Terus Diburu, Rawan Diselundupkan
Masa depan berbagai jenis reptile di hutan Halmahera dan pulau pulau lainya di Maluku Utara akan terus terancam. Terutama untuk jenis reptil yang memiliki harga jual tinggi. Sebut saja jenis kadal, biawak ular bahkan kura kura darat. Berulangkali jenis hewan ini diamankan petugas karena dijual ke luar daerah dan diamankan oleh pihak Balai Konsrvasi Sumberdaya Alam (BKSDA).
Sudah beberapa kali Seksi Konsrvasi Wilayah I Ternate menahan berbagai jenis reptile tersebut dibawa melalui transportasi udara yang terpaksa diamankan karena tidak berizin.
Baru baru ini misalnya, ada 7 ekor reptile yang terdiri dari 3 ekor jenis Kadal Panana (Tiliqua gigas) dan 4 ekor Biawak Maluku (Varanus Indicus). ditahan petugas setelah ditemukan hendak dibawa ke luar dari Maluku Utara secara illegal melalui bandara Sultan Babullah Ternate.
Awal kejadiannya pada Jumat, Jumat (22/9/2023) Balai Karantina Ternate mendapat kontak dari pihak Bandara Baabullah terkait adanya temuan reptil yang ditempatkan dalam kotak plastik dengan keterangan yang tertera sebagai kue kering. Daerah tujuannya akan diselundupkan menuju bandara Soekarno Hatta dengan tujuan akhir Tanjung Priok. Aktivitas ini terbongkar ketika paket yang diantar satu perusahaan jasa antaran barang itu, melewati x-ray di kargo bandara dan terdeteksi terdapat reptil yang disembunyikan.
Adanya temuan tersebut pihak bandara langsung menghubungi petugas Kantor Karantina Ternate untuk dilakukan pemeriksaan. “Setelah kami lakukan pemeriksaan reptil ini dinyatakan dalam kondisi sehat dan kami serahkan ke BKSDA untuk dilakukan tindak lanjut,” jelas Tasrif Kepala Balai Karantina Pertanian Ternate Jumat (22/9/2023) lalu.
Tasrif juga menjelaskan, sebelum dilakukan serah terima reptil ini telah melalui tindakan karantina pemeriksaan untuk diketahui kesehatan reptil.
Bicara soal penyulundupan reptile, Tasrif bilang Maluku Utara merupakan provinsi rawan penyelundupan, baik reptil maupun hewan- hewan lain. Karena itu koordinasi dan sinergi dengan instansi terkait harus terus terjalin dengan baik untuk menjaga Maluku Utara terhindar dari ancaman hama penyakit hewan maupun tumbuhan.
Kepala Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Seksi Konservasi Wilayah I Ternate Abas Hurasan bilang setelah reptileitu diserahkan pihak Karantina Ternate selanjutnya diletakkan di salah satu ruangan di kantor BKSDA Seksi Wilayah Ternate, dan dipantau setiap saat. Termasuk diberi makan agar tidak mati sebelum dilepas ke habitatnya. “Tidak lama lagi kita akan lepas ke alam agar dia bisa hidup bebas di sekitar Ternate saja,” jelasnya.
Soal penyelundupan ini menurut dia akan didalami, karena alamat pengirim barang tersebut yang awalnya disebutkan barang berupa kue, ternyata adalah reptile dan tidak diketahui pemiliknya.
“Kita segera akan berkoordinasi dengan pihak perusahaan paket antaran barang yang ada untuk meminta ditunjukan cctv siapa sebenarnya pengirim dari hewan hewan tersebut,” jelas Abas.
Dia akui, memang ada pengusaha yang memiliki izin yang diberikan BKSDA untuk mengirimkan hewan- hewan ini. Di Maluku Utara ada 3 orang yang mengantongi izin Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri. Mereka sering mengirimkan satwa satwa ini secara resmi. “Dua pecan lalu ada yang kirimkan tetapi itu secara resmi. Yang ditangkap ini yang lakukan pengiriman tidak resmi hingga akhirnya ditahan,” ujarnya.
Dalam dua bulan BKSDA menahan pengiriman illegal reptile yakni Juli dan September 2023 ini. Pada Juli lalu pihak bandara menemukan 45 ekor reptile berbagai jenis selanjutnya disampaikan ke BKSDA untuk dilakukan penahanan. “Yang 45 ekor kita sudah lepas ke kawasan hutan batu putih Sidangoli Halmhera Barat Maluk Utara,” jelasnya. Dia bilang lagi reptile reptile ini belum masuk kategori hewan dilindungi karena itu masih dilakukan eksploitasi.
Muhdar Hasanat salah satu pengusaha yang memiliki izin Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Liar Dalam Negeri bilang, dia biasanya setiap saat mengirim reptile reptile ini ke Jawa. “Baru baru ini saya kirim,” katanya enggan merinci jumlahnya. Dia bilang yang dia lakukan itu secara resmi. Selain itu melalui izin tersebut diberi kuota penangkapan sehingga keberadaanya di alam juga tetap terjaga. Di lapangan Muhdar biasanya membeli per ekor anakannya seharga Rp 100,000. Harga itu tergantung juga motifnya jika albino maka harganya akan semakin mahal.
Dikutip dari (https://biodiversitywarriors.kehati.or.id/ artikel/kadal-panana-kadal-lidah-biru/) salah satu reptile yakni jenis Kadal Panana masuk Kingdom: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Reptilia; Ordo: Squamata; Famili: Scincidae; Genus: Tiliqua; Species: Tiliqua gigas. Sesuai namanya mempunyai lidah yang berwarna biru. Biasanya juga disebut blue tongue, kadal panana, dan ular berkaki. Spesies kadal lidah biru ini dapat ditemukan di daerah Australia dan pulau Papua. Kadal ini memiliki panjang tubuh sekitar 30 – 50 cm, tubuh berwarna cokelat dengan garis kehitaman yang terbentuk melingkari bagian punggung dan lidah berwarna biru sebagai ciri khas hewan tersebut.
Kadal lidah biru ini memiliki 4 tungkai dengan 5 jari yang kecil dan tidak berselaput dan memiliki tubuh agak pipih dan panjang. Kadal lidah biru ini termasuk spesies diurnal atau hewan yang aktif pada siang hari. Biasanya untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, kadal lidah biru ini akan membuka mulutnya lebar–lebar atau bahkan menggigit. Walaupun tidak mempunyai gigi yang runcing, gigitan dari kadal ini sangat kuat sehingga biasanya sulit dilepaskan dan menimbulkan luka cukup serius. Di habitat aslinya, kadal lidah biru biasanya memangsa serangga dan mamalia – mamalia kecil. Selain itu kadal ini juga gemar memakan buah – buahan yang telah jatuh dari pohon. Semua jenis kadal ini bereproduksi dengan cara ovovivipar.
Di alam liar, kadal panana bisa hidup dengan usia cukup panjang. Saat siap kawin, tanda bercak sperma akan muncul di feses. Setelah pembuahan, kadal panana butuh waktu selama tujuh bulan untuk melahirkan anaknya. Termasuk jenis ovovivipar maka anakannya akan keluar dari mulut dalam bentuk kadal. Kalau dalam bentuk telur, bisa dipastikan proses pembuahannya gagal.
Setiap melahirkan, tiliqua gigas bisa mengeluarkan delapan ekor anak. Jumlah ini jauh lebih sedikit dibandingkan reptil lainnya yang bisa menghasilkan puluhan hingga ratusan telur. Beberapa informasi yang dihimpun dari berbagai media menyebutkan, harga satu ekor anakan panana sekitar Rp 200 ribu. Untuk kelas kontes bisa mencapari Rp 2 juta – Rp 3 juta per ekor. Yang paling mahal jenis albino. Tembus Rp 35 juta per ekor untuk ukuran remaja. Di bawahnya ada melanistic (hitam pekat) Rp 25 juta per ekor untuk usia remaja. (*)
CEO Kabar Pulau