Kerjasama KSOP Kelas II Ternate, Ukur Bobot Kapal
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota dalam rangka tata kelola perikanan tangkap secara lebih baik dengan menyeimbangkan antara ekonomi dan ekologi sebagai panglima.
Kuota tersebut dimanfaatkan untuk nelayan lokal, bukan tujuan komersial (penelitian, diklat, serta kesenangan dan rekreasi), dan industri.
Untuk rencana tersebut, nelayan kecil harus disiapkan. Salah satunya dengan membuat dokumen Pas Kecil maupun surat Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) yang diurus di PTSP Provinsi Maluk Utara.
Untuk itulah maka, lembaga Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) bersama pihak Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Ternate, mengukur kapal milik nelayan kecil berkapasitas 1 gross ton (1GT). Kapal kapal itu milik nelayan di Kelurahan Sangaji, Kampung Makasar dan Hiri Ternate, serta Sidangoli Halmahera Barat dan Kayoa Halmahera Selatan.
“Jumlah kapal yang diukur petugas KSOP Ternate berjumlah 42 unit, milik nelayan tuna,” jelas Marwan Adam Governance Officer MDPI Wilayah Maluku Utara. Armada nelayan tersebut milik nelayan fair trade dampingan MDPI maupun di luar fair trade yang menjual hasil tangkapannya ke salah satu supplier fair trade. Ikan ini nanti dijual ke pabrik ikan Mitra Tuna Mandiri yang kemudian dieksport ke Amerika.
Dijelaskan, MDPI lakukan bersama KSOP Kelas II Ternate ini, merupakan program MDPI membantu nelayan kecil melakukan Registrasi dan Pendaftaran Kapal. Kegiatan ini untuk nelayan skala kecil yang menggunakan pancing ulur. Hal ini penting karena mereka harus memiliki legalitas kapal.
Sebab ke depan semua kapal akan disertifikasi Sustainable Marine Stewardship Counchil (MSC). MSC sendiri adalah sebuah Lembaga nirlaba internasional, berpusat di London yang mengatasi permasalahan perikanan tidak berkelanjutan dan menjaga makanan dari pasokan hasil laut dilindungi untuk generasi sekarang dan akan datang.
“Ke depan kalau nelayan kecil ini tidak memiliki legalitas kapal maka hasil tangkapan mereka terutama tuna tidak bisa dijual ke perusahaan dan pasti ditolak. Karena hasil yang dijual itu akan ditelusuri. Istilahnya ikan harus memiliki ecolabel. Tujuannya ikan yang dijual ke luar bisa ditelusuri asal usulnya,” jelasnya.
Sementara M Fahmi ahli ukur dari KSOP Kelas II Ternate bilang adanya dokumen berupa pas kecil ini selain sebagai dokumen kapal dapat mempermudah nelayan dalam mengakses modal seperti pinjaman lunak dengan bunga rendah ke bank. Dokumen pas kecil ini berlaku selama satu tahun dan bisa diperpanjang lagi setelah masa berlakunya habis tanpa harus diganti surat. Dia bilang di bagian belakang pas kecil itu, ada lembar pengukuhan. Jika sudah ekspire maka ada lembar endorse yang bisa langsung distempel di kantor KSOP,” jelasnya.
Soal dokumen ini membantu nelayan dalam mengakses modal turut diakui salah satu nelayan Kelurahan Sangaji. “Terbukti saya mengajukan pinjaman Rp50 juta didukung dokumen pas kecil dengan pengurusan yang mudah dan cepat. Tiga hari pinjaman keluar,” kata Abdullah Usman nelayan kelurahan Sangaji.
Kegiatan pengukuran ini mendapat apresrasi dari para nelayan. Idhar Ma’rus salah satu nelayan Kelurahan Sangaji mengaku, senang dan turut berterimakasih kepada MDPI yang telah membantu mereka mengukur kapal dan mengurus dokumennya. ”Kita sangat bersyukur karena sangat terbantu sekali dengan kegiatan ini. Kita tidak susah susah urus lagi langsung terima surat dan dokumenya,” kata Idhar. (*)
CEO Kabar Pulau