Pemasangan rumpon sebagai tempat berkumpulnya beragam ikan pelagis, masih menjadi masalah. Padahal rumpon sebenarnya dapat mendukung kegiatan penangkapan ikan, mencakup satu kesatuan dengan kapal penangkap ikan, menggunakan berbagai bentuk dan jenis penarik sebagai alat bantu mengumpulkan ikan dan digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan.
Saat ini, masih banyak nelayan belum memiliki izin penempatan rumpon mereka. Perizinan rumpon menjadi isu penting di Malut dan Indonesia, terutama untuk rumpon berjangkar (anchored FADs) yang mengumpulkan sekumpulan cakalang (SKJ), tuna sirip kuning (YFT) dan tuna mata besar (BET).
Pemerintah sendiri telah berupaya dalam mengelola rumpon melalui penerbitan berbagai kebijakan rumpon. Misalnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (PERMEN KP) No. 26 tahun 2014 dan saat ini telah direvisi menjadi PERMEN-KP No.18 tahun 2021.
Keberadaan rumpon yang menjamur membuat nelayan kecil terdesak. Hasil tangkapan mereka kian menurun, ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil dan lokasi penangkapan makin jauh. Tidak berhenti di situ saja, rumpon yang dipasang dan tidak berizin sering kali menghalangi jalur pergerakan kapal. Karena itu, sepatutnya keberadaan rumpon harus segera ditata kembali sesuai aturan yang telah ditetapkan.
Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat yang selama ini memberikan pendampingan terhadap nelayan di berbagai wilayah di Indonesia termasuk Maluku Utara telah berkolaborasi dengan nelayan yang ada di Pulau Bisa Obi Halmahera Selatan untuk merealisasikan rumpon berizin di daerah tersebut. Usaha itu telah berhasil di mana para nelayan di sana saat ini sudah mengantongi izin rumpon tersebut.
Sarno La Jiwa, nelayan Pulau Bisa, Maluku Utara mengeluhkan keberadaan rumpon yang menjamur dan semakin banyak kapal purse seine dari luar daerah yang menyebabkan nelayan setempat kesulitan memperoleh ikan. “Kondisi itu membuat saya mulai mengalihkan target tangkapan menjadi ikan karang agar tetap bisa menyambung hidup. Bahkan beberapa nelayan beralih profesi menjadi tukang ojek dan mengadu nasib menjadi penambang emas,” ujar Sarno seperti dilansir situs MDPI.

Meski begitu nelayan di Pulau Bisa Obi Halmahera Selatan yang tergabung dalam Koperasi Komite Tuna Bisa Mandioli bersama MDPI telah mengantongi izin pemasangan rumpon dari pemerintah provinsi Maluku Utara. Sejumlah data yang dibutuhkan berhasil terkumpul dan memenuhi persyaratan, mulai dari surat rekomendasi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi, surat rekomendasi Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP), dan beberapa persyaratan lainnya. Melalui perjuangan panjang akhirnya Surat Izin Penempatan Rumpon (SIPR) diterbitkan pada 20 Desember 2022 lalu.
Nelayan binaan MDPI yang tergabung bersama Koperasi Komite Tuna Bisa Mandioli mengambil langkah untuk melakukan pengurusan SIPR karena menyadari bahwa regulasi ini penting untuk mengatur keserasian ruang laut dan dampak dari perikanan tangkap, sehingga perlu diatur untuk keberlanjutan sumber daya perikanan.
Mengingat pengurusan perizinan rumpon merupakan hal baru dan perlu melewati banyak tahapan, MDPI memberikan dukungan penuh dalam memfasilitasi proses perizinan penempatan rumpon, mulai dari pengurusan dokumen dasar Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) hingga penyediaan data pendukung dokumen dasar berupa data pasang surut, data arah dan kecepatan arus, tinggi gelombang, peta kedalaman laut, data sosial ekonomi masyarakat dan lain sebagainya.
“Setelah lima bulan sejak pengurusan dokumen dasar melalui Online Single Submission (OSS), dokumen PKKPRL akhirnya terbit. Proses ini tidak berhenti begitu saja, namun nelayan Pulau Bisa dengan dampingan MDPI kembali bergerak untuk melakukan pengurusan SIPR di pemerintah daerah. Hal ini sejalan dengan peraturan yang berlaku, di mana pemerintah daerah memiliki kewenangan atas rumpon yang pemasangannya diajukan di bawah 12 mil,” jelas Putra Satria Timur personal MDPI.
Menurutnya, perjuangan para nelayan binaan MDPI dan upaya kolaboratif bersama KKP dan pemerintah daerah membuahkan hasil dengan terbitnya SIPR pertama di Maluku Utara, bahkan di Indonesia. Ini menjadi bukti bahwa pengurusan dokumen yang sebelumnya dianggap sulit ternyata dapat dilakukan, selama dijalankan secara tuntas dan tertata. Keberhasilan ini dirayakan dengan penyerahan dokumen SIPR secara langsung oleh Kepala Dinas Penanam Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang diwakili Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Kelautan Perikanan Provinsi Maluku Utara Sugiharsono. Penyerahan tersebut diterima oleh perwakilan nelayan Koperasi Komite Tuna Bisa Mandioli, Sarno La Jiwa saat Pertemuan Reguler Komite Pengelola Bersama Perikanan Tuna Provinsi Maluku Utara pada 21 Desember 2022.
“Rumpon yang kita tanam ini harus punya izin. Kami tidak mau punya barang yang illegal karena sertifikasi Fair Trade mengajarkan kita untuk melakukan kegiatan penangkapan yang legal,” jelas Sarno. Harapannya dengan SIPR pertama ini akan diikuti pengurusan SIPR pada rumpon-rumpon lainnya di Indonesia dan melegalkan status ikan yang ditangkap oleh nelayan kecil yang tergabung dalam nelayan bersertifikasi. (*)

CEO Kabar Pulau