencari makan. Pasca  reklamasi di hutan mangrove itu, semua hilang. Tak ada lagi warga  mencari kepiting bakau ataupun ikan.

“Semua habis. Kami meminta hal- hal seperti ini perlu diperhatikan Pemerintah Kota Ternate,.”kata Saiful

Pemerintah, katanya,  perlu memikirkan pengganti lahan mangrove yang habis buat reklamasi itu.(*)

Share :

Baca Juga

Lingkungan Hidup

Air Laut Coklat Kemerahan, Ikan Mati dan Warga Was-was

Lingkungan Hidup

Atasi Sampah, Malut Butuh PLTSa?

Kabar Kota Pulau

Daun Jambulang Berpotensi Jadi Obat Anticovid

Lingkungan Hidup

Ajak Warga Kao Lindungi Mangrove dan Satwa Endemik

Kabar Kota Pulau

326 Peserta Ramaikan Mancing Mania Dies Natalis Unkhair

Kabar Kota Pulau

Ada Wisata Mangrove di Jantung Kota Sofifi

Kabar Kota Pulau

Ini Hasil Kajian Kebutuhan Air Bersih Warga Kalumata

LAUT dan Pesisir

8 Juto Ton Sampah Tiap Tahun Masuk ke Laut