Home / Baronda

Jumat, 4 Juni 2021 - 01:05 WIT

Nikmati Tiga Mata Air di Hutan Mangrove Gamtala

Desa Gamtala Jailolo Kabupaten Halmahera Barat Maluku Utara terbilang  bersih. Di kiri kanan jalan juga asri, membuat desa ini benar benar  menarik untuk dikunjungi. Menyusuri jalan utama desa ini terlihat rumah-rumah  memiliki halaman luas diisi beragam tanaman  buah seperti rambutan, manggis, jeruk  bahkan durian. Tak ketinggalan ragam pangan local seperti pisang ikut disisipkan.  Desa ini dikelilingi oleh hutan mangrove.   Gamtala menjadi  satu  desa di Halmahera Barat yang ditetapkan sebagai satu dari 17 desa wisata di daerah ini sejak 2015 lalu. Potensi mangrovenya  menjadi salah satu destinasi wisata penting di Halmahera Barat.   Selain mangrove ada sumber mata air dan dijadikan  obyek wisata  menarik.

Untuk mencapai lokasi wisata ini, mudah saja. Sangat dekat dari pusat kota Jailolo. Menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat, pengunjung  sampai ke lokasi ini hanya butuh waktu 15 menit. Lokasi wisata Gamtala ini memiliki hutan mangrove dengan tiga mata air yakni panas, hangat dan dingin. Sumber mata air itu melintasi kawasan hutan mangrove yang bertemu di satu titik dan membentuk  sungai menuju pantai yang dikenal dengan Sungai Banyo Sau.

Selain  itu, di  perbatasan  desa  Gamtala dan Lako Ake Lamo  ada benteng tinggalan zaman penjajah. Benteng bernama Saboega yang dibangun bangsa Belanda itu dikelilingi hutan mangrove. Benteng ini menjadi satu kesatuan dalam  program susur mangrove  di kawasan wisata  hutan mangrove  Gamtala.

Tidak itu saja masyarakat setempat turut menawarkan  pesona budaya tari  tarian, makan adat   di rumah adat Sasadu untuk menggabungkan potensi alam dan budaya warga setempat jika dinginkan pengunjung yang ingin menyaksikan.   

Saat ini setiap waktu   liburan warga datang dari berbagai penjuru Halmahera Barat.  Mereka tidak sekadar   mandi dan berendam di air panas. Mereka  juga ikut menyusuri kawasan hutan mangrove yang lebat sambil berswa foto di atas  jembatan kayu yang panjangnya hamper satu kilometer itu.

Untuk menyusuri benteng, dari Gamtala bisa menggunakan body perahu bermesin tempel  membutuhkan waktu 1,5 jam dari Gamtala  melewati  sungai  Banyo Sau.   

Saat  menyusuri kawasan mangrove Gamtala melihat dari dekat begitu pentingnya potensi desa  ini  dilindungi.  Sumber mata air Banyo Sau  berada hanya kurang lebih 50 meter dari Desa Gamtala. Di bagian Barat desa tepatnya di ujung  kampung  sumber mata air ini telah dibuatkan sebuah  kolam besar berukuran sekira 50×75.  Kolam besar itu merupakan mata air yang telah dilindungi. Warga setempat menyebutnya dengan Balen Lasa  atau tempat mandi dengan penanda pohon langsat.

Selain menjadi tempat wisata, di kolam besar ini   jadi    tempat bersandarnya perahu warga. Perahu perahu bermesin tempel ini selain  dipakai mencari ikan juga sebagai alat transportasi ketika pengunjung mau pakai  untuk  susur mangrove dan benteng. Tiap perahu bisa disewa  Rp250 ribu. 

Tak jauh dari   kolam besar  itu ada dua sumber mata air yakni hangat dan panas.  Dengan demikian secara keseluruhan ada  tiga   sumber mata air bertemu di satu  sungai  namanya Banyo Sau. Sungai Banyo Sau ini mengalir dan akan bertemu sungai besar Lako Akelamo  yang selanjutnya menuju muara sungai.

“Dulu ketika akses transportasi keluar masih tertutup,  alur sungai ini  dimanfaatkan warga untuk  akses  ke Ternate dan kampung lainnya dengan memanfatkan  perahu. Ketika warga mau menjual hasil kebun berupa kopra maupun pangan local mereka  manfaatkan sungai ini   masuk ke luar desa. 

Setelah   tahun 2000 an   ketika akses jalan sudah bagus pilihan  transportasi yang disediakan  dari dan ke Ternate   sudah beragam. Saat ini  tersisa warga memanfaatkan sungai ini untuk turun melaut atau  mengunjungi sanak family  di kampung pesisir  di kecamatan Sahu Halmahera Barat.

Lalu bagaimana dengan  mangrovenya? Ternyata   wilayahnya cukup luas mencapai 10 ribu hektar. Ini jika dihitung sampai ke kawasan pesisir pantai.  

Di dekat kawasan  yang telah ditata menjadi area susur mangrove, terlihat beberapa jenis pohon mangrove berdiri menjulang. Tidak itu saja di tepi sungai yang lebarnya tak sampai 5 meter terlihat pohon nipah   menghiasi sepanjang sungai.

Kaya Beragam Jenis Mangrove

Potensi mangrove sendiri sesuai hasil identifikasi   Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Uiversitas Khairun Ternate bersama Mapala Pecinta Alam Pesisir FPIK yang dikerjasamakan dengan Pemerintah Desa Gamtala, menemukan ada beberapa  jenis mangrove  tumbuh di  kawasan wisata  ini.  Ada Alanthus ilicifolius L  dengan  nama local   rawi, jeruju hitam, daruyu  dan darulu.  Sonneratia caseolaris  atau nama lokalnya posi-posi.  Nypa fruticans. orang Maluku Utara mengenalnya dengan boboAvicennia alba Bl   nama lokalnya fika fika  atau api api. Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera sexangular, Rhizopra apiculaata atau pohon soki. Xyilocarpus granatum  Koen atau nama localnya Kabi Mageso, Aerostichum speciosum Wild  nama lokalnya Nyiud atau piai lasa. Ada juga Pandanus tectorius atau orang Maluku Utara mengenalnya dengan buro buro. Ragam jenis mangrove di atas menghiasi sebagian besar kawasan mangrove di Gamtala  mulai dari yang telah dikelola menjadi asset wisata hingga yang belum dikelola

Baca Juga  Ini Desakan Just-In WASH Coalition untuk Pemerintah

“Dulu sebelum  ditetapkan menjadi desa wisata kawasan mangrove ini banyak dirambah. Hutan mangrove ini  dieksploitasi untuk berbagai kepentingan terutama untuk bisnis kayu bakar maupun kebutuhan rumah tangga lainnya,” ,” jelas Nelson Liot Sekretaris  Pokdarwis Banyo Sau.

Nelson  akui eksploitasi mangrove memang massal terjadi. Namun sejak adanya penetapan Gamtala sebagai desa wisata, perlahan lahan eksploitasi mangrove mulai dikurangi. DIakui perambahan masing sering terjadi. Penebangan mangrove dan perusakan sering terjadi. Hanya saja karena  upaya persuasive dan sosialisasi tetap dilakukan guna memberikan penyadaran tentang betapa pentingnya hutan  mangrove bagi kelangsungan  hidup   manusia. Selain  itu kata dia,  terpenting adalah upaya perlindungan  menjaga mangrove  sebagai tempat hidup berbagai biota serta bertelurnya ikan.   Dia  bilang   perambahan hutan mangrove ini  butuh intervensi dari pemerintah membantu menekan perambahan ke kawasan hutan mangrove dengan imbauan mengginakan papan larangan.

“Kita sangat butuh peran pemerintah memasang berbagai papan pengumuman larangan  menebang mangrove di kawasan hutan   dan pesisir yang telah dilindungi. Dengan begitu bisa membantu menekan adanya aktivitas warga di luar desa Gamtala,” jelas Nelson.

Apalagi tema yang diusung  Desa Gamtala ini adalah wisata  jasa lingkungan, budaya dan edukasi, maka  asset mangrove ini harus dijaga  dan dilindungi. Kawasan wisata ini   nanti  bisa menjadi tempat belajar siswa jika ingin mempelajari  mangrove dan seluk beluknya. Mereka  bisa datang ke sini  mengamati  mangrove dan berbagai bioata   di dalamnya seperti jenis burung.  

Untuk upaya perlindungan,  warga meminta ada  intervensi pemerintah terutama  pihak dinas kehutanan  membuat plang  larangan jangan sampai ada lagi perambahan  maupun alih fungsi.  Jika terjadi demikian  nanti dampaknya  dirasakan masyarakat.  “Kami tidak mau ada penebangan atau alihfungsi lahan mangrove. Karena kami sadar hutan mangrove  menjadi benteng perlindungan bagi desa terutama jika ada bencana tsunami.  Mangrove yang mengelilingi desa ini adalah benteng dan hal itu sudah disadari masyarakat ,” kata Ketua Pokdarwis Gamtala Kramel Sowo.

Memang katanya pihak desa tetap melakukan pencegahan agar tidak terjadi penebangan   dan terjadi alih fungsi. Hanya saja kadang kala ada orang tidak bertanggung jawab masih melakukan hal-hal yang bersifat merusak. Hal ini dibutuhkan ada intervensi pemerintah. Tujuannya perlindungan itu mengikat semua masyarakat.  Saat ini masih ditemukan ada perambahan  bukan hanya masyarakat desa Gamtala tetepi juga  dari desa  sekitarnya. Adanya intervensi dari pemerintah itu akan memberikan warning kepada semua pihak.    

“Kita  alami kesulitan jika perambahnya dari luar desa Gamtala. Untuk  masyarakat desa Gamtala karena ada sosialisasi manfaat hutan mangrove terus menerus   membuat mereka mulai sadar ,” imbuhnya.

Regulasi Pengelolaan Mangrove  dan Pesisir  

Halmahera Barat adalah satu-satunya Kabupaten di Maluku Utara yang telah menginisiasi lahirnya Peraturan  Daerah Kabupaten Halmahera  Barat  Nomor  4 Tahun  2012 Tentang  Pengelolaan  Wilayah  Pesisir dan  Pulau-pulau  Kecil Secara Terintegras dan Berkelanjutan. 

Daerah ini memiliki desa di wilayah pesisir dan pedalaman. Berbeda dengan kabupaten lainnya di Maluku Utara. Rata rata  memiliki desa di daerah pesisir. Halmahera Selatan misalnya  memiliki desa pesisir  dan pulau terbanyak namum sejauh ini belum memiliki regulasi daerah yang mengatur pesisir dan pulau- pulau kecil. Halmahera Barat yang pertama kali menggolkan Perda Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Untuk Provinsi Maluku Utara nanti 2018 lalu baru dihasilkan Perda Rencana Zonasi Wilayah Peisisir dan Pulau  Pulau Kecil (RZWP3K), Perda nomor 2 tahun 2018.  

Adanya Perda ini maka  sejak  8 tahun lalu, sudah dilakukan gerakan perlindungan mangrove dan  terumbu karang di kabupaten Halmahera Barat.  Halmahera Barat memiliki wilayah pesisir dan  luas lautan mencapai 11.636,42 km.

Baca Juga  Ekowisata Cengkeh Afo, Padukan Sejarah dan Alam

Berdasarkan naskah dokumen Perda   Nomor  4 Tahun  2012 Tentang  Pengelolaan  Wilayah  Pesisir dan  Pulau-pulau  Kecil Secara Terintegras dan Berkelanjutan menjelaskan  mengingat pentingnya ekosistim wilayah pesisir, kemudian dicanangkan Perikanan dan Kelautan sebagai salah satu program unggulan, sekaligus menjamin pemanfaatan sumber daya wilayah pesisir yang  lestari. Sementara  di wilayah pesisir Halmahera Barat juga sedang menghadapi degradasi lingkungan.   

Kolam besar sumber mata air yang mengalir dan menjadi sungaii di kawasan hutan mangrove Gamtaka. Selain sebagai tempat mandi juga dijadikan tempat sandar perahu mulik warga (1)

Ancaman kerusakan ini berasal dari kegiatan yang tidak berwawasan lingkungan, baik untuk kepentingan ekonomi maupun akibat kekurang pahaman.   Akumulasi dari berbagai kegiatan eksploitasi  di wilayah pesisir atau dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir yang tidak dukung peraturan  itu sering menimbulkan kerusakan sumberdaya pesisir.  Sementara kesadaran nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan, dan berbasis masyarakat relative kurang, menjadi penghalang dalam pembangunan kawasan pesisir dan keberhasilan program unggulan perikanan dan kelautan  Halmahera Barat.  Karena itu pula maka diinisiasi  hingga lahirnya  Perda No 2/2012 tersebut.    Hasil dari Perda ini hutan mangrove yang ada di Halmahera Barat tidak hanya diberi perlindungan khusus tetapi  turut dimanfaatkan menjadi kawasan wisata. Hutan mangrove Gamtala menjadi cotothnya. Saat ini di  kawasaan hutan mengrove ini telah dikembangkan berbagai sarana prasarana untuk mendukung pemanfaatan jasa lingkungan dari hutan mangrove yang ada.

Untuk pengembangan asset   wisata sebagai desa yang telah ditetapkan menjadi desa wisata,  saat ini pemerintah Kabupaten Halmahera Barat telah membantu membangun sejumlah sarana penting. Ada puluhan gazebo, membangun jembatan kayu yang berfungsi untuk susur mangrove,  hingga membangun  sarana diketiga mata air Gamtala.  Sarana  sarana ini diharapkan ikut membantu pemanfaatan kawasan mangrove ini menjadi icon  wisata di Halmahera Barat.

Penetapan kawasan hutan mangrove Gamtala sekaligus sebagai  desa  wisata ini berdasarkan  potensi yang dimiliki. Dinas Pariwisata Kabupaten Halmahera Barat dengan beberapa pertimbangan menetapkan kawasan  ini menjadi wilayah ekowisata yang menggabungkan   menjadi tempat Pendidikan serta wisata budaya yang biasa disebut dengan ekoeduwisata . 

Kepala Dinas Pariwasata kabupaten Halmahera Barat Feny Kiat bilang, untuk kawasan mangrove merupakan  wilayah instansi  kehutanan karena berhubungan dengan masalah konservasi.  Namun demikian setelah ditetapkan menjadi kawasan wisata, pihaknya juga punya kepentingan untuk mengembangkannya menjadi asset wisata. Karena itu pihaknya mengembangkan kawasan wisata ini dengan focus pada ekowisata dan  Pendidikan. Harapannya baik sekolah dari tingkat SD hingga SMA dapat memanfaatkan kawasan wisata ini menjadi tempat belajarterutama ketika melakukan praktek atau belajar tentang mangrove dan ekosistemnya. 

“Jadi dari lokasi wisata ini tidak hanya dilakukan susur mangrove dan menikmati alamnya tetapi juga menjadi tempat belajar untuk mempelajari  mangrove secara lebih mendalam di lapangan,” jelas Feni.    

Saat ini berbagai fasilitas wisata  telah  dibangun dan Sebagian besar sudah selesai. Harapannya   keberadaan  fasilitas pendukung wisata ini, mampu mendongkrak pengunjung  untuk datang menikmati hutan mangrove ini dengan beberapa asset yang ada di dalamnya.  Sebenarnya tempat wisata ini adalah upaya menciptakan ruang baru bagi pariwisata dan pendidikan. Jadi  temopat ini akan menjadi ruang belajar baru tidak hanya di ruang kelas tetapi juga di alam untuk lebih mengenal alam dan lingkungannya. Hal seperti ini akan lebih menginspirasi.  Untuk menyiapkan masyarakat yang ada di kawasan wisata ini dengan membentik kelompok Pokdarwis. Mereka yang mengelola dan mengembangkan tempat wisasta ini  dibantu Dinas Pariwisata.  I

ni bagian dari komitmen mengembangkan pariwisata   berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Mereka tidak dilepas begitu saja  tetapi ada pendampingan dan pembinaan untuk mengelola kawasan wisata ini. Masyarakat punya kemampuan  terbatas  untuk manajemen pengelolaan pariwisata. Karena itu butuh didampingi  dinas pariwisata. Pokdarwis ini diberi penguatan  dan penigkatan kapasitas dengan  pelatihan dan workshop   salah satu  misalnya dilatih menjadi pemandu wisata alam serta pelatihan  tata kelola dan manajemen pariwisata serta home stay.  Untuk penguatan potensi budaya yakni keragaman budaya masyarakat Sahu. Nanti kita buat model wisata yang terintegrasi antara alam hutan mangrove budaya dan benteng sebagai sebuah asset sejarah penting. Selain   dengan masyarakat ada juga komunitas anak muda.   Sistem pengelolaanya  oleh desa dan  nanti ada bagi hasil dengan kabupaten.(*)   

Share :

Baca Juga

Baronda

Mengenal Pulau SIBU,Kecil nan Indah dan Dikeramatkan
Kondisi hutan di kawasan Taman Nasional Ake Tajawe Lolobata yang masih terjaga foto Opan Jacky

Baronda

TNAL Miliki Aset Wisata Gua Menakjubkan

Baronda

KPK: Kampus Harusnya Kawal Perusahaan Tambang

Baronda

Mtu Mya Halteng, Destinasi Eksotis yang Terancam Abrasi

Baronda

Saatnya Pariwisata Go Digital
Pulau Widi di Maluku Utara

Baronda

Widi, Sepotong Surga di Negeri Giman

Baronda

Saatnya Pariwisata Malut Genjot Wisatawan Domestik

Baronda

Menikmati Ekowisata Bukit Lona Pulau Tidore