Breaking News
light_mode
Beranda » Lingkungan Hidup » Masyarakat Sipil Persoalkan Hilirisasi Nikel di Malut

Masyarakat Sipil Persoalkan Hilirisasi Nikel di Malut

  • account_circle
  • calendar_month Sen, 29 Jan 2024
  • visibility 256

Berdampak Terhadap Lingkungan Hidup dan Manusia   

Program   “hilirisasi” mengemuka dalam debat keempat pemilihan presiden (Pilpres) 2024, untuk calon presiden wakil presiden (Cawapres)  pada  Ahad, 21 Januari 2024 di lalu Jakarta. Cawapres Gibran Rakabuming Raka dari pasangan Calon Presiden (Capres) Prabowo Subianto mengucapkan kata hilirisasi sebanyak 12 kali.   

Tidak hanya pasangan   Capres dan Cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, pasangan nomor urut satu Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar serta pasangan nomor urut tiga Ganjar Pranowo dan Mahfud MD juga setuju melanjutkan program hilirisasi. 

Hilirisasi merupakan program yang diselenggarakan oleh Joko Widodo, melalui Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sehingga mewajibkan industri pertambangan melakukan hilirisasi yang tidak lain  untuk memberikan nilai tambah bagi hasil tambang.

Sayangnya kenyataan pelaksanaan hilirisasi tambang nikel di Maluku Utara memunculkan fakta yang cukup memiriskan.

Karena    masalah ini, beberapa organisasi masyarakat sipil baik yang ada di Maluku Utara dan Jakarta mengingatkan semua pihak terkait dampak yang ditimbulkan   setelah hilirisasi ini dilaksanakan.

Melalui rilis yang dikirim ke kabarpulau.co.id/ Mubaliq Tomagola   Manager Advokasi Tambang WALHI  menyampaikan beberapa  fakta buruk hilirisasi nikel di Maluku Utara. Menurutnya di  di Maluku Utara  ada tiga kawasan yang melakukan hilirisasi industri pengolahan bijih nikel. Dua sudah beroperasi yaitu Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan dan PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang terintegrasi dengan PT Weda Bay Nikel, di Weda, Halmahera Tengah. Sementara  di Buli, Halmahera Timur tahun 2024 ini, rencana dibangun pabrik komponen kendaraan baterai listrik yang diprakarsai konsorsium LG dan konsorsium BUMN; IBC.

Tiga  kawasan tersebut ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN). Tidak cukup sampai  di tiu pemerintah juga menetapkanya sebagai Objek Vital Nasional, membuat kawasan itu begitu ketat dijaga aparat TNI-Polri.

“Sangat disayangkan, hilirisasi nikel  di Maluku Utara kerap memperlihatkan fakta yang mengenaskan. Justru membunuh lingkungan hidup dan membuat kehidupan warga semakin miskin,”katanya     

Yang pertama Keberadaan industri pengolahan nikel di Maluku Utara adalah buah dari kebijakan hilirisasi yang sejak 2015 gencar digaungkan pemerintah dan diklaim berhasil mendongkrak ekonomi Maluku Utara. Ekonomi Maluku Utara memang tumbuh berdasarkan angka-angka statistic.  2023 triwulan dua yaitu mencapai 23,89 persen. Maluku Utara lantas menyandang wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di seluruh provinsi di Indonesia, bahkan jauh melampaui pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun aneh, pertumbuhan ekonomi itu tidak selaras dengan angka kemiskinan yang masih terbilang tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara, penduduk miskin Maluku Utara pada Maret 2022 sebanyak 79.87 ribu orang, kemudian pada September 2022 naik menjadi 82.13 ribu orang, dan pada Maret 2023 naik menjadi 83.80 ribu orang.

Itu artinya, industri hilirisasi nikel yang dibangun dan terpantau begitu agresif  sesungguhnya tidak memberikan manfaat ekonomi terhadap warga lokal terutama yang tinggal  di sekitar kawasan hilirisasi. Justru yang ada warga kehilangan sumber produksi ekonomi seperti, lahan pertanian, kebun maupun wilayah tangkap ikan. Sebaliknya mereka yang notabene bukan warga lokal menikmati manfaat atas hilirisasi nikel di Maluku Utara.

Kedua penambangan nikel di Maluku Utara telah menciptakan daya rusak lingkungan hidup yang begitu hebat.  Kerusakan lingkungan tidak hanya di daratan tapi juga memusnahkan wilayah pesisir dan laut. Seperti pada November – Desember 2023 lalu ada dua peristiwa lingkungan hidup yang dianggap bertalian dengan kebijakan hilirisasi nikel, yakni perubahan warna air laut di pesisir Pulau Garaga, Kepulauan Obi, Halmahera Selatan dan Pesisir dan laut di Kecamatan Maba, Halmahera Timur. Perubahan air laut dengan tampak merah kecoklatan pada kedua lokasi tersebut ditengarai disebabkan industri nikel.

Dengan begitu, daya rusak yang ditimbulkan atas penambangan nikel terus meluas seiring program hilirisasi oleh pemerintah. Halmahera adalah pulau terbesar di Kepulauan Maluku, menjadi arena balapan buldoser milik perusahaan penambang sejak dua dekade terakhir. Aktivitas mengeruk yang cenderung meluluhlantakkan Pulau Halmahera ini terpantau mengalami peningkatan eskalasi begitu tajam pada 2018.

Kawasan-Industri-Tambang-PT-IWIP-dilihat-dari-laut-Weda-Tengah.-Foto-AEER

Sementara Julfikar Sangaji  Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Forum Studi Halmahera (FOSHAL) menyatakan bahwa penambangan bijih nikel juga tak hanya berlangsung di Halmahera, tapi menyasar pulau-pulau kecil seperti pulau Gee, Pulau Pakal, Pulau Gebe, dan Pulau Mabuli yang sudah lebih dulu diporak-porandakan, termasuk  di Kepulauan Obi bernasib sama.

“Eksploitasi alam di pulau- pulau kecil merupakan perbuatan yang disebut kejahatan lingkungan, dimana  Pulau Kecil memiliki kerentanan ekologis tinggi jika ditambang serta daya pulih yang lambat  dimana pulau tersebut merupakan sumber utama kehidupan warga lokal. Tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan. Aktivitas pertambangan juga memicu konflik sosial antar warga,”katanya.

Menurutnya hilirisasi nikel secara langsung mengakibatkan deforestasi hutan yang tak terkendali dilakukan perusahaan penambangan. Hal itu dikarenakan, keberadaan industri hilirisasi nikel dipandang sebagai pemicu atau pendorong perusahaan  melakukan  penggundulan hutan  dengan laju deforestasi yang terus meluas.

“Penambangan bijih nikel didahului dengan aktivitas land clearing atau pembersihan area, karena itu sangat mustahil apabila tidak terjadi kehilangan tutupan hutan,” jelasnya. Ini terjadi terutama  di tiga lokasi yang kini terkepung Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel. Seperti di Halmahera Timur ada 19 izin dengan total luas konsesi 101.047,21 hektar, sementara di Halmahera Tengah ada 13 izin dengan luas total konsesi 10.390 hektar.

Sedangkan di Halmahera Selatan ada 15 izin dengan total luas konsesi sebesar 32.236 hektar. Untuk IUP nikel yang mencaplok dua kawasan administratif sekaligus yakni wilayah Halmahera Timur dan Halmahera Tengah sebanyak 4 izin dengan luas total konsesi 70.287 hektar .

Dengan demikian kehilangan tutupan hutan, dominan terjadi pada wilayah operasional penambangan bijih nikel.

Data analisis spasial Global Forest Watch menunjukkan sejak 2001 hingga 2022, Halmahera Tengah kehilangan sudah 26.1 ribu hektar tutupan pohon yang setara dengan penurunan 12 persen tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 20.9 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e).

Sementara untuk di Halmahera Timur, sejak tahun 2001 hingga 2022, telah kehilangan 56.3 ribu hektar tutupan pohon yang setara dengan penurunan 8.9 persen tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 44.5 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e). Sedangkan di Halmahera Selatan sejak tahun 2001 hingga 2022 sudah kehilangan 79.0 ribu hektar tutupan pohon yang setara dengan penurunan 9.9 persen tutupan pohon sejak tahun 2000, dan setara dengan 62.9 Megaton (Mt) emisi ekuivalen karbon dioksida (CO2e).

Riset WALHI Maluku Utara pada Maret sampai April 2023 lalu, bertajuk “Status Kualitas Air dan Kesehatan Biota Laut Perairan Teluk Weda dan Pulau Obi” memberi kesimpulan bahwa status kualitas air perairan di kawasan Teluk Weda dan Pulau Obi terindikasi mengalami pencemaran dan tingkat pencemaran sudah terakumulasi hingga ke biota laut seperti Kima dan Ikan. Ikan target konsumsi telah terpapar dengan logam berat. Logam berat bersifat toksik dan dapat membahayakan masyarakat sekitar. Kondisi yang sama juga terjadi perairan Teluk Buli, Halmahera Timur.

Amblesnya, ketiga lokasi tersebut merupakan wilayah yang dekat dengan kawasan industri hilirisasi nikel, seperti Harita Nickel, PT IWIP dan wilayah operasional penambangan nikel PT Aneka Tambang (ANTAM). Dengan begitu, kondisi perairan serta biota laut yang sudah terindikasi tercemar dan terpapar logam berat diduga kuat ditengarai atas aktivitas industri hilirisasi nikel maupun tambang yang berlangsung.

Hilirisasi nikel juga secara langsung membuat sungai-sungai hancur seperti Sungai Akejira dan Ake Kobe yang membentang melewati pemukiman Desa Woekop, Desa Worjerana, Desa Kulo Jaya, dan Desa Lukulamo, Weda Tengah, Halmahera Tengah, di mana air tampak berwarna merah kecoklatan sangat persis menunjukkan bahwa air tersebut terkontaminasi tanah galian ore nikel. Perubahan warna dari kedua air pada aliran sungai itu sudah terjadi sejak 2018 dan masih keruh sampai saat ini.

Terkontaminasi air dengan ore tambang nikel membuat akses warga terhadap kedua sungai itu pupus, padahal semula aliran sungai tersebut merupakan sumber kebutuhan air bersih dengan segala pemenuhan keperluan rumah tangga warga sekitar. Namun, operasi tambang nikel seperti PT Weda Bay Nickel (WBN) yang berada di hulu sungai diduga kuat menjadi biang atas terkontaminasinya air dari jernih ke merah kecoklatan. Selain PT WBN, PT Tekindo Energi juga diduga turut berkontribusi dalam memperkeruh warna air sungai ini.

Tidak hanya kedua sungai di atas, Sungai Sageyan di Kampung Sagea, Kec. Weda Utara, Halmahera Tengah juga rundung nasib serupa. Aliran sungai yang terhubung dengan wilayah karst ini juga kerap menunjukkan perubahan warna air yang tampak merah kecoklatan meskipun tanpa ada hujan pada kawasan tersebut.  Di sisi lain, Sungai Sageyen merupakan objek ekowisata sekaligus sumber air minum warga di kampung Sagea. Hancurnya sungai yang berhubungan dengan hilirisasi itu juga terjadi di Sungai Sangaji, Maba, Halmahera Timur serta Sungai Toduku di Obi, Halmahera Selatan.

Keenam : Imbas dari hilirisasi nikel ini juga, membuat warga di Kampung Kawasi, Kec. Obi Halmahera Selatan hendaknya diusir dari kampung asalnya oleh Harita Nickel dan Pemerintah. Harita Nickel telah membangun kawasan permukiman baru yang disebut mereka sebagai ecovillage. Namun, apa yang dilakukan oleh Harita ini tidak lain dari merampas ruang hidup warga kampung  Kawasi dari tempat tinggalnya.

Kawasan hilirisasi industri nikel yang distempel sebagai bagian dari agenda “ekonomi hijau” solusi dari krisis iklim tapi justru masih bergantung pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara sebagai tumpuan energi. Pengeoperasian PLTU Batubara pada kawasan Industri Nikel Harita di Obi dan PT IWIP di Weda terus berlangsung setiap waktu tanpa henti bersamaan dengan itu mulut cerobong PLTU terus menyemprot emisi pembakaran ke udara, yang dapat memperburuk kualitas udara serta menimbulkan penyakit bagi manusia, terutama terkena ISPA.

Di PT IWIP misalnya, kapasitas eksisting PLTU Batubara saat ini sebesar 6.560 MW dan direncanakan penambahan sebesar 760 MW sehingga total pengembangan menjadi 7.320 MW. Disisi lain, kasus ISPA  di sekitar kawasan tersebut tercatat naik. Data menunjukkan, tercatat pada 2020 kasus ISPA di Lelilef sebanyak 434 orang sedangkan pada 2022 naik menjadi 1.100 orang. 

Selain itu soal penggunaan aparat keamanan di kawasan objek vital juga disoroti. Novita Indri Juru Kampanye Trend Asia misalnya memandang  penggunaan aparat  mengatasi warga yang menolak atas nama Objek Vital Nasional di Halmahera Tengah, Maluku Utara  dinilai represif. Kepolisian terus menerus menggunakan kekuatan  berlebihan dalam menghadapi warga penolak.

“Tindakan represif yang dilakukan merupakan potret nyata atas pelanggaran hak hak konstitusional warga negara, dimana negara seharusnya hadir memberikan perlindungan terhadap warga negaranya bukan sebaliknya,” katanya.

Penanganan aksi massa yang terjadi merupakan bentuk penggunaan kekuatan yang berlebihan ( excessive use of force).

Tindakan tersebut jelas melanggar ketentuan internal Kepolisian, salah satunya Peraturan Kepala Kepolisian No. 7 Tahun 2012, yang mewajibkan anggota Polri untuk bertindak secara profesional dan menjunjung tinggi HAM dalam kegiatan penyampaian pendapat di muka umum.  Polisi juga harus menghindari tindakan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, dan melanggar HAM lainnya.

Berdasarkan  fakta di atas bahwa program hilirisasi nikel  di Maluku Utara saat ini tidak lain merupakan sebuah kebijakan pemerintah yang sesat, dengan demikian apabila dilanjutkan  presiden terpilih nanti, sudah pasti akan menambah daftar panjang kerusakan. Sebaliknya pemerintah atau presiden terpilih nanti melakukan hilirisasi pada komoditas yang digeluti rakyat berupa cengkeh, kopra, pala, dan rempah lainnya, serta kekayaan laut, seperti ikan. Hal ini dipandang sebagai solusi yang dapat mendongkrak ekonomi warga lokal sekaligus menjamin keberlanjutan lingkungan hidup. Pemerintah juga harus memulihkan wilayah-wilayah krisis, terutama yang disebabkan kebijakan hilirisasi ini.

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • WALHI: Jangan “Jual” Halmahera dan Pulau Lainnya

    • calendar_month Kam, 17 Nov 2022
    • account_circle
    • visibility 241
    • 0Komentar

    AKSI kampanye yang digelar WALHI Malut dan Koalisi Barisan rakyat (KOBAR ) pada Senin 14 November 2022 foto WALHI

  • Indonesia Perkuat Diplomasi Iklim Menuju COP 30:

    • calendar_month Ming, 3 Agu 2025
    • account_circle
    • visibility 324
    • 9Komentar

    Dorongan Kolaboratif, Inklusif, dan Berbasis Sains untuk Hadapi Krisis Global Menyambut Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP 30) yang akan digelar di Belem, Brasil pada 10-21 November 2025, Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) menyelenggarakan Workshop Jurnalis bertajuk “Amplifying COP 30 to Indonesia: Memperkuat Dampak Peliputan COP 30”. Agenda ini menjadi forum penting untuk menguatkan […]

  • Pemanfaatan Potensi Laut Maluku Utara Masih Minim

    • calendar_month Sel, 8 Jun 2021
    • account_circle
    • visibility 501
    • 0Komentar

    Setiap 8 Juni diperingati sebagai hari laut sedunia atau World Ocean Day. Peringatan ini untuk mengingatkan pentingnya lautan bagi kehidupan manusia karena   menutupi lebih dari 70% planet Bumi. Dikutip dari https://tirto.id/hari-laut-sedunia-2021-tema-8-juni-cara-rayakan-world-ocean-day-gg) menyebutkan bahwa   laut menjadi sumber kehidupan manusia, mendukung kesejahteraan umat manusia dan setiap organisme lain di bumi. Lautan menghasilkan setidaknya 50% oksigen Bumi, merupakan […]

  • Hilangnya Ruang Hidup Warga Adat Sawai Gemaf

    Hilangnya Ruang Hidup Warga Adat Sawai Gemaf

    • calendar_month Jum, 22 Jan 2021
    • account_circle Redaksi
    • visibility 653
    • 0Komentar

    Hari hari Elisa Nusu salah satu warga adat Sawai habis lahan kebunnya dan saat ini hanya di rumah saja

  • Pejabat KKP Diberi PRESTASI Oleh KPK

    • calendar_month Rab, 16 Jun 2021
    • account_circle
    • visibility 163
    • 1Komentar

    Kegiatan Prstasi yang digelar KPK kepada pejabat KKP foto humas KPK

  • Selamatkan Air Tanah, Tanam Sagu dan Buat Sumur Resapan

    • calendar_month Rab, 9 Mar 2022
    • account_circle
    • visibility 153
    • 0Komentar

    Anggota Komunitas Save Ake Gaale sedang menyiapkan bibit

expand_less