Breaking News
light_mode
Beranda » Lingkungan Hidup » Nasib Miris PLTS di Halmahera Selatan (2) Habis

Nasib Miris PLTS di Halmahera Selatan (2) Habis

  • account_circle
  • calendar_month Sen, 14 Agu 2023
  • visibility 276

Tak Cuma Bangun, Butuh Perawatan untuk Keberlanjutan

Provinsi Maluku Utara dengan 805 pulau memiliki banyak desa di pulau kecil. Dari total desa, 898 ada di tepi laut  sementara bukan di tepi laut  ada 305  desa. Mayoritas desa di pesisir dan pulau, memikul beban  ketersediaan energi listriknya.

Di pulau kecil yang memiliki penghuni belum semua tersedia listrik secara memadai dari  Negara (PLN,red).  Halmahera Selatan sebagai salah satu kabupaten dengan 300 pulau lebih, memiliki luas wilayah mencapai 40.263,72 km dengan 6 pulau besar yaitu Pulau Obi, Pulau bacan, Pulau Makian, Pulau Kayoa, Pulau Kasiruta, dan Pulau Mandioli.

Halmahera Selatan juga punya banyak pulau kecil. Salah satunya  Gugusan Pulau Guraici dengan 17 pulau dan salah satunya Pulau Laigoma. Di pulau ini energi listriknya  dari  solar cell dan generator.   

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atau solar cell di desa Laigoma Kecamatan Kayoa Kabupaten Halmahera Selatan Maluku Utara, yang didanai melalui Anggaran Pendapatan da Belanja Daerah (APBD) dilaksanakan sejak akhir 2018. Proyek ini sempat mangkrak dan baru bisa dimanfaatkan masyarakat  pada 2021 lalu.

Di desa ini juga ada bantuan solar cell menggunakan APBN dari Kementerian ESDM. Ada panel dan 4 mata lampu dipasang di masing masing rumah.  “Melalui Kementerian ESDM juga telah dibagikan bantuan panel solar cell dan fasilitas pendukungnya  ke setiap rumah. Bahkan sudah bisa dimanfaatkan masyarakat beberapa tahun sebelumnya,” jelas Amir Ibrahim BPD Desa Laigoma.

Untuk proyek panel solar cell dan fasilitas pendukungnya melalui dana APBD,  dimanfaatkan kurang lebih 1,5 tahun. Kini  telah  alami kerusakan  dan menunggu keputusan pemerintah desa menglokasikan  Alokasi Dana Desa (ADD) untuk perbaikan. Kerusakan PLTS ini ditengarai karena penggunaan berlebihan. Jka biaya perbaikannya besar maka berat juga menggunakan dana ADD. Pemerintah desa baru akan mengambil langkah perbaikan dalam waktu dekat.

“Kami tunggu kepala desa balik ke kampong dalam kegiatannya di luar daerah untuk  bicarakan perbaikannya,

Proyek-solar-cell-yang-beberapa-bagiannya-rusak-dan-tak terawat-foto-M-Ichi-

Torang (kami,red) dengar katanya kerusakan ini pada inverter yang jebol atau hangus. Berarti anggarannya juga akan besar,”ujar Amir Ibrahim BPD Desa Laigoma.  

Kerusakan PLTS sendiri dalam beberapa referensi disebutkan bahwa, salah satu sebabnya karena fluktuasi atau perubahan tegangan. Cepat atau lambat hal ini memberikan dampak buruk pada listrik panel surya. Adanya tegangan yang terinduksi serta kebocoran arus, akan menimbulkan penurunan tegangan output yang dihasilkan panel surya.       

Dia juga bilang, yang jadi persoalan saat ini dalam pengelolaan solar cell, setelah diadakan pemerintah daerah, tidak lagi dipikirkan keberlanjutan setelah diserahkan ke desa. “Terutama ketika terjadi kerusakan alat dan fasilitas pendukung. Pemeliharanya tidak berjalan. Perawatannya juga tidak dilakukan  masyarakat.  Mereka tidak tahu apa yang harus dia buat jika terjadi kerusakan. Memang sudah ada peringatan kepada masyarakat agar tidak menggunakan listrik solar cell dengan kapasitas berlebih. Tetapi hal  ini sulit dikontrol. Kalau perlu mungkin pakai semacam meteran untuk mengontrol penggunaan setiap rumah,” imbuhnya.  

Pihaknya   sudah menyarankan ke pemerintah desa memikirkan keberlanjutannya dengan mengirimkan anak muda atau warga yang bisa mengikuti kursus  pemeliharaan  solar cell ini, agar nanti mereka  jadi tenaga terampil khusus menangani  jika  ada kerusakan.

“Saya sudah sarankan ke pemerintah desa   agar ada antisipasi  misalnya  melatih anak-anak kita. Tujuannya ketika  bermasalah mereka bisa  perbaiki. Tidak perlu menunggu  ahli  dari luar pulau terutama Ternate atau Jawa,” katanya. Sebagai Badan Perwakilan Desa (BPD) pihaknya akan kembali menyarankan ke pemerntah desa untuk melakukan  langkah ini sekaligus menjawab masalah yang dihadapi.   

Program PLTS  Butuh Keberlanjutan

Tidak hanya di Laigoma. Beberapa pulau seperti  Siko, Moari, Bacan, Kasiruta hingga ke Pulau Obi dibangun panel surya untuk menyediakan listrik bagi masyarakat dengan dana APBD.

Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan dalam beberapa tahun ini menginisiasi program Halmahera Selatan Terang, dengan mendorong desa menyediakan listrik melalui solar cell. Pembiayaannya dari dana desa dan APBD.

Program Halmahera Selatan Terang yang mengandalkan energi matahari  itu  tidak berjalan mulus. Ketika beroperasi, muncul banyak masalah.  Salah satunya   kerusakan setelah satu atau dua tahun dioperasikan. 

Kejadian ini merata di  sejumlah desa di mana PLTS sudah diserahkan dan beroperasi. Banyak  yang rusak dan  sulit diperbaiki.  Beberapa desa yang  proyek solar cell nya alami kerusakan setelah  dioperasikan itu  yakni Desa Laigoma Pulau Laigoma, Desa Siko Pulau Siko, Desa Bokimiake Pulau  Moari,  Desa Marituso Pulau Kasiruta, dan Desa Wiring Pulau Tawabi.     

Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan yang coba dikonformasi terkait keberlanjutan proyek solar cell ini enggan beri tanggapan. Didatangi  langsung hingga dikirimi daftar pertanyaan  melalui pesan WA juga tidak ditanggapi.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Halmahera Selatatan Tahrim Imam ditemui Sabtu (29/7/2023) di Bacan Kabupaten Halmahera Selatan enggan memberi tanggapan soal ini. Sejumlah pertanyaan seputar keberlanjutan program solar cell   setelah beroperasi dan alami kerusakan, yang dikirim lewat ponsel 08132297xxxx  Kamis (3/8/2023) dan Jumat (4/8/2023) juga tak ditanggapi.

Gufran Mahmud Anggota DPRD Halmahera Selatan yang concern mendorong  program solar cell beberapa pulau  menyatakan, prihatin program ini masuk ke desa alami banyak kendala terutama ketika beroperasi. “Keberlanjutannya perlu dipikirkan bersama,” katanya.

Harusnya lebih bermanfaat, Pengusaha membawa es yang dibeli di Ternate dan dikemas dalam kotak penyimpanan. Selanjutnya dibawa ke Laigoma dengan kapal. Mereka beli es di Ternate karena tak ada listrik untuk dibuat di Laigoma foto M Ichi

Dia contohkan, proyek PLTS di tiga pulau yakni Laigoma, Gafi dan Siko di  gugusan kepulauan Guraici setelah beroperasi dan alami kerusakan sulit dilakukan perbaikan. Dalam penggunaanya juga banyak kendala. Misalnya karena kapasitas terbatas maka dilakukan pembatasan penggunaan hanya untuk penerangan.  Hanya saja hal ini sulit dikontrol. Dia lalu menyarankan perlunya dibangun manajemen pengelolaan yang lebih baik ketika  PLTS masuk ke desa. “Proyek PLTS di Pulau Siko  masuk 2016 kemudian di Pulau Gafi  2017  dan di Pulau Laigoma akhir 2018. Tiga proyek ini menghabiskan anggaran APBD puluhan miliar. Sayang kalau kemudian rusak percuma. Karena itu saya sarankan perlu  manajemen pengelolaan untuk keberlanjutannya,” sarannya.     

Saat ini warga yang punya kemampuan ekonomi lebih, bisa menyediakan genzet berbahan bakar solar.  Namun tidak dengan warga kurang mampu. Mereka tetap berharap solar cell  salah satu sumber energi penting. “Meski pun ada genset tetapi energy surya ini sangat penting terutama di pulau seperti kami. Tidak  butuh  BBM dan bisa digunakan selamanya jika dirawat ,” kata  Suparto Mahyadin warga  Siko.    

Desa Siko Pulau Siko yang berdekatan dengan pulau Laigoma mendapatkan proyek PLTS pada 2016 lalu dan menyala beberapa tahun, kemudian rusak satu  tahun belakangan dan belum juga diperbaiki.         

Keberadaan PLTS ini  sangat penting karena genset atau generator tidak bisa dinyalakan 24 jam. Rata-rata warga desa bisa menikmati listrik 6 hingga 12 jam. Selebihnya rumah gelap hanya  gunakan lampu teplok. “Di Pulau seperti Laigoma dan Siko ada juga genset tetapi tidak bisa dinyalakan full karena tingginya biaya beli BBM,” ujarnya. 

Desa-desa  pulau yang mayoritas warganya nelayan dan juga petani butuh listrik untuk bebagai kebutuhan. Tidak hanya untuk penerangan, tetapi juga membuat es balok untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan.  

“Saat ini  seluruh  kebutuhan es  untuk mengawetkan ikan  diambil dari Ternate. Kita inginkan kalau bisa melalui listrik solar cell buat es membantu nelayan  mengawetkan  ikan,”  kata Ade Thaib warga Laigoma.

Lalu  apa yang harus dilakukan masyarakat penerima manfaat, maupun pemerintah yang menyalurkan program solar cell ini  agar  ada keberlanjutannya?

Ikan sebagai salah satu hasil andalan dari Laigoma juga butuh listrik untuk pengawetannya sebelum dibawa ke luar pulau, foto M. Ichi

Sisilia Nurmala Dewi dari Indonesia  Team Leader at 350.org, lembaga yang banyak mendorong isyu energy terbarukan menyatakan, transisi energi itu juga membuahkan transformasi dalam masyarakat. Perlu ada partisipasi warga sejak awal perencanaan, pemasangan, sampai akhirnya pengeloaan dan perawatan. Karena itu dia menyarankan baik Pemerintah maupun mereka yang menjadi penerima manfaat mesti menyiapkan komponen-komponen yang diperlukan. Salah satunya keberadaan institusi/struktur yang mengelola, dan peningkatan pengetahuan keterampilan dalam merawatnya.

“Pemerintah juga perlu mengalokasikan dana yang dibutuhkan dalam melakukan perawatan,”katanya.

Sementara bagaimana baiknya manajemen pengelolaanya sehingga  proyek ini bermanafaat terutama  dalam menjaga dan mengembangkan sumber energy ini,  menurut dia, diperlukan  struktur khusus yang mengelolanya.  Terutama di tingkat desa, bisa dibentuk pengurus khusus. “Kita ambil contoh  seperti yang dilakukan Dusun Kedungrong Kulonprogo pada PLTMH mereka. Pengelolaan bisa juga dilakukan lewat BUMDES seperti PLTH Muara Enggelam di Kalimantan Timur. “Selain itu, pengelolaan dapat juga dilakukan melalui  koperasi yang  ada di desa,” tambahnya.

Selain itu penting juga membangun rasa memiliki masyarakat atas fasilitas energi terbarukan ini.  “Beberapa masyarakat menerapkan sistem iuran warga untuk memastikan ketersediaan dana perawatan, seperti yang dilakukan di Dusun Bondan di Cilacap Jawa Tengah yang saat ini memperoleh anugerah dari Provinsi Jawa Tengah sebagai  Desa Mandiri Energi. Saat ini   350.org   juga mulai mengumpulkan secara perlahan cerita- cerita dari masyarakat tentang energi terbarukan melalui media.

“Misalnya salah satu berita yang saya temukan. Tentang PLTS di Pulau Medang, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Inisiatifnya datang dari anggota masyarakat. Mereka pun merasakan langsung manfaatnya. Namun belum teruji pengelolaannya. Sejauh yang saya  tahu, di pulau-pulau kecil komponen solar panel  perlu perawatan  ekstra karena rentan korosi akibat terkena air laut,” tutupnya. (*)

Tulisan ini merupakan liputan fellowship program kerjasama 350.org bersama kabarpulau.co.id/ dan Mongabay.co.id

  • Penulis:

Rekomendasi Untuk Anda

  • Pulau  Kecil  Meradang  Karena  Ditambang 

    • calendar_month Jum, 19 Jan 2024
    • account_circle
    • visibility 369
    • 0Komentar

    Penulis Dr. Abdul Motalib Angkotasan, S.Pi, M.Si Dosen Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate Kepulauan Indonesia sangat indah, memiliki pulau dengan beragam morfogenesa dan ukuran. Menurut Bengen et al (2014) berdasarkan morfogensa, pulau kecil di Indonesia terdiri dari pulau vulkanik, pulau tektonik, pulau teras terangkat, pulau alluvium, pulau petabah, pulau teras terangkat, pulau karang, dan pulau […]

  • Tanam Mangrove agar “Merdeka” dari Abrasi

    • calendar_month Jum, 4 Sep 2020
    • account_circle
    • visibility 158
    • 0Komentar

    Cerita Aksi Komunitas Pencinta Mangrove Khatulistiwa Kawasan taman pemakaman umum (TPU) Desa Guruapin Kecamatan Kayoa Halmahera Selatan saat ini berada dalam  kondisi terancam. TPU yang berada di pantai  bagian barat desa itu, terancam abrasi cukup serius yang membuat pemakaman itu habis tersapu air. Melihat kondisi yang semakin memprihatinkan itu, Komunitas Pecinta Mangrove Khatulistiwa  (KPMK) yang […]

  • Survei Kecil Kondisi Listrik Pulau-pulau di Maluku Utara

    • calendar_month Jum, 19 Agu 2016
    • account_circle
    • visibility 422
    • 0Komentar

    Kondisi Listrik Yang Miris,  hingga  Interkoneksi Kabel Bawah Laut Maluku Utara termasuk salah satu provinsi kepulauan dan kelautan di Indonesia. Provinsi ini, berdasarkan data Badan Pusat  Statistik  (BPS) 75 persen wilayahnya adalah  laut dengan dihiasi ribuan pulau. Data terbaru Dinas Kelautan dan Perikanan,  Provinsi Maluku Utara memiliki 875  pulau baik yang sudah memiliki nama maupun […]

  • 153 Pulau Kecil Ditambang, 6  Ada di Maluku Utara   

    • calendar_month Rab, 9 Jul 2025
    • account_circle
    • visibility 1.127
    • 0Komentar

    Berapa jumlah pasti pulau kecil dan sangat kecil di Indonesia yang saat ini dieksploitasi terutama kandungan tambangnya?  Jawaban pemerintah,   ternyata mencapai ratusan pulau. Dikutip dari Liputan6.com,   Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan ada 370 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tersebar di 153 pulau-pulau kecil di Indonesia. Dari jumlah izin di pulau kecil itu  ada yang […]

  • Suarakan Regulasi PRL di Forum Internasional Lewat Zonasi

    • calendar_month Ming, 25 Mei 2025
    • account_circle
    • visibility 471
    • 0Komentar

    Penataan ruang laut  (PRL) adalah dasar dari seluruh pemanfaatan ruang yang ada di wilayah pesisir dan laut, agar tercipta keselarasan antara pengembangan ekonomi dan pelestarian ekosistem pesisir dan laut. Ini adalah salah satu  komitmen  Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Hal ini  disampaikan pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan mewakili Indonesia  dalam  forum internasional […]

  • Pulau Kecil Bisa Dikuasai 70 Persen Pemodal

    • calendar_month Kam, 19 Okt 2023
    • account_circle
    • visibility 177
    • 0Komentar

    Data resmi jumlah pulau di Maluku Utara mencapai 1080. Pengaturan pemanfaatan pulau-pulau kecil di daerah ini masih terbilang serampangan. Misalnya pulau kecil yang sebenarnya  rentan  tetapi  dieksploitasi tak tersisa. Kasus di pulau Ge Halmahera Timur dan beberapa pulau kecil lainnya adalah contoh nyata pulau kecil dikuasai  dan dibabat habis. Kementerian  KKP  berjanji  memperketat  aturan main […]

expand_less