Dari Masalah Pajak, Ekologi, hingga Warga Kehilangan Ruang
Suara Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Maluku Utara Zainab Alting agak meninggi, ketika membacakan data perusahaan yang belum melaporkan kepemilikan kendaraannya saat rapat bersama pelaku usaha pertambangan di Wilayah Maluku Utara dan KPK, di Meeting Room Red Corner Ternate, Kamis (13/10/2022) akhir tahun lalu.
Laporan jumlah kendaraan ini berhubungan dengan pajak yang harus dibayarkan ke daerah yang menjadi kewajiban mereka karena berhubungan dengan pajak yang akan dibayarkan ke daerah. Dia terlihat marah karena menganggap membandel dan menjadi bentuk ketidakpatuhan perusahaan tambang nikel di Maluku Utara. Karena tak ada data itu juga, pajak kendaraan yang mestinya menjadi pendapatan daerah hingga kini belum jelas.
Pertemuan pemerintah daerah dengan KPK, pihak perusahaan tambang di Maluku Utara bersama Tim Direktorat Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK itu, dalam agenda Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Maluku Utara Kamis (13/10/20222) belum lama ini. Saat itu Zainab mempersoalkan salah satu perusahaan besar yang mengelola nikel di Maluku Utara yakni PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) yang dianggapnya tidak menghiraukan permintaan Pemerintah Provinsi Maluku Utara. Perusahaan ini enggan melaporkan kendaraannya. Padahal, data tersebut wajib diberikan agar diketahui jumlah kendaraan yang dimiliki karena berhubungan dengan besaran pajak kendaraan yang wajib dibayar kepada daerah.
“Ada perusahaan tambang yang sampai saat ini belum melaporkan jumlah kendaraanya termasuk kendaraan berat padahal kita sudah memintanya berulang kali,” kata Zainab dalam pertemuan itu.
Ketua Tim Direktorat Koordinasi Supervisi Wilayah V Malut KPK Dian Patria yang memimpin rapat tersebut langsung mempertanyakan kesediaan dari PT IWIP menyerahkan data jumlah kendaraan yang dimilikinya. Hanya saja karena hanya diwakili Bidang SDM sehingga mereka mengaku akan mengkoordinaskan lagi dan segera diserahkan data jumlah kendaraan itu. “Kami akan koordinasikan segera dengan dengan atasan kami agar segera diberikan data itu,” ujar Rahmat salah satu perwakilan dari bidang SDM PT IWIP.
Dalam kasus ini, pemerintah daerah sepertinya tidak berdaya meminta secara langsung termasuk menagih pajaknya. Karena itu Zainab ikut berharap KPK membantu pemerintah daerah meminta data maupun menagih pajak yang ditunggak perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Malut, terutama di Kabupaten di Halmahera Tengah.
Tidak berdayanya pemerintah daerah Maluku Utara itu terbukti dengan tidak memiliki kemampuan sama sekali menekan pihak korporasi menyelesaikan kewajiban mereka. Tidak hanya menyangkut daftar jumlah kendaraanya tetapi juga beberapa jenis pajak yang nilainya ratusan miliar sampai saat ini tidak bisa ditagih pemerintah daerah. Terbaru, ada 19 perusahaan tambang nikel tidak memiliki NPWP atau tidak tercatat. Ini mengindikasikan pembayaran pajak mereka juga tidak dilaksanakan.
Dari banyaknya kendaraan termasuk kendaraan berat itu hingga kini belum dibayar pajaknya.
Padahal jika merujuk UU Nomor 1 tahun 2022, bahwa kendaraan berat harus diregistrasi. Jika belum diregistrasi agar secepatnya dilakukan registrasi termasuk kendaraan pelat luar yang sudah ada di perusahaan agar segera diproses registrasi.
Soal kewajiban pajak oleh perusahaan tambang ada beberapa jenis pajak yang nilainya puluhan miliar belum juga dibayar perusahaan asal China yang cukup besar investasinya ke Halmahera Tenga Maluku Utara itu.
Perusahaan yang beroperasi di Weda Utara, Halmahera Tengah itu selain belum membayar pajak kendaraan juga belum membayar Pajak Air Permukaan (PAP).
Jainab Alting usai pertemuan mengatakan, pihaknya sudah mendatangi PT IWIP lebih dari lima kali, namun partisipasi terhadap PAP tidak menunjukan progres signifikan. Selain itu, terkait pajak kendaraan, PT IWIP sepertinya tidak mempunyai itikad baik membayar pajak, hal itu dapat dilihat dari data jumlah kendaraan yang enggan disampaikan kepada pemerintah provinsi.
“Yang belum bayar ini terkait pajak kendaraan bermotor. Mereka punya kendaraan cukup banyak. Terakhir kami berkunjung kami dijanjikan akan diberikan data kendaraan bermotor untuk diregistrasi oleh Kapolda. Sampai hari ini kami diberikan data kendarah hanya 26 unit,” ungkap Jainab. “Dari 26 itu, dua alat berat dan sisanya alat besar,” imbuhnya.
Sikap tidak transparan PT IWIP itu kata dia, berpengaruh pada minimnya penarikan pajak air permukaan dan kendaraan yang memengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Maluku Utara di sektor retribusi pertambangan.
Bukan hanya PAP dan pajak kendaraan yang tidak ditunaikan, IWIP juga lalai dalam pajak restoran kepada Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah. Hal ini terungkap dalam rapat tersebut di mana Dinas Pendapatan Daerah Halmahera Tengah hadir dalam rapat tersebut ikut mempersoalkan pajak restoran yang belum dibayarkan dengan nilai mencapai puluhan miliar.
Rahmat, salah perwakilan dari PT IWIP dalam rapat itu menyampaikan bahwa menyangkut kewajiban pajak yang harus dibayar, pihaknya masih menganalisis terkait regulasi yang tertuang dalam Pasal 5 Peraturan Bupati no 37 Tahun 2022, tentang alat berat yang beroperasi di Halmahera Tengah dikenakan pajak.
“Sementara pada Pasal 4 UU no 1 Tahun 2022, soal penguasaan alat berat pajaknya dipungut oleh pemerintah provinsi. Jadi kami bingung soal posisi hukum atau kasusnya. Jadi kami masih analisis dulu,”kilah Rahmat.
Mendengar tanggapan itu Ketua Satgas Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, Dian Patria langsung menimpali sembari mengatakan pihak IWIP tidak perlu bingung. Perusahaan hanya perlu memberikan data yang diminta pemerintah provinsi.
“Data alat berat nol, tidak mungkin nol kan. Selain itu, pajak air permukaan kok saya lihat berbeda, dibanding dengan PT Harita kok kecil. Selain itu, pajak restoran juga tidak dibayar,” ujar Dian. Dia menyebut, KPK akan memonitor secara formal maupun informal untuk ditegaskan lagi kepada PT IWIP. “Saya bilang, kenapa yang lain bisa kok IWIP tidak bisa. Mari kita sama-sama awasi ,” harapnya.
Ia juga meminta minta Pemprov Malut menyurat ke Kementrian ESDM atau Kemenperim terkait izin kawasan industrinya yang dikeluarkan tidak dilampirkan dengan kewajiban pajak yang harus direalisasikan oleh pihak perusahaan. Ia menegaskan, apabila hal tersebut tidak lagi digubris, maka pihak perusahaan dapat dieksekusi sesuai peraturan yang diatar dalam Pasal 50 Permen ESDM Tahun 2018.
Persoalan tunggakan pajak ini membuat KPK turun tangan pada Kamis (4/11/2022) lalu KPK mendatangi PT IWIP dan memfasilitasi pertemuan bersama pemerintah daerah provinsi Malut Pemkab Halmahera Tengah bersama kantor pajak pratama Ternate. Pemkab Halteng diwakili Wakil Bupati Abdurahim Odeyani serta pihak Bapenda Provinsi dan BKPP serta dan KPP Ternate. Pertemuan yang dihadiri langsung Kasatgas KPK Wilayah V Maluku Utara Dian Patria dan dan Manager Eksternal PT IWIP Yudha Permana Jayadikarta pihak PT IWIP bersedia membayar tunggakap pajak mereka yang nilainya mencapai Rp71 miliar lebih. Nilai tersebut terdiri dari beberapa jenis pajak. Misalnya Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) senilai Rp3,13 miliar pajak PPJ non PLN RP13,09 milar lebih serta pajak restoran sebesar Rp54, 90 miliar. Pemkab Halteng misalnya dalam pertemuan tersebut membeber kewajiban lainnya yang belum dilunasi termasuk soal retribusi penggunaan tenaga kerja asing. Sementara dari pihak Pemprov mempersoalkan data jumlah kendaraan yang tak kunjung disampaikan.
Soal data jumlah kendaraan ini pihak perusahaan berjanji akan memenuhinya sebelum 17 November tahun lalu.
Sekadar diketahui perusahaan yang menunggak pajak ini tidk hanya di IWIP tetapi juga di PT Sambaki Tambang Sentosa di Halmahera Timur juga menunggak pajak senilai 2 milar ke Pemkab Haltim. Sebelumnya sesuai hasil audit BPK tahun 2022 ada 12 perusahaan yang menunggak pajak yang nilainya mencapai Rp106,1 miliar. Dari total nilai tersebut terbesarnya di PT IWIP.
Jangan Ada Suap Sektor Pajak Pertambangan
Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) KPK Wilayah V Dian Patria, mengatakan evaluasi hasil Korsup sektor pajak pertambangan penting dilakukan. Rencananya dilaksanakan pada 2023 dan akan dijadwalkan kembali. .”Penting dilakukan evaluasi hasil korsup pertambangan, tapi tidak tahun ini,”ungkapnya Sabtu akhir pekan kemarin di Ternate .
Dian menjelaskan, kehadiran KPK di Maluku Utara, untuk menjembatani sejumlah persoalan yang selama ini belum menemukan titik temu antara Pemda dengan pemgelola kawasan pertambangan, seperti yang terjadi di PT. Indonesi Weda Bay Industrial Park (PT. IWIP). “Kunjungan yang digagas KPK tersebut, merupakan salah satu cara memenuhi tersumbatnya komunikasi yang selama ini terjadi antara para pihak. KPK dengan peran Korsup hadir menjembatani dan memfasilitasi kepentingan para pihak, untuk memastikan tidak ada pihak yang dilanggar haknya dan semua pihak melaksanakan kewajibannya,” jelasnya.
Apa yang dilakukan itu sebuah pendekatan KPK untuk mencegah kerugian yang lebih besar lagi. KPK hadir sebagai pihak yang netral dengan harapan investasi sampai dengan 2025 yang direncanakan akan mencapai Rp19 miliar dolar akan memberikan dampak nyata bagi pembangunan di daerah. Olehnya itu wajib bagi semua pihak menjamin tidak ada yang dirugikan karena ada gangguan teknis maupun non teknis di lapangan.
KPK turut mengingatkan tidak ada praktek suap di lapangan terutama dalam hal pajak pajak pertambangan karena akan merugikan negara dan rakyat. “Jangan ada praktek suap, gratifikasi, atau tindak pidana lainnya, karena ini akan mengganggu kepentingan negara dalam jangka panjang,”tegasnya.
Dian mengaku, selama ini persoalan non-teknis kerap kali muncul karena ada pihak yang ingin mengambil kesempatan untuk kepentingan diri atau kelompoknya lalu mengabaikan kepentingan yang lebih besar dalam jangka panjang.
Lantas bagaimana dengan kewajiban lingkungan dan social?.
KPK turut mengingatkan agar, semua hal harus dipenuhi perusahaan. Tidak ada gunanya investasi atau pemanfaatan kekayaan tambang jika akhirnya membuat hidup masyarakat menjadi sengsara. Pasalnya selama ini taraf hidup masyarakat di daerah lingkar tambang seperti di Halmahera Tengah masih di bawah kabupaten/kota lainnya. “Padahal semestinya kehadiran industri berbasis tambang sudah memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,”jelas Dian.
Direktur WALHI Maluku Utara Faisal Ratuela bilang, fakta hari ini terkait ketidakberdayaan pemerintah daerah berhadapan dengan korporasi tambang, adalah fakta di depan mata. Ini juga sebenarnya berhubungan dengan kelalaian pemerintah daerah jor-joran mengeluarkan ratusan izin usaha pertambangan yang saat ini menjadi kutukan bagi pemerintah daerah sendiri. Ratusan izin usaha pertambangan yang hari ini ada dan dikantongi korporasi itu karena izin yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah sendiri.
Bagi Walhi upaya Pemerintah Maluku Utara lebih menggenjot pendapatan dari sektor pertambangan itu karena merasa lebih mudah tanpa ada proses panjang serta mengeluarkan biaya dan penyiapan sumber daya manusianya.
Apalagi infrastruktur serta modal menjadi tanggung jawab pihak yang menginvestasikan modalnya.
Pun aspek pengawasan tanpa mengeluarkan biaya, pemilik modal atau investor akan memberikan seluruh fasilitas penunjang untuk pengawasan dan pemantauan lingkungan.
Sementara, jika pemerintah daerah mendorong pengembangan di sektor perikanan dan pertanian harus mengeluarkan biaya terkait penyiapan SDM, infrastruktur pendukung serta sarana dan prasarana dengan waktu tunggu lama untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk PAD.
Ekspektasi itu ternyata menuai masalah sebaliknya. Faisal bilang dalam hal pengawasan lingkungan pemerintah daerah benar benar tidak berdaya. Kasus yang terjadi di Obi, Halmahera Timur dan Halmahera Tengah tidak pernah ada aksi nyata. Padahal lingkungan sudah begitu parahnya.
“Pemerintah daerah benar benar tak berdaya dalam hal pengawasan lingkungan, padahal penghancuran ekologi begitunyata. Kehancuran ekologi di Kawasi Obi dan Lelilef Halmahera Tengah itu luar biasa. Sungai dan laut tercampur kerukan tambang. Sementara debu yang ditimbulkan begitu mengancam kesehatan. Ancaman banjir juga terjadi setiap saat tetapi pemerintah daerah tak bisa berbuat banyak,” tutupnya.
Senada soal ini akademisi Universitas Khairun Ternate Dr Asis Hasyim mengingatkan pemerintah daerah Maluku Utara perlu mengambil langkah tegas. Mulai dari melakukan monitoring dan pengawasan ketat pengelolaan sumberdaya alam Maluku Utara saat ini. Terutama dalam hal mempercepat kewajiban korporasi bagi daerah. Hal ini penting dilakukan sebagai upaya untuk memberikan interupsi pada korporasi agar tidak semata mengejar profit tetapi melupakan kewajibanya. Begitu juga terkait masalah lingkungan. Persoalan ekologi juga perlu mendapatkan perhatian ekstra. Pasalnya hal ini jika tidak ada perhatian maka akan memberikan umpan balik negative bagi kehidupan manusia dan lingkungan sekitarnya. Pihak perusahaan harus didorong untuk transparan dalam pengelolaan SDA.
“Kehadiran korporasi dalam mengelola SDA harusnya dapat membawa berkah bagi masyarakat dan daerah umumnya bukan sebaliknya menyengsarakan dan membawa petaka,” katanya.
CEO Kabar Pulau