Seri Tulisan Menguak Kekayaan Tersembunyi Pulau Ternate
Penulis Mahmud Ichi dan Junaidi Hanafiah
Pulau Ternate berdasarkan data BPS Maluku Utara luasnya hanya 111,80 kilometer. Meski hanya sebuah pulau kecil dengan luasan terbatas, pulau ini menyimpan beragam kekayaan sumberdaya hayati. Terutama jenis satwa burung. Bahkan jenis burung endemic juga ada di sini yakni burung Tohoko Ternate atau Pitta Ternate [Erythropitta rufiventris cyanonota].
Akhmad David, pengamat burung di Maluku Utara dalam catatannya menjelaskan, Pitta Ternate ini hidup di lantai hutan mulai dari ketinggian 200–900 mdpl, yang umumnya kawasan hutan lebat.
Jenis ini selalu menyendiri dan menempati lantai hutan Gamalama. Memiliki suara yang mirip sebutan namanya, ia bisa menghibur siapa saja dengan suara khasnya di pagi, siang dan sore hari.
Kabarpulau.co.id berkesempatan menyaksikan langsung burung ini di lembah Buku Bendera Gunung Gamalama Kelurahan Moya Kota Ternate Maluku Utara pada Sabtu (10/2/2-24) pagi lalu. Bersama tim dari LSM Burung Indonesia datang di tempat tersebut, mengamati dan menonton burung ini sambil memotret dan memvideokan.
Untuk mengamati burung dengan warna bulu menawan ini harus berjalan menuruni perbukitan kurang lebih 20 menit. Setelah sampai butuh kesabaran waktu menunggu burung ini mendekat ke tempat pengamatan. Untuk memancing burung ini datang ke lembah itu, diputarlah suara burung ini dari hand phone yang disambung ke sebuah sound kecil yang telah disiapkan mereka yang punya tempat pengamatan.
Ketika berjalan sampah ke batas lembah di sana ada sebuah gubuk/tempat pengamatan burung berdinding jaring plastic berwarna hitam yang dilobangi. Lobang itu berfungsi untuk melihat keluar saat mengamati dari dalam gubuk dengan jarak dekat saat burung itu datang.
Ketika mengamati burung ini juga tak boleh ada suara suara atau gerakan, karena Tohoko sangat sensitive degan aktivitas manusia. Jika ada gerakan atau suara, burung ini tidak nyaman dan pergi menjauh.
Cukup lama kami menunggu hamper 2 jam dari pukul 07.00 hingga pukul 09.00 WIT burung ini kemudian mendekat perlahan hingga berjarak kurang lebih 12 meter. Hanya satu ekor burung ini bisa disaksikan dan diabadikan gambarnya. Pengakuan pemilik rumah pengamatan burung ini jarang terlihat bahkan nyaris tidak ada dua ekor bisa disaksikan sekaligus.
Tim bisa menyaksikan burung khas Gamalama tersebut dari dekat, sebenarnya karena jasa Rasmin Bochy, seorang anak muda Kelurahan Moya Kota Ternate, yang dalam satu tahun terakhir menyediakan tempat pengamatan burung ini. Dia memanfaatkan lahan kebun salah satu warga Moya karena di tempat itu burung sering muncul dan mencari makan. Karena itu dia juga menyediakan makanan burung ini berupa cacing atau siput yang diletakkan di atas batu.
Rasmin yang mengaku menyukai wisata minat khusus pengamatan burung ini, menyediakan tempat pengamatan karena terinspirasi usai mengikuti kegiatan pengamatan burung bersama salah satu kawannya di Halmahera. Mereka mengamati burung jenis yang sama di hutan Kabupaten Halmahera Timur.
Selepas dari situ dia mengingat-ingat burung ini juga ada di kampungnya di Moya. Karena itulah dia kemudian tergerak membuat sebuah pondok pengamatan di lembah buku Bendera antara hutan sekunder dan kawasan hutan cengkih dan pala.
Tujuan dia menyediakan tempat ini adalah untuk memudahkan pengunjung maupun peneliti burung yang mau mengamati burung ini.
Apa yang disiapkan oleh Rasmin ini mampu menarik wisatawan minat khusus pengamatan burung datang ke sini.
Meskipun tempat pengamatan burung ini hanya dibuat sendiri belum cukup setahun ini, sudah banyak peminat wisata khusus datang ke sini. Rasmin bilang banyak pengamat burung datang ke tempat yang dia bangun, khusus melihat Pitta dan raja udang. “Umumnya, yang datang itu pengamat burung dari luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Australia, Belanda, juga Amerika. Kalau pengunjung lokal masih kurang tertarik,” katanya.
Sekadar diketahui tempat pengamatan burung Tohoko di Ternate ini selain di Kelurahan Moya, juga dapat diamati di hutan Kelurahan Tongole, Ternate Tengah. Sejumlah masyarakat di kelurahan tersebut juga menyiapkan lokasi pengamatan.
Untuk gambaran burung Tahoko, punya ciri khas warna unik, berkaki panjang, dan berekor pendek. Perutnya merah mencolok dengan pita lebar biru berkilau di atasnya. Tubuhnya bulat dengan ukuran sekitar 15-17 cm.
“Burung ini biasanya mencari makan di atas permukaan tanah pada hutan dataran rendah dan perbukitan yang lembab, juga pada hutan sekunder sekitarnya,”kata Benny Aladin Siregar, Koordinator Burung Indonesia Wilayah Kepulauan Maluku.
Burung ini katanya masuk spesies Paok Jailolo. Paok Jailolo memiliki empat sub spesies, yaitu, Erythropitta rufiventris cyanonota, Erythropitta rufiventris rufiventris, Erythropitta rufiventris obiensis, serta Erythropitta rufiventris bernsteini.
Satu jenis yang paling ingin dilihat pengamat burung di Ternate adalah burung Tohoko atau Pitta Ternate [Erythropitta rufiventris cyanonota]. Burung ini masuk spesies Paok Jailolo.
“Paok Jailolo memiliki empat subspesies, yaitu, Erythropitta rufiventris cyanonota sebarannya di Ternate, Erythropitta rufiventris rufiventris sebarannya di Kepulauan Morotai, Halmahera, Moti, Bacan, Mandioli, Damar, dan Kasiruta.
Kemudian, Erythropitta rufiventris obiensis yang sebarannya di Pulau Obi, serta Erythropitta rufiventris bernsteini di Pulau Gebe,” terang Benny Sabtu [10/2/2024].
Maluku Utara merupakan wilayah yang menjadi habitat alami berbagai jenis burung. Provinsi ini juga termasuk kawasan Daerah Burung Endemik, dengan 43 spesies burung sebaran terbatas.
Di Maluku Utara terdapat 171 spesies yang tersebar di daratan Pulau Halmahera, Pulau Bacan, Morotai, dan Kepulauan Obi. Secara global, Maluku Utara berada di peringkat 10 besar, berdasarkan perhitungan total jumlah spesies burung sebaran terbatas, khususnya pada spesies paruh bengkok.
Benny mengatakan, dilihat dari sisi geologi, tingginya populasi burung endemik di Indonesia, terjadi karena negara ini merupakan kepulauan yang terbentuk dari pertemuan banyak lempeng bumi.
Pulau-pulau yang saling terpisah, membuat fauna, salah satunya burung, berevolusi sesuai kondisi wilayahnya masing-masing. Dengan begitu, memiliki ciri unik di setiap wilayah.
Soal kondisi populasi Tahoko di Ternate terbilang stabil karena ada kesadaran masyarakat menjaganya. Tantangan saat ini adalah keberadaan habitatnya yang terganggu akibat pembukaan hutan untuk lahan perkebunan dan pertanian. (*)